Chereads / The Smell of Crime / Chapter 13 - Aroma Kebohongan

Chapter 13 - Aroma Kebohongan

Kekuasaan memang merupakan sesuatu yang diinginkan setiap manusia, namun itu semua itu tidak akan ada gunanya jika kematian tiba. Kematian memang mendatangkan duka cita, namun terkadang kematian juga mendatangkan suka cita bagi sebagian orang lain.

"Kalau begitu kami berdua permisi, pastor. Karena ada hal lain yang harus kami lakukan," ucap Benjamin.

"Kalian tidak menganggapku sebagai tersangka pembunuh, kan? Walaupun aku sangat membencinya, aku benar-benar tidak tahu tentang kematiannya sama sekali," ucap Pastor Abelano.

"Selama kami belum menemukan siapa pelakunya, kami tidak akan mencoret Anda dari daftar tersangka," ucap Madeline.

"Grr … Dasar bajingan sudah matipun masih saja menyusahkan orang lain" gumam Pastor Abelano terihat kesal "Ngomong-ngomong Terima kasih banyak karena kalian sudah menemukan kalung ini,"

"Sama-sama, Pastor," ucap Madeline.

Benjamin dan Madeline segera meninggalkan Pastor Abelano di pelabuhan.

"Aku tidak percaya apa yang dikatakan Pastor itu, bagaimana menurut mu, Ben?" tanya Madeline.

"Hmm … Jika yang dikatakan Pastor Abelano memang benar, keliatannya korban bisa dibilang bukanlah orang baik-baik,"

"Tapi, Ben. Kita tidak bisa memutuskan hal itu secara sepihak, kita harus mencari tahu lebih lanjut lagi,"

"Lalu apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" tanya Benjamin.

"Sudah jelas tujuan kita selanjutnya adalah pergi ke laboratorium untuk memeriksa sarung tangan yang tadi kita temukan,"

Benjamin dan Madeline segera menuju ke parkir. Setibanya mereka di tempat parkir, Madeleine segera menghidupkan mesin mobil dan segera pergi meninggalkan pelabuhan.

"Sudah sejauh ini investigasi yang kita lakukan, namun sampai detik ini kita masih belum menemukan titik terang,"

"Mau bagaimana lagi, Ben. Apa lebih baik kita serahkan tugas ini kepada yang lain saja?" tanya Madeleine.

"Aku rasa itu bukan solusi yang tepat, Maddie. Jika memang seperti itu, aku lebih memilih kembali ke negaraku dari pada harus menahan malu,"

"Lagi pula siapa yang ingin melanjutkan investigasi ini, mereka semua mempunyai kesibukan masing-masing,"

Tak lama mereka sampai di kantor kepolisian, Madeline segera memarkirkan kendaraannya didepan kantor lalu mereka segera keluar dari mobil.

"Huh … Sepertinya tidak ada yang bisa kita lakukan selain menuntaskan kasus ini, Maddie,"

"Lebih baik kita yang harus menuntaskan kasus ini, Ben. we've to finish what we started,"

Benjamin dan Madeline segera masuk ke dalam area kantor kepolisian. Namun siapa sangka, dari arah dalam kantor ada seseorang yang hendak keluar.

Terlihat laki-laki dengan perawakan seperti Benjamin namun terlihat lebih tua, ia berpakaian rapih menggunakan jas hitam dan sebuah dasi kupu-kupu.

"Pak kepala? Ternyata ini memang Anda, akhirnya kami berdua bisa bertemu dengan Anda," ucap Madeline.

"Oh ternyata kau, Maddie. Maafkan saya, saya tidak melihat Anda barusan," ucap Pak kepala.

"Tidak apa-apa, pak. Oh iya, ini rekrutan baru kita yang dari italia itu,"

"Astaga, hampir saja saya lupa. Perkenalkan saya Thomas Wright, kepala Polisi di kepolisian ini. Anda pasti Benjamin?" tanya Thomas.

"Betul, Pak. Saya Franc Benjamin," ucap Benjamin.

"Selamat bergabung di kepolisian ini dan saya harap sejauh ini Anda menikmati kebersamaan dengan kami semua disini, Ben," ucap Thomas.

"Tentu saja, Pak. Terimakasih kasih banyak karena Anda sudah mau menerima saya," ucap Benjamin.

"Saya sebenarnya masih ingin berbincang lebih lama lagi denganmu sambil menikmati secangkir teh, Ben. Namun sayang, saya harus segera pergi karena ada pesta gala yang harus saya hadiri, " ucap Thomas.

"Baiklah kalau begitu, pak. Saya mengerti," ucap Benjamin.

"Kalau begitu saya permisi," ucap Thomas.

Pak kepala Thomas Wright segera pergi meninggalkan mereka berdua, sementara Benjamin dan Madeline segera masuk ke dalam kantor.

"Maaf tentang barusan, Ben. Jangan diambil hati, pak kepala memang sedikit eksentrik tapi kau tidak perlu khawatir, beliau ini orang baik," Jelas Madeline.

"Tidak masalah, Maddie. Aku mengerti, beliau pasti sangat sibuk,"

"Baguslah kalau begitu, Ben. Kau memang selalu optimis, lebih baik kita segera pergi ke laboratorium,"

"Ngomong-ngomong, Maddie. Dimana laboratorium iti berada, sampai saat ini aku tidak pernah melihatnya?" tanya Benjamin.

"Tentu saja kau tidak pernah melihatnya, Ben. Ruangan itu berada di lantai dua kantor ini,"

Setelah beberapa lama mereka tiba di tangga kantor, mereka segera naik ke lantai dua dan tak lama terlihat sebuah ruangan, setelah itu mereka sampai di depan laboratorium.

