Chereads / Alexa's Dream And Love / Chapter 19 - Bab 19. Hati Alexa bergetar untuk pertama kalinya.

Chapter 19 - Bab 19. Hati Alexa bergetar untuk pertama kalinya.

Alexa menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong, gadis berwajah cantik itu sedang melamun dan memikirkan kata-kata papanya.

Flash back on ...

"Alexa! Ini adalah dunia Papa! Pistol, darah, kebencian dan kekejaman adalah makanan papa setiap hari! Kalau papa tidak kejam, papa tidak akan berada di posisi seperti sekarang ini," jelas Indra.

Alexa tersenyum getir. " Ya ... karena alasan itu juga lah Alexa berada di sini. Alexa hampir dibunuh oleh penjahat, tubuh Alexa penuh luka serta berlumuran darah dan selama hampir 13 tahun ini, Alexa selalu terbangun di tengah malam karena mimpi buruk yang selalu menghantui Alexa. Itu semua karena Papa!" Alexa menyalahkan papanya atas apa yang terjadi kepada dirinya saat ini.

Indra terdiam, pria itu beranjak dari duduknya lalu pergi dari kamar Alexa. Lelaki itu tidak mau mendengarkan omong kosong Alexa.

Flash back off ...

Alexa mendengus ... gadis itu masih merasa kesal. Tapi mau bagaimana lagi? Ia tidak bisa berbuat apa pun, karena memang itu adalah dunia papanya. Semarah apapun dia, tetap tidak akan pernah bisa mengubah apapun.

.....

Alexa merasa sangat bosan di kamarnya, selama 2 hari penuh ia terbaring di rumah sakit. Badannya malah terasa semakin sakit karena tidak bisa melakukan apa-apa.

Daniel dan Indra sedang sibuk bekerja di kantor, ia tidak punya teman untuk diajak bicara. Makanya ia hanya bisa pasrah dan jika ia sudah merasa sangat lelah, yang bisa ia lakukan hanyalah tidur.

5 menit kemudian.

Suster datang dengan membawa nampan yang berisi menu makan siang Alexa. Suster tersebut meletakkan nampan yang dibawanya ke atas meja makan pasien kemudian suster itu meninggikan ranjang pasien Alexa dengan menggunakan remot lalu keluar dari kamar Alexa tanpa berkata apa-apa.

Alexa hanya tertegun melihat suster yang cuek itu pergi dari kamarnya, perutnya sangat lapar. Namu, ia hanya ditinggalkan begitu saja oleh sang suster.

Sebenarnya Alexa merasa sangat kesal karena diperlakukan seperti itu, tapi ia tidak bisa melakukan apa-apa. Yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah memejamkan matanya sambil menahan rasa lapar, ia menunggu sampai seseorang datang dan menyuapinya.

Pukul 13.55 ....

Daniel datang dengan membawa satu satu keranjang buah segar untuk Alexa, saat pria itu masuk ke kamar rawat inap VVIP Alexa. Gadis itu terlihat sedang tertidur, Daniel berdecak kesal saat melihat nampan yang masih belum tersentuh sama sekali.

Beberapa saat kemudian, Alexa terbangun dari tidurnya. Perutnya terasa sangat lapar dan perih, gadis itu ingin makan. Alexa mengerjap-ngerjapkan matanya, ia melihat sosok Daniel yang tengah duduk di sofa.

"Kak Daniel kapan datang? Kenapa tidak bangunin Alexa?" tanya Alexa sambil mengucek matanya.

Daniel bangkit dari sofa. "Baru saja, kamu sedang tertidur tadi pulas. Makanya kak Daniel tidak membangunkanmu," jawab Daniel ramah. "Kenapa kamu belum makan? Ini sudah lewat jam makan siang, Lex." Daniel melirik jam tangannya.

