Keadilan bukanlah sekedar masalah kesalahan dan hukuman. Keadilan adalah lapisan humus dari ladang sebuah kebersamaan, jika manusia gagal untuk mendamaikan keadilan dan kebebasan, ia gagal dalam segala aspek kehidupan.
Keadilan tanpa kekuatan adalah kemandulan, kekuatan tanpa keadilan adalah tirani, orang yang tidak berbuat adil, lebih menderita daripada orang yang mengalami ketidakadilan itu, ingatlah satu hal keadilan tidak akan pernah padam bagi mereka yang tidak mampu mendapatkan keadilan.
"Sekarang apa yang akan kita lakukan, Ben?" tanya Madeline.
"Aku juga tidak tahu, Maddie. Tapi entah mengapa instingku ini mengatakan kita harus kembali memeriksa bar milik Lucas,"
"Hmm ... Aku rasa itu bukan ide yang buruk, Ben. Lagi pula kebetulan sekali aku haus dan ingin menikmati segelas abisthe,"
"Apa kau suka minum, Maddie?"
"Yah ... Terkadang hari membuatku berat, Ben. Mau tidak mau aku harus menenangkan pikiranku,"
"Ya sudah, Maddie. Sebaiknya kita segera menghampiri bar Lucas,"
Benjamin dan Madeline memutuskan untuk pergi ke bartender milik Lucas, langkah demi langkah mulai perlahan hampir tiba. Setelah dua puluh menit berlalu, mereka sampai di depan bar Lucas namun ada yang aneh, terlihat halaman depan Bar sangat berantakan.
"Ada apa ini? Kenapa disini terlihat berantakan?" tanya Madeline.
"Entahlah, Maddie. Kita harus segera mencari tahu,"
Tak lama Lucas keluar dari dalam bar sambil membawa beberapa barang yang kemudian ia letakan di depan halaman tersebut.
"Permisi, Tuan Lucas. Ini ada apa ya?" tanya Benjamin.
"Hey, ternyata kalian berdua. Kalian pasti ingin menikmati minumankan, apa kalian haus?" tanya Lucas.
"Memang kami haus dan sengaja datang kesini, tapi kenapa tempat Anda ini berantakan?" tanya Madeline.
"Yah berhubung hari ini ada pengiriman minuman, aku membutuhkan tempat yang luas jadi aku putuskan untuk menyimpan barang-barang ini sementara disini," ucap Lucas.
"Apakah Anda tidak..."
"Nanti saja kita bicaranya, sebentar lagi kirimanku akan tiba dan aku harus segera membereskan gudangku, Ngomong-ngomong bolehkah aku meminta bantuan kalian untuk menjaga disini sebentar?" tanya Lucas.
"Tentu saja, tuan. Tapi bolehkah saya melihat barang-barang Anda, sepertinya ada sesuatu yang menarik disini," ucap Benjamin.
"Eh ... Ya sudah, terserah kalian saja, kalau begitu saya permisi dulu ke dalam, saya sudah tidak punya waktu," ucap Lucas.
"Baik, Tuan Lucas," ucap Madeline.
Lucas segera kembali masuk ke dalam bar miliknya untuk melanjutkan bersih-bersih gudangnya tersebut.
"Jadi, Ben. Memangnya apa yang ingin kau lihat?" tanya Madeline.
"Disini banyak sekali barang-barang unik, Maddie. Mungkin kita bisa menemukan sesuatu disini untuk membantu penyelidikan kita,"
"Kalau begitu, Ben. Sebaiknya kita terlusuri tempat ini, sebelum Tuan Lucas kembali,"
Benjamin dan Madeline mulai menyisir setiap barang-barang yang ada di situ, mereka mulai meneliti satu persatu dari barang-barang tersebut.
"Apa kau menemukan sesuatu?" tanya Benjamin.
"Tidak ada apapun disini, Ben,"
"Kau cari lagi di sebelah sana, Maddie," Benjamin sambil menunjuk ke arah barang-barang yang menumpuk.
Benjamin dan Madeline terus mencari sesuatu di tempat tersebut, namun hasilnya nihil. Tak lama kemudian Benjamin melihat beberapa koin dalam sebuah toples.
"Benda apa itu? Tampaknya itu setumpuk koin?" gumam Benjamin.
Untuk menghilangkan rasa penasarannya, Benjamin segera menghampiri lalu meraih toples tersebut.
"Ternyata ini memang benar koin," batin Benjamin.
"Bagaimana, Ben. Apakah kau menemukan sesuatu?" tanya Madeline.
"Kemarilah, Maddie. Akan kutunjukan sesuatu," ucap Benjamin.
Madeline yang juga sama-sama penasaran segera menghampiri Benjamin.