"Selamat datang, Ben. Di laboratorium kepolisian kami, "

"Aku baru sadar kantor ini memiliki dua lantai,"

"Yah untuk masalah itu tidak perlu dipikirkan, Ben. Itu murni kesalahanku, seharusnya aku memperlihatkan semuanya padamu,"

"Tidak masalah, Maddie. Aku mengerti, lagi pula kita berada di luar kantor seharian penuh,"

Tak lama seseorang dari dalam laboratorium menghampiri Benjamin dan Madeline yang tengah berasa di depan pintu.

"Aku mendengar suara kegaduhan dari dalam sini dan aku mengenal suara itu, benar saja ternyata itu kau, Maddie,"

"Viola? Apakah itu kau?" tanya Madeline.

"Ini masih aku, Maddie," ucap Viola.

"Sudah lama sekali ya kita tidak bertemu, kapan kau tiba di Marseille," ucap Madeline."

"Sebenarnya aku sudah tiba di kota ini sejak dua hari yang lalu, namun aku memutuskan untuk beristirahat sebelum beraktivitas," ucap Viola.

"Oh iya, Viola. Perkenalkan, ini rekrutan baru kita di kepolisian ini," ucap Madeline.

"Perkenalkan, nama saya Benjamin. Salam kenal," ucap Maddie.

"Saya Viola, Maafkan saya karena tidak tahu kabar jika ada orang baru di kantor kepolisian," ucap Viola.

"Tidak perlu merasa bersalah, Viola. Lagi pula Ben baru tiba kemarin," ucap Madeline.

"Jadi seperti itu, Maddie. Ngomong-ngomong ada apa kalian datang kesini?" tanya Viola.

"Kebetulan kami sedang menyelidiki kasus kematian seorang pria bernama Albert Dalton…"

"Apa? Albert Dalton tewas?" Viola sedikit shock.

"Apa kau mengenal korban?" tanya Benjamin.

"Aku cukup mengenal korban, kami sering berjumpa di setiap acara pameran saint di kota, kebetulan ia sangat menyukai saint sepertiku. Hmm ... Lalu dimana ia akan dimakamkan?" tanya Viola.

"Mengenai hal itu kami belum mendapatkan informasi apapun, kau bisa tanyakan kepada Stanley karena dia yang terakhir berurusan dengan mayat korban," ucap Madeline.

"Baiklah biarkan aku yang mencari tahu sendiri. Kalau begitu, masuklah kalian berdua," ucap Viola.

Mereka bertiga segera masuk ke area laboratorium. Terlihat berbagai barang-barang aneh serta penemuan-penemuan yang terpajang di berbagai sudut ruangan.

"Yang sekarang kalian lihat ini, merupakan penemuan terbaik di abad ini, sebagian juga merupakan barang sitaan kepolisian," ucap Viola.

"Barang sitaan?" tanya Benjamin.

"Banyak orang yang membuat benda-benda aneh, namun hal itu justru dapat membahayakan manusia hingga kami terpaksa menyitanya,"

"Semua alat ini benar-benar canggih," ucap Madeline.

"Ini semua belum seberapa, aku pernah melihat penemuan-penemuan hebat di sebuah pameran yang pernah aku ikuti saat di paris," ucap Viola.

Tak lama mereka tiba di meja Viola.

"Kita sampai," ucap Viola.

"Hmm ... Lalu dimana kita akan meneliti sarung tangan ini?" tanya Benjamin.

"Kau bisa memeberikan sarung tangan itu padaku, dengan begitu aku akan meneliti benda itu sendiri," ucap Viola.

"Baiklah, Viola. Terima kasih banyak atas bantuanmu," ucap Madeline.

Viola segera mengambil plastik yang berisi sarung tangan, ia segera melangkah menuju sebuah alat, sementara Benjamin dan Madeline hanya bisa menunggu sambil memperhatikan sekitar tempat.

"Hmm ... Menuturmu, Ben. Apakah dimasa depan nanti semuanya akan canggih?" tanya Madeline.

"Tentu saja, Maddie. Hal itu pasti akan terjadi karena perkembangan jaman, mungkin suatu hari nanti semua benda yang ada di sini hanyalah peninggalan sejarah saja," ucap Benjamin.

"Huh ... Akhirnya selesai," teriak Viola.

Benjamin dan Madeline segera menhampiri Viola.

"Ada apa, Viola?" tanya Madeline.

"Aku berhasil meneliti sarung tangan ini berkat alat microskop yang baru ini,"

"Jadi bagaimana hasilnya?" tanya Benjamin.

"Aku tidak yakin jika sarung tangan ini milik korban, tapi kalian tidak perlu khawatir aku akan meminta beberapa sample DNA korban kepada stanley," ucap Viola.

"Lalu apalagi yang kau temukan?" tanya Madeline.

"Jadi menurut penelitianku, dari bakteri yang aku dapatkan pada sarung tangan ini ada dua DNA yang pertama dari manusia dan kedua dari hewan ternak, mungkin seekor sapi atau kambing," ucap Viola.

"Hewan ternak? Hmm ... Hanya ada satu ekor hewan ternak dipelabuhan yaitu kambing milik Nona Diana," ucap Benjamin.

"Tapi, Ben. Kita belum bisa memastikan jika sarung tangan ini milik Albert Dalton," ucap Madeline.

"Kau benar, Maddie. Kita harus memastikan hal itu tapi jika sarung tangan ini benar ini milik Korban, maka aku tidak akan segan mendesak Nona Diana untuk bicara dan melihat bagaimana reaksinya itu saat kebohonganya terungkap.