Mata Alexa memelas. "Alexa kelaparan dari tadi, tapi bagaimana caranya makan? Coba lihat kedua tangan Alexa," jawab Alexa sambil melirik ke tangannya.

Daniel melihat ke tangan Alexa, tangan sebelah kiri terdapat infus, sedangkan tangan sebelah kanan di balut perban. Daniel menghela napas dan membenarkan ucapan Alexa dalam hati.

"Biar kak Daniel suapi, ya?" Daniel bergegas melepas jas-nya, lalu ia meletakkannya di atas sofa.

Daniel segera menggulung lengan kemejanya supaya tidak kotor, setelah itu ia menghampiri Alexa. Pria itu duduk di atas ranjang Alexa, tepat di hadapan gadis itu untuk memudahkannya menyuapi Alexa.

"Terima kasih," ucap Alexa tiba-tiba.

"Terima kasih untuk apa?" tanya Daniel sambil menyendok nasi dari mangkuk.

"Karena sudah menyelamatkan Alexa dari kelaparan," ucapnya asal.

Daniel tersenyum lebar mendengar celotehan gadis itu, Pria itu menyuapkan nasi ke mulut Alexa. Daniel terlihat sangat telaten, benar-benar sangat perhatian.

"Ternyata ... makanan rumah sakit yang terkenal tidak enak dan hambar bisa terasa sangat enak kalau dimakan saat kelaparan dan dari tangan orang lain," ucap Alexa.

"Tolong beliin hamburger dan kentang goreng, Kak. Masa tiap hari harus makan bubur hambar terus? bubur hambar, sup gak ada rasa. Bisa kurus kering Alexa, kalau lama-lama tinggal di sini," keluhnya terus.

Daniel hanya tersenyum dan sabar sekali mendengar ocehan Alexa. Pria itu juga merasa sedikit terhibur dengan kecerewetan gadis itu.

Dari celah pintu yang tidak tertutup rapat, Indra tidak sengaja mengintip moment kedekatan antara Daniel dan putrinya. Lelaki itu hanya melihat dari kejauhan, ia menjauh sebentar karena tidak ingin mengganggu keakraban antara Alexa dan Daniel..

Selesai makan, Daniel mengelap bibir Alexa dengan menggunakan tisu setelah itu ia mengangkat nampan tersebut dan meletakkannya di atas meja.

Alexa berusaha bangun dari ranjangnya sambil memegang perutnya. "Akkkh–" Alexa memekik kesakitan.

"Kamu mau ke mana, Lex? Kata dokter, kamu belum boleh banyak bergerak," larang Daniel.

Mendengar suara kesakitan Alexa, Indra langsung masuk ke kamar putrinya. "Apa yang sedang terjadi? Mananya yang sakit?" tanya Indra kepada Alexa.

"Alexa cuma mau pergi ke kamar mandi," jawab Alexa.

"Tunggu sebentar, biar papa panggil suster dulu. Kamu belum boleh banyak bergerak. Biar suster yang akan membantumu!" tangan Indra hendak memencet bel.

"Tidak usah! Alexa bisa sendiri," tolaknya cepat sembari menurunkan kakinya.

Indra berdecak kesal. "Dasar keras kepala!"

Meskipun pria itu mengomel. Namun, ia tetap menuruti kemauan putrinya yang sangat keras kepala itu. Indra membantu membawa infus, sedangkan Daniel memapah Alexa menuju ke kamar mandi. Setelah Alexa masuk ke dalam kamar mandi, Indra dan Daniel menunggu di depan pintu kamar mandi.

"Ah .. Tidak! Bagaimana ini? ... kenapa harus datang di saat yang tidak tepat, sih?!" Alexa mengomel dari dalam kamar mandi.

Mendengar suara Alexa yang sedang mengomel dari dalam kamar mandi, Indra merasa khawatir kalau putrinya sedang dalam masalah. Indra langsung mengetuk pintu kamar mandi. "Alexa ... kamu kenapa?Apa kamu sedang kesulitan? Apa perlu papa panggil suster untuk membantumu?" tanyanya khawatir.

