"Aku sudah lama memperhatikanmu, dan aku menyukaimu," ucap Diko lembut sambil menatap wajah Gladis yang menatapnya.
Gladis masih diam terpaku, ia tak menyangka mendengar ucapan itu dari mulut abang iparnya malam ini, karena yang Gladis tahu Diko terlihat sangat menyayangi Gita kakaknya
"Apa kamu mau menjalin hubungan denganku?" Tanya Diko sambil membelai wajah Gladis lembut.
Gladis terlena akan wajah tampan Diko yang saat ini tepat didepan matanya, tidak salah Gladis menyukai Diko, karena memang Diko sungguh mempesona.
Wajahnya yang bersih, hidung mancung, garis wajah yang tegas, bibir merah hati yang menggoda, membuat Gladis tak bisa mengatakan apa-apa, saking terpana pesona abang iparnya ini.
"Gladis," panggil Diko lembut, kali ini ia mengelus kedua pundak Gladis
Gladis mengangguk seraya tersenyum, wanita mana yang bisa menolak laki