"Lihatlah, Maddie. Benda yang baru saja aku temukan," Benjamin sambil mengangkat toples tersebut.
"Apakah itu toples berisi koin, Ben? Mengapa Tuan Lucas meninggalkan uang recehnya disini?" tanya Madeline.
"Entahlah, Maddie. Tapi lihatlah ada sebuah kertas berisikan tulisan dibawah toples ini,"
"Hmm ... Mungkin kita bisa tahu lebih banyak setelah mengungkap apa yang tertulis pada label toples ini," ucap Madeline.
Benjamin segera memperhatikan tulisan tersebut.
"Aku tidak mengerti apa maksud dari tulisan ini, Maddie. Sebagian tinta disini pudar terkena air,"
"Coba aku lihat, Ben,"
Benjamin segera memberikan toples tersebut kepada Madeline.
"Hmm ... Label pada toples ini tertulis ... Bahwa ... Tuan Albert ... Ha-hanya benda ini ... yang saya ... mi ... liki ... ter ... tanda ... Luigi,"
"Apa aku tidak salah dengar kau mengatakan Luigi, Maddie?" tanya Benjamin.
"Tentu saja, Ben. Jika kau tidak percaya kau bisa melihatnya," Madeline sambil memberikan kembali toples tersebut.
"Kau benar sekali, Maddie. Disini terdapat label yang ditanda tangani oleh Luigi,"
"Hmm ... Ini aneh, Ben. Saat tadi siang kita berbicara dengannya, Luigi mengaku tidak pernah bertemu dengan korban bahkan tidak pernah mendengar namanya, tapi toples ini berkata sebaliknya," ucap Madeline.
"Kuras Luigi harus menjelaskan semua ini," tanya Benjamin.
"Semua hal yang kita temukan, benar-benar aneh, Ben. Kenapa kasus ini semakin lama justru semakin berbelit-belit?" tanya Madeline.
"Entahlah ... Lebih baik kita tanyakan lansung kepada Tuan Lucas, Maddie. Sekarang kita kembali periksa tempat ini dan berharap mendapatkan petunjuk lain," ucap Benjamin.
"Oh iya, Ben. Sebelum kau memanggilku tadi, aku menemukan sebuah keranjang berisikan botol-botol," ucap Madeline.
"Kalau begitu kita geledah tempat tersebut, Maddie."
Benjamin segera mengkitui Madeline menuju sebuah keranjang yang berisikan botol-botol minuman.
"Jadi dimana benda itu, Maddie?" tanya Benjamin.
"Disana, Ben," ucap Madeline sambil menunjuk ke arah keranjang berisikan botol.
"Coba kau periksa peti itu, Maddie,"
Madeline segera menghampiri keranjang tersebut, ia mulai memeriksa isi dari keranjang tersebut namun tak lama kemudian Madeline terkejut saat menemukan sesuatu.
"Astaga!" teriak Madeline.
"Ada apa, Maddie? Apa ada sesuatu?" tanya Benjamin yang ikut histeris.
"Ada sepucuk senjata diantara botol-botol ini, Ben,"
"Bisa aku lihat senjata itu?" tanya Benjamin.
Dengan rasa penuh ketakutan, Madeline segera mengambil senjata tersebu dan memberikannya kepada Benjamin.
"Ini dia, Ben. Senjatanya,"
"Aku mengenal senjata ini dimanapun, senjata ini benama revolver dan diproduksi di negara asalku yakni italia," ucap Benjamin.
"Revolver? Aku baru mendengar nama itu?" tanya Madeline.
"Revolver merupakan jenis senjata api, pelurunya dimasukan ke dalam tabung yang bisa kau lihat disini, Maddie," ucap Benjamin sambil menunjukan ke arah tabung peluru.
"Apakah senjata ini berbahaya?" tanya Madeline.
"Pertanyaa yang bagus, Maddie. Bisa dibilang benda ini cukup berbahaya tapi revolver jenis ini biasanya digunakan untuk melukai dan tidak digunakan untuk membunuh,"
"Memangnya ada berapa jenis senjata bernama revolver ini?" tanya Madeline.
"Revolver memiliki dua jenias yakni revolver berkaliber 44 dan revolver berkaliber 22, perbedaan dari kedua senjata ini berada pada jumlah peluru, biasanya revolver berkaliber 44 hanya berisi lima sampai tujuh perluru sedangkan revolver berkaliber 22 berisi delapan sampai sepuluh peluru,"
"Bagaimana kau tahu semua itu, Ben?" tanya Madeline.
"Aku mempelajari semua itu dari kamp tentara saat perang besar terjadi lima tahun silam, saat-saat dimana aku menjadi seorang tentara perang,"