Chereads / Alexa's Dream And Love / Chapter 18 - Bab 18. Mata dibalas mata, gigi di balas gigi.

Chapter 18 - Bab 18. Mata dibalas mata, gigi di balas gigi.

Indra dan Daniel duduk mematung di kursinya masing-masing, tangan Indra dan setelan jasnya berlumuran darah. Dengan tangan yang gemetaran, pria itu mengelap tangannya menggunakan sapu tangan warna putihnya yang kini telah berubah warna menjadi merah.

Indra tidak pernah berpikir, kalau kejadian ini bisa menimpa putri semata wayangnya. Padahal, ia sudah berusaha sebisa mungkin untuk memberi perlindungan kepada putrinya, Alexa.

2 jam telah berlalu, belum ada satu dokter ataupun perawat yang terlihat keluar dari ruang operasi. Meskipun terlihat tenang, hati kedua pria itu masih diselimuti rasa cemas.

Beberapa saat kemudian, seorang dokter keluar dari ruang operasi. Indra dan Daniel bergegas menghampiri sang dokter.

"Bagaimana keadaan putri saya, Dok? Apa putri saya baik-baik saja?" tanya Indra kepada sang dokter.

"Putri anda kehilangan banyak darah, lukanya tusukannya lumayan dalam. Tapi untungnya tidak sampai melukai organ dalam, putri anda bisa secepatnya pulih. Tapi ... untuk beberapa hari ini, putri anda akan menjalani perawatan di rumah sakit sampai keadaannya benar-benar stabil," papar dokter.

Indra mengangguk pelan. "Baiklah, saya mengerti. Apakah saya bisa menemui putri saya?" tanyanya.

"Putri anda sudah dipindahkan di ruang perawatan, anda sudah bisa menemui putri anda. Saya permisi dulu, mari." Dokter berpamitan lalu pergi.

Indra dan Daniel bergegas menuju ke ruang perawatan, kedua pria itu menghampiri ranjang Alexa. Indra menghela napas, ia merasa sedikit lega karena Alexa tidak sampai kritis.

Indra memegang tangan kanan Alexa yang sedang diperban, pria itu memperhatikan wajah putrinya. Wajah putrinya terlihat sangat pucat dan terdapat banyak memar di wajah serta tubuhnya. Di dalam hatinya, ia merasa sangat bangga karena dikaruniai seorang putri yang sangat tangguh seperti Alexa.

"Alexa ... maafkan papa! Papa janji kepadamu! Papa akan menghabisi semua orang yang telah membuatmu menjadi seperti ini!" Indra berucap dalam hati.

Indra menatap dalam-dalam wajah putrinya lalu mengelus pipi Alexa. "Sekarang, sudah tiba saatnya untukku bertindak!" batin Indra.

"Daniel ... tolong jaga Alexa. Ada hal yang harus om bereskan," pinta Indra kepada Daniel.

Daniel mengangguk. "Baik, Om."

Indra meletakkan tangannya di pundak Daniel lalu menepuknya pelan. Pria itu berjalan keluar dari kamar putrinya ia memanggil anak buahnya.

"Apa kau sudah melakukan semua yang aku perintahkan?" tanya Indra kepada anak buahnya.

"Sudah Tuan," jawab anak buah Indra.

"Bagus!! Bawa semua anak buahmu! Akan aku habisi semua orang yang terlibat dalam percobaan pembunuhan terhadap putriku, Alexa!" ucap Indra penuh kemarahan.

"Perketat lagi penjagaan di kamar Alexa! Jangan pernah lengah! Aku tidak mau kejadian ini terulang lagi," titahnya lagi.

"Baik! Saya mengerti," jawab anak buah Indra.

Setelah memperketat penjagaan, Indra dan anak buahnya pergi meninggalkan rumah sakit. Tempat yang mereka tuju pertama adalah markas komplotan penjahat yang menyerang Alexa.

Komplotan penjahat itu hanyalah segerombolan penjahat amatiran yang selalu membuat resah masyarakat. Merampok, membegal bahkan menjadi pembunuh bayaran adalah pekerjaan meraka. Makanya Tidak butuh waktu yang lama bagi Indra menemukan komplotan penjahat itu.

Indra mencekik leher penjahat itu dan menyiksanya agar mereka mau mengaku."Cepat katakan! Siapa orang yang menyuruh kalian untuk menghabisi nyawa putriku!"

"Ka–kami tidak tahu orangnya! Su–gguh," jawab penjahat itu, mukanya mulai membiru karena tidak bisa bernapas lalu melepaskan tangannya dari leher penjahat itu.

Karena tidak ada yang mau mengaku, Indra memberi anak buahnya aba-aba untuk menyiksa semua gerombolan penjahat itu agar mereka semua mau mengaku. Anak buah Indra menyiksa para penjahat itu dengan sadis dan tidak berperikemanusiaan.

Sorot mata Indra begitu tajam, tangan pria itu sudah gatal dan ingin segera menghabisi para penjahat tersebut.

"Masih tidak mau mengaku juga!! Cepat katakan!! Siapa yang sudah membayar kalian!!" anak buah Indra terus menyiksa gerombolan penjahat itu tapi tetap tidak ada yang mau mengaku.

