Chereads / The Smell of Crime / Chapter 12 - Semakin Dekat Dengan Pelaku

Chapter 12 - Semakin Dekat Dengan Pelaku

Tiupan angin dari laut membuat suasana pelabuhan menjadi sejuk walau hanya sesaat, suara-suara lonceng dari setiap kapal yang tiba terdengar lebih merdu.

Benjamin dan Madeline baru saja tiba di pelabuhan, tanpa berlama-lama mereka memutuskan untuk segera pergi ke asrama para imigran ilegal.

"Aku harap apa yang kita lakukan ini tidak sia-sia, aku sudah lelah terus bolak-balik ke pelabuhan," keluh Madeline.

"Sabarlah, Maddie. Aku yakin kita akan menemukan petunjuk baru di sana,"

"Huhh … Semoga apa yang katakan ini benar, Ben," Madeline sedikit menghela nafas.

Lima menit berlalu, akhirnya mereka sampai di gedung asrama para imigran, terlihat beberapa orang imigran berkumpul seperti sedang membicarakan sesuatu yang sangat penting.

"Sekarang apa yang akan kita lakukan? " tanya Madeline.

"Kita coba tanyakan kepada orang-orang disini, siapa tahu mereka mengetahui sesuatu tentang pertengkeran yang pernah terjadi di tempat ini,"

Benjamin dan Madeline mulai mendekati orang-orang yang tengah berkumpul, mereka segera menatap Benjamin dan Madeline dengan tatapan penuh kekhawatiran.

"Permisi, tuan-tuan. Kami dari kepolisian kota, kedatangan kami kesini ingin bertanya sesuatu," ucap Benjamin.

Orang-orang itu hanya bisa menatap satu sama lain kebingungan, kemudian salah satu dari mereka menghampiri Benjamin.

"Me-memangnya a-apa yang ingin kalian tanyakan pada kami? Apakah kami membuat masalah?"

Benjamin dan Madeline yang mendengar hal itu menatap satu sama lain, mereka berdua merasa kebingungan.

"Tidak ada yang membuat kesalahan dari kalian, kami berdua hanya ingin menanyakan sesuatu," ucap Madeline.

"Huh ... Syukurlah kalau begitu, kami hanya takut dipulangkan ke negara kami," ucap Neilson

"Kami tidak akan melakukan hal itu, lagi pula kami juga tidak memiliki wewenang untuk memulangkan kalian, eh... Siapa nama Anda, tuan?" tanya Madeline.

"Oh perkenalkan saya Neilson. Memang apa yang ingin kalian tanyakan kepada kami?" tanya Neilson.

"Jadi ... Tuan Neilson. Kami mendapatkan laporan bahwa dua hari yang lalu terjadi pertengkaran di sini, apakah kau tahu sesuatu?" tanya Benjamin.

"Dua hari yang lalu? Hmm … Oh iya, memang dua hari yang lalu terjadi pertengkaran, namun kami tidak mengetahui siapa yang tengah bertengkar saat itu karena kami tidak dizinkan untuk keluar asrama," ucap Neilson.

"Lalu dimana pertengkaran itu terjadi?" tanya Madeline.

"Pertengkaran itu terjadi dibelakang gedung asrama ini," ucap Neilson.

"Terimakasih banyak atas informasi Anda, tuan. Kalau begitu kami berdua permisi," ucap Madeline.

"Sama-sama," ucap Neilson.

Benjamin dan Madeline memutuskan untuk segera pergi ke area belakang gedung asrama, sementara Neilson kembali berkumpul bersama yang lain.

"Hmm … Ini aneh, kenapa para imigran itu takut sekali dipulangkan?" tanya Madeline.

"Aku juga tidak mengerti, sepertinya mereka takut terhadap sesuatu. Tapi sayang sekali itu bukan tugas kita,"

"Kau benar, Ben. Semoga saja tidak terjadi apa-apa dengan mereka,"

Tak lama mereka tiba dibelakang asrama para imigran, terlihat pemandangan halaman belakang yang sangat berantakan akibat sampah dimana-mana.

"Hmm … Sekarang apa yang akan kita lakukan, Ben? Disini benar-benar kotor,"

"Jika benar dua hari yang lalu terjadi pertingkaian disini, kurasa tidak ada salahnya untuk menelusuri tempat ini, berharap kita dapat menemukan sesuatu ditempat ini,"

"Baik, Ben,"

Benjamin dan Madeline segera menggeledah tempat tersebut, mereka mulai mencari sesuatu di tempat tersebut untuk di jadikan barang bukti.

"Huh … Sudah aku periksa area ini, namun aku tidak menemukan apapun disini selain sampah, Ben, "

"Coba kita cari disekitar sana,"

Mereka terus menelusuri tempat tersebut, namun ketika Madeline hendak melangkahkan kakinya, ia merasa ada sesuatu dibawah sepatunya, dengan cepat ia segera mengangkat kakinya itu.

"Hmm … Apa ini?" gumam Madeline, Madeline yang melihat sesuatu di bawah kakinya segera memanggil Benjamin "Ben, kemari dan lihatlah apa yang aku temukan disini,"

Benjamin yang mendengar hal itu segera menghampiri Madeline.

"Ada apa, Maddie? Apa kau menemukan sesuatu?" tanya Benjamin.

"Aku tidak tahu benda ini, Ben. Tapi dari ukirannya terlihat tidak asing bagiku,"

Benjamin segera mengmbi benda tersebut lalu memperhatikan lebih dekat.

"Kalau tidak salah ini merupakan sebuah kalung, tapi kita hanya menemukan liotinnya saja yang sudah retak akibat kau injak,"

"Hmm … Apa mungkin kepingan perak ini merupakan bukti terjadinya pertingkaian itu?" tanya Madeline.

"Bisa jadi, Maddie. Hmm … Walaupun benda ini retak, aku masih bisa melihat ukirannya yang berbentuk salib, liontin ini jelas bertema religius,"

Benjamin terus memperhatikan liontin tersebut, namun ketika liontin itu dibalik, tertulis sesuatu dibelakang sana.

"Disini tertulis Pastor Abelano? Hmm … Apa kau tahu siapa dia, Maddie?" tanya Benjamin.

"Pastor Abelano? Aku tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya, hmm … Mungkin kita bisa bertanya kepada pastor yang sering kita jumpai di pelabuhan,"

"Baiklah, kalau begitu kita cari lagi sesuatu yang mungkin akan kita dapatkan disini,"

Benjamin segera memasukkan liontin tersebut ke dalam mantel miliknya, lalu melanjutkan pencarian mereka.

"Tempat ini lebih mirip tempat sampah, terlalu berantakan sekali disini,"

"Hmm … Kau benar, Maddie. Ini akan menyusahkan kita untuk mencari bukti,"

"Bagaimana, Ben? Apakah kita akan terus menelusuri tempat ini?" tanya Madeline.

"Hmm … Mungkin beberapa menit lagi, Maddie,"

Setelah cukup lama menelusuri tempat itu, tak disangka Benjamin menemukan sesuatu yang terlihat masih baru.

"Bukankah itu terlihat seperti sarung tangan? Sepertinya benda itu masih terlihat baru dibandingkan barang yang lain,"

"Hmm … Sepertinya begitu, Maddie. Aku juga bisa melihat beberapa bulu-bulu putih yang berada di sarung tangan itu,"

"Lebih baik kita bawa saja benda itu ke laboratorium untuk diperiksa,"

Benjamin segera mengambil sapu tangan itu dan memasukkannya ke dalam sebuah plastik untuk dijadikan barang bukti.

"Sepertinya penelusuran kali ini kita cukupkam saja, Maddie. Kita sudah mendapatkan beberapa bukti baru,"

"Baiklah, kalau begitu, Ben,"

"Sebaiknya kita segera kembali ke kantor untuk meneliti sarung tangan itu di laboratorium,"

"Oh iya, Ben. Jangan lupa menghampiri pastor yang pernah kita temui di pelabuhan,"

Setelah selesai memeriksa bagian belakang asrama para imigran, mereka memutuskan untuk kembali ke pelabuhan.

**

Singkat cerita mereka kembali ke pelabuhan, mereka segera mencari sang pastor. Tak lama terlihat pastor yang sering mereka temui datang dari balik kapal pesiar, tampaknya ia baru menyelesaikan tugasnya. Benjamin dan Madeline segera menghampirinya.

"Selamat siang, pastor," ucap Madeline.

"Huh? Oh ternyata kalian berdua, bagaimana apakah kalian sudah menemukan gadis bernama Diana itu?" tanya pastor.

"Kami sudah menemukan wanita itu," ucap Benjamin.

"Baguslah kalau begitu,"

"Tapi kedatangan kami kesini karena ada hal lain yang ingin kami tanyakan kepada Anda," ucap Madeline.

"Hmm? … Memangnya apa yang ingin kalian tanyakan lagi padaku?" tanya pastor.

"Apa Anda tahu seorang pastor bernama Abelano?" tanya Benjamin sambil memperlihatkan sebuah liontin.

"Tunggu sebentar, bukankah itu liontin milikku?" tanya pastor.

"Huh? … Jadi nama Anda selama ini Abelano?" tanya Madeline.

" Eh ... Yah, itulah nama asli ku yang sebenarnya, maaf aku tidak mengatakan pada kalian sebelumnya," ucap pastor.

"Tidak masalah, pastor," ucap Benjamin.

"Liontin ini merupakan pemberian dari mendiang ibuku, aku sudah mencari benda ini dari kemarin," ucap pastor Abelano.

"Bagaimana benda ini bisa hilang dari genggaman Anda, pastor?" tanya Madeline.

"Dua hari yang lalu saya terlibat pertengkaran dengan seorang bajingan yang menjengkelkan, dia menarik kalung milikku hingga putus," ucap Pastor Abelano.

"Hmm … Bajingan yang menjengkelkan itu bernama Albert Dalton, bukan?" tanya Benjamin.

"Eh … Mengenai itu … Yah, saya sungguh menyesal, tapi saat itu saya sudah tidak tahan lagi melihat kelakuannya yang tidak manusiawi," ucap Pastor Abelano sedikit panik.

"Memangnya apa yang dia lakukan?" tanya Benjamin.

"Pria itu memperlakukan imigran yang tidak memiliki identitas layaknya seperti seekor hewan, aku sangat membencinya karena hal itu," ucap Pastor Abelano.

"Aku tidak menyangka korban memiliki sifat sekejam itu," ucap Madeline.

"Bukan hanya itu … Dia bahkan membiarkan seorang wanita tua yang sekarat dibiarkan begitu saja tanpa bantuan apapun hingga ia tewas," ucap Pastor Abelano.

"Sepertinya emosi Anda sangat meluap-luap mengenai cara korban memperlakukan para imigran itu," ucap Benjamin.

"Yang jelas saya benar-benar mengutuk pria itu dan saya selalu menyebarkan perlakuannya itu kepada semua orang yang membencinya," ucap Pastor Abelano sangat marah.

"Jika benar begitu, pastor. Saya harap Anda tidak lupa bahwa kitab suci Anda tidak membenarkan pembunuhan," ucap Madeline.

"Tentu saja, aku tidak akan melupakan hal itu," ucap Pastor Abelano.