Chereads / The Smell of Crime / Chapter 14 - Penemuan Sebuah DNA

Chapter 14 - Penemuan Sebuah DNA

Keadilan tidak ada hubungannya dengan menang atau kalah tetapi harus menjadi standar moral yang dapat disetujui oleh semua orang di dunia demi sebuah perdamaian.

Tidak ada perdamaian tanpa keadilan. Tidak ada keadilan tanpa kebenaran. Dan tidak ada kebenaran kecuali seseorang bangkit untuk mengatakan yang sebenarnya karena hukum akan bertindak kepada mereka yang berbuat curang.

"Kenapa kau jadi menyeramkan seperti itu, Ben?" tanya Benjamin sedikit tidak percaya.

"Hal yang paling aku benci adalah kebohongan, karena kebohongan merupakan awal dari terjadinya sebuah masalah," ucap Benjamin.

Madeline yang mendengar apa yang diucapkan Benjamin hanya bisa menelan ludah dengan perasaan sedikit ketakutan.

"Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Madeline.

"Hmm ... Kurasa lebih baik kita segera menemui Stanley," ucap Viola.

"Kalau begitu, lebih baik kita berangkat sekarang. Viola. Waktu tidak akan menunggu kita untuk bertindak," ucap Madeline.

Mereka bertiga segera meninggalkan laboratorium dan perlahan mulai menurunu tangga ke lantai satu.

"Apa kalian yakin Stanley berada di ruangannya?" tanya Benjamin.

"Hmm? Aku tidak bisa menjamin hal itu," ucap Viola.

"Tidak perlu dipikirkan, lebih baik kita segera ke ruang forensik untuk mencari tahu," ucap Madeline.

Tak lama setelah itu mereka sampai di depam ruangan forensik, terlihat Stanley yang tengah mencatat sesuatu di meja kerjanya dari balik jendela yang terpasang di pintu.

"Huh ... Untung saja Stanley berada diruanganya, jadi kita tidak perlu membuang-buang waktu," ucap Madeline.

"Lebih baik kita segera masuk," ucap Viola.

Viola segera megetuk pintu ruangan tersebut. Stanley yang mendengar suara ketukan pintu segera menengok.

Tok... tok...

"Masuklah, pintu tidak dikunci," teriak Stanley.

Benjamin berserta yang lainya segera memasuki ruangan forensik, Namun Stanley sedikit terkejut ketika Viola masuk ke dalam ruangan itu.

"Viola? Apakah itu kau?" tanya Stanley sambil menghampiri Viola.

"Hai, Stan. Bagaimana kabar ... Oh iya aku lupa, kau satu-satunya orang yang membenci basa-basi," ucap Viola.

"Kau benar, Viola. Dia memang aneh," ucap Madeline.

"Ada apa kalian datang beramai-ramai kesini?" tanya Stanley.

"Jadi kedatangan kami kesini untuk meminta sedikit sample DNA dari Albert Dalton," ucap Benjamin.

"Untuk apa?" tanya Stanley.

"Aku membutuhkan DNA-nya untuk proses penelitian yang sedang ku lakukan saat ini," ucap Viola.

"Tidak bisa, aku sedang sibuk saat ini," ucap Stanley sambil mencatat sesuatu.

"Ayolah, Stan. Kami sangat membutuhkan untuk proses penyelidikan kami," ucap Madeline.

"Baiklah ... Apakah beberapa helai rambut cukup untuk dijadikan sample DNA?" tanya Stanley.

"Itu lebih dari cukup, Stan. Oh ya, ngomong-ngomong dimana mayat Pak Dalton berada, aku ingin melihatnya untuk terakhir kali," ucap Viola.

"Aku menyimpannya di ruangan kremasi, petang nanti keluarganya mengatakan akan menjemput jenazah Dalton untuk melakukan beberapa upacara kematian sebelum besok dimakamkan," ucap Stan.

"Terima kasih banyak, Stan. Karena kau sudah membantu penyelidikan kami," ucap Madeline.

Mereka segera pergi ke ruangan kremasi yang memang satu ruang dengan ruangan forensik. Tak lama meraka tiba, tampak beberapa peti besi yang digunakan untuk membakar mayat, terlihat Stanley membuka pintu peti besi lalu menarik sesuatu dari dalam benda tersebut.

"Ini dia mayat Albert Dalton," ucap Stanley.

"Sialnya nasib beliau, aku tidak percaya jika beliau akan meninggal dengan cara seperti ini, ngomong-ngomong dia terlihat sedikit pucat?" tanya Viola.

"Yah ... Aku sedikit menyuntikan cairan formalin agar tubuhnya tidak membusuk. Ngomong-ngmong apa kau sudah selesai?" tanya Stanley.

"Sudah," ucap Viola.

Stanley segera mendorong kembali peti besi itu dan kembali memasukan Albert Dalton namun sebelum itu, Stanley Mencabut beberapa helai rambut dan menaruhnya di atas sapu tangan.