Indra melihat ke arah Daniel. Karena Alexa tidak merespon pertanyaannya, Indra mengetuk kembali pintu kamar mandi. "Alexa ..."

"Sebentar," sahut gadis berambut panjang itu dari dalam kamar mandi.

Beberapa saat kemudian, Alexa keluar dari kamar mandi dengan ekspresi wajah yang aneh.

"Apa terjadi sesuatu?" tanya Daniel sembari memegangi infus Alexa.

Alexa terlihat ragu-ragu untuk berbicara. "Mmm ... Itu, Alexa butuh itu," ucap Alexa tidak jelas.

Dahi Daniel mengernyit. "Kamu butuh apa? Cepat, katakan?!"

Alexa memutar bola matanya, gadis itu masih enggan untuk mengatakannya dan wajahnya memerah.

"Alexa! Cepat katakan! Apa yang kamu butuhkan? Kalau kamu tidak mengatakannya, bagaimana papa bisa tahu?!" Indra mulai kesal.

Alexa melirik ke arah Daniel, ia terlihat semakin ragu untuk mengatakannya. Gadis itu menunduk malu, ia mencoba memberanikan diri untuk mengatakannya. "Alexa butuh benda itu ... yang panjang dan ada sayapnya," ucapnya lirih.

"Panjang? Ada sayapnya," ucap Indra.

Kedua pria itu terlihat memeras otak. Namun, akhirnya mereka mengerti, barang apa yang dibutuhkan Alexa. Kedua lelaki itu berdeham, Daniel menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal.

***

Hari ke-3 di rumah sakit.

Alexa terus saja menatap Hp-nya, berkali-kali ia mengecek kotak masuk emailnya. Ia juga berkali-kali mengecek social app-nya, gadis itu sedang menunggu balasan pesan dari Eric. Namun, tidak ada satu pun balasan yang ia terima dan Alexa merasa sangat kecewa.

Mata Alexa berkaca-kaca, wajahnya terlihat sangat sedih dan hidungnya memerah karena menahan tangis. "Kenapa pesanku sama sekali tidak dibalas? Apakah terlalu sulit kak Eric untuk membalas 1 pesan dariku?" Alexa mendongakkan kepalanya ke atas supaya air matanya tidak terjatuh.

"Kamu sedang apa, Lex?" Daniel tiba-tiba masuk ke dalam kamar perawatan Alexa.

Alexa bergegas mengusap matanya agar Daniel tidak tahu kalau dirinya sedang menangis. "A–ah ... mata Alexa perih karena kemasukan debu," bohongnya sembari mengucek-ucek matanya.

Daniel menghampiri Alexa, pria itu memegangi tangan Alexa untuk menghentikan gadis itu mengucek matanya. Hanya dengan sekali melihat saja, Daniel bisa tahu kalau gadis itu membohonginya.

Daniel mengambil hp Alexa lalu melihat semua pesan yang gadis itu kirimkan untuk Eric yang ternyata tidak mendapat satu pun balasan. "Bodoh! Kalau kamu mau menangis, menangis saja. Jangan ditahan," ucap Daniel sembari mengusap pipi Alexa lembut.

"Enggak, kok. Alexa tidak mau menangis," bohongnya lagi. "Kak ... temenin Alexa jalan-jalan, yuk." Alexa mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Jalan-jalan ke mana? Sebentar lagi 'kan waktunya dokter melakukan pemeriksaan! Bagaimana kalau setelah pemeriksaan saja," ucap Daniel.

Wajah Alexa memelas. "Cuma sebentar aja, kok. Alexa bosan di kamar terus! Kalau nunggu setelah pemeriksaan, kelamaan. Ayo dong, Kak." gadis itu terus mendesak Daniel.