Indra sudah kehabisan kesabaran. Pria itu mengambil pistol yang ia simpan di balik saku jas, pria itu menodongkan pistolnya tepat di kepala penjahat itu. Wajah Indra memerah karena menahan amarah.

" Masih tidak mau mengaku?! Baik! Aku tidak akan segan lagi untuk menghabisi nyawa kalian sekarang!" Indra menarik pelatuk pistolnya.

Suara tembakan terdengar berulang-ulang, entah sudah berapa banyak peluru yang sudah dimuntahkan oleh pistol Indra untuk menghabisi gerombolan penjahat sampah itu.

"Bereskan semua kekacauan ini!" suruh Indra kepada anak buahnya. "Segera cari tahu siapa dalang di balik rencana pembunuhan Alexa! Segera laporkan kepadaku setelah kalian mendapat kabar!" suruhnya lagi.

"Baik, Tuan."

Indra kembali menyimpan pistolnya ke dalam sakunya lagi, pria itu merasa belum puas karena masih belum bisa menemukan siapa dalangnya. Tapi ... pria itu tidak akan pernah berhenti, sampai ia benar-benar bisa membunuh otak dari ini semua.

***

Pagi hari ...

Kelopak mata Alexa bergerak dan mulai membuka mata, gadis itu memicingkan matanya dan melihat di sekelilingnya. Paparan warna putih dan logam menyambut mata gadis itu, hanya sekali lihat saja ia sudah tahu kalau sekarang ini sedang berada di rumah sakit.

Tubuh Alexa terasa sangat sakit, gadis itu merasa sangat perih di bagian tangan dan perutnya sehingga ia tidak bisa bebas bergerak. Mata Alexa menyapu seluruh ruangan, saat gadis itu melihat ke samping, ia melihat Daniel sedang tertidur di sampingnya.

Minah berjalan menghampiri ranjang Alexa. "Non Alexa sudah bangun? Non Alexa sudah sadar," teriak Minah girang saat ia melihat mata Alexa sudah terbuka.

Sontak saja suara Minah membuat Daniel terbangun. "Kamu sudah sadar, Lex? Kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Daniel.

"Aku masih hidup! Tenang saja," ucapnya lemah.

"Aduh non, bibik hampir kena serangan jantung saat tahu non Alexa terluka parah," ucap Minah sembari mengelus dadanya.

Alexa tersenyum. "Masih hampir 'kan, Bik? Jangan ngomong yang aneh-aneh, dong."

Sejak Erna meninggal dunia, Minah pindah ke rumah Indra. Karena wanita itu masih ingin melayani dan menemani Alexa yang sudah ia anggap seperti cucunya sendiri. Dan setiap hari yang melayani Alexa adalah Minah, jadi wajar apabila Minah selalu histeris kalau ada hal buruk yang menimpa Alexa.

Tidak beberapa lama kemudian, Indra datang. Wajah pria itu terlihat begitu lega saat mengetahui putrinya sudah sadarkan diri. Pria itu langsung menghampiri Alexa yang masih terlihat lemah.

"Syukurlah ... Papa merasa sangat lega. Apa kamu baik-baik saja?" tanya Indra.

Alexa mengangguk lemah. "Alexa baik-baik saja," ucapnya lemah. "Bagaimana dengan Randi? Apa dia baik-baik saja?" lanjutnya.

"Randi baik-baik saja, tenang saja. Polisi akan datang sebentar lagi untuk meminta keterangan tentang kejadian kemarin, apakah kamu bisa menjelaskannya?" tanya Indra.

"Duduk sini, Om. Daniel mau keluar sebentar mau menelepon Rian," pamitnya lalu keluar.

"Punggung Alexa tidak nyaman, tolong bantu Alexa," pintanya.

Indra mengangguk, tapi sebelum ia membantu putrinya. Indra melonggarkan kancing jasnya lalu ia sedikit menundukkan badannya untuk membantu Alexa .

Mata Alexa secara tidak sengaja menangkap satu bentuk yang sangat familiar dari saku jas sang papa. Benda itu berwarna hitam. Benar ... benda itu adalah pistol, rupanya Indra lupa untuk menaruh pistolnya di rumah.

Sadar kalau putrinya sedang menatap pistol miliknya, Indra bergegas mengancingkan kembali jasnya untuk menyembunyikan pistolnya. Indra dan Alexa sama-sama terdiam, raut wajahnya terlihat memendam kekecewaan.

Di saat yang sama, Daniel masuk ke dalam ruang perawatan Alexa.

Mata Alexa menerawang ke langit-langit. "Mata dibalas mata, gigi dibalas gigi. Kita tidak akan pernah bisa hidup dengan tenang kalau hanya memikirkan cara untuk membalas dendam. Hanya karena dendam masa lalu, banyak orang yang tersakiti dan terluka karena siklus dendam yang tidak berhenti berputar," ucap Alexa.

"Apakah papa akan terus hidup seperti ini?" tanya Alexa dengan mata yang berkaca-kaca.

To be continued.