"Ini dia beberapa helai rambut yang kau minta, Viola," ucap Benjamin sambil memberikan sapu tangan miliknya.

"Terima kasih banyak, Stan," ucap Viola.

"Jika sudah tidak ada lagi yang ingin kalian lakukan disini, aku minta segera tinggalkan ruangan ini," ucap Stanley.

"Dasar aneh," ucap Madeline.

"Apa yang kau katakan?" tanya Stan.

"Eh ... Tidak ada, aku hanya bilang tempat ini sedikit aneh," ucap Madeline sedikit berkelit.

"Kalau begitu kami permisi, Stan. Maaf sudah mengganggu waktumu," ucap Benjamin.

"Sama-sama, jangan lupa untuk menutup pintu itu kembali," ucap Stan.

Benjamin beserta yang lainnya memutuskan untuk pergi dari ruangan forensik lalu menutup pintu dari luar.

"Dia tidak pernah berubah sama sekali," ucap Viola.

"Yap seperti itulah Stan, orangnya sedikit aneh," bisik Madeline.

"Sekarang apa yang akan kita lakukan?" tanya Benjamin.

"Hmm ... Sepertinya kita harus kembali ke laboratorium untuk mengecek apakah DNA yang berada di sarung tangan cocok dengan DNA Dalton," ucap Viola.

"Baiklah kalau begitu," ucap Benjamin.

Benjamin berserta yang lain segera kembali ke laboratorium untum melanjutkan penelitian, mereka mulai perlahan menaiki tangga dan tak lama mereka sampai di lantai dua tepat didepan laboratorium.

"Kalian berdua tunggu disini saja, sisanya serahkan saja padaku, aku pasti akan mendapatkannya," ucap Viola.

"Baiklah, Viola. Kami berdua mengandalkanmu," ucap Benjamin.

Viola segera memasuki laboratorium untuk melanjutkan penelitiannya, sementara Benjamin dan Madeline hanya bisa menunggu diluar ruangan.

"Kira-kira DNA siapa yang akan Viola termukan, Ben? Aku benar-benar penasaran sekali," ucap Madeline.

"Siapapun orang yang meninggalkan DNA nya di dalam sarung tangan itu, kira harus mencarinya walaupun sampai ke lubang buaya," ucap Benjamin.

Lima belas menit berlalu, Namun Viola tak kunjung keluar juga dari laboratoriumnya.

"Sampai berapa lama kita harus menunggu disini?" tanya Madeline yang terus mondar-mandir di depan Laboratorium.

"Bersabarlah, Maddie. Mungkin penelitian kali ini membutuhkan waktu banyak," ucap Benjamin.

Setelah dua puluh lima menit Berlalu, Akhirnya Viola segera keluar dari laboratorium.

"Bagaimana, Viola. Apa kau berhasil menganilisis DNA siapa itu?" tanya Madeline.

"Hmm ... Walaupun penilitian ini memang cukup rumit, tapi aku berhasil mendapatkan samplenya," ucap Viola.

"Lalu DNA yang terdapat di sarung tangan itu milik siapa?" tanya Benjamin.

"Sesuai dugaaanku, DNA yang aku temukan dengan DNA dari rambut Dalton benar-benar cocok, jadi aku rasa sarung tangan ini milik mendiang Albert," ucap Viola.

"Berati benar jika sebelumnya Albert Dalton pernah menemui Nona Diana?" tanya Madeline.

"Kurasa kau benar, jika memang orang yang kalian sebutkan itu memiliki hewan ternak seperti kambing," ucap Viola.

"Sekarang apa yang akan kita lakukan, Ben?" tanya Madeline.

"Bukankah semuany sudah jelas, Maddie. Kita harus kembali ke dermaga untuk menintrogasi Nona Diana dan melihat bagaimana reaksinya saat kebohongannya terungkap," ucap Madeline.

"Walaupun aku sudah lelah terus-terusan kembali ke pelabuhan, tapi aku akan menemani kau kesana, Ben," ucap Madeline.

"Kalau begitu kita harus segera bergegas, waktu tidak akan menunggu kita bertindak," ucap Benjamin.

Benjamin segera melangkahkan kakinya perlahan menuruni tangga.

"Ben benar-benar tidak sabaran, ngomong-ngomong, Viola. Terima kasih banyak sudah membantu penyelidikan kami," ucap Madeline.

"Tentu, Maddie. Aku sangat senang bisa membantu sahabatku, jika kau membutuhkan bantuanku atau sesuatu yang lainya aku akan berada di lab ini," ucap Viola.

"Baiklah, kalau begitu aku permisi," ucap Madeline.

Madeline segera pergi meninggalkan Viola dan perlahan menuruni tangga untuk menyusul Benjamin. Beberapa lama kemudian mereka berdua tiba di depan Kantor.

"Ayo Maddie, Lebih baik kita pergi sekarang," ucap Benjamin.

"Baiklah, Ben," ucap Madeline.

"Kita harus segera kesana, Maddie. sebelum semuanya terlambat," ucap Benjamin