Daniel menghela napas, ia tidak tega menolak permintaan gadis itu. "Baiklah, tapi janji Cuma sebentar saja."

Alexa mengangguk penuh semangat ...

"Hati-hati jalannya," ucap Daniel sambil menjaga Alexa dari samping.

"Iya ... tenang saja," ucap Alexa.

Saat Alexa dan Daniel berjalan di lorong rumah sakit yang menghubungkan langsung dengan ruang UGD, mereka berpapasan dengan Indra.

"Alexa! Kamu mau ke mana?" tanya Indra saat melihat Alexa dan Daniel.

"Selamat siang, Om. Daniel sedang mengantar Alexa jalan-jalan supaya tidak merasa bosan berada si kamar terus. Oh iya, Om Indra mau ikut?" Daniel mengajak Indra turut serta.

"Baiklah," jawab Indra singkat, lalu ketiganya hendak berjalan menyusuri lorong dan berjalan melewati UGD dan hendak menuju ke taman

Namun, baru beberapa langkah. Kaki Alexa tiba-tiba terhenti saat mendengar suara keributan dari ruangan UGD. Mata Alexa terpaku pada sosok seorang wanita yang usianya sekitar 45 tahunan yang sedang menggendong seorang anak laki-laki berusia sekitar 5 tahun.

Baju wanita itu terlihat lusuh dan terlihat sobek di beberapa bagian lengannya. Alas kakinya terlihat sudah sangat tipis, terlihat sekali kalau wanita itu sedang mengalami kesulitan ekonomi.

"Saya mohon! Tolong cucu saya, dia demam tinggi dan kejang-kejang. saya janji akan segera membayar uang depositnya." wanita itu menangis histeris.

"Ini sudah menjadi kebijakan dari pihak rumah sakit. Ibu harus membayar deposit sebesar 5 juta dulu, baru setelah itu kami bisa menangani cucu ibu," ucap seorang staff rumah sakit tak mau kalah.

"Alexa .... Ayo kita pergi! Itu bukan urusan kita," ajak Indra.

Alexa bergeming. Matanya terus saja terpaku kepada wanita itu, gadis itu merasa sangat iba melihat wanita itu. Mata Alexa berkaca-kaca, rongga dadanya terasa sangat sesak menyaksikan kejadian itu terjadi di depan matanya.

"Sekarang saya tidak mempunyai uang sebesar itu, tapi saya janji secepatnya saya akan bayar. Saya akan bekerja keras untuk membayar semua uang itu, tapi saya mohon obati cucu saya dulu." Wanita itu terus memohon sambil menangis.

Staff itu tidak mau memberi keringanan kepada wanita itu. Ia bersikap sangat arogan dan memanggil seorang security. "Tolong usir wanita ini," suruhnya.

Seorang security langsung menarik lengan wanita itu dengan kasar. Namun, wanita itu semakin memberontak bahkan berlutut supaya mereka mau menyelamatkan nyawa cucunya.

Hati Alexa bergetar hebat, gadis itu memandang di sekelilingnya. Banyak orang disana dan ada beberapa dokter juga, tapi mereka hanya menonton saja dan tidak melakukan apa-apa.

Apa karena wanita itu orang miskin yang tidak mempunyai uang, makanya tidak ada satu pun orang yang mau perduli meski nyawa seorang anak kecil yang menjadi taruhannya? Apakah uang lebih berharga dari pada nyawa? Lantas, apakah ada orang yang mau membantu wanita itu?

Tidak! Tidak ada satu pun orang yang mau membantu atau mau membela wanita itu.

Tangan Alexa mengepal, ia tidak sudah tidak bisa menahan emosinya lagi. "APA KALIAN SUDAH GILA!! Ada seorang anak yang sedang sekarat di depan mata kalian! Dan kalian lebih mementingkan uang dari pada menyelamatkan nyawa seorang anak?!" Alexa berteriak penuh emosi di hadapan semua orang.

To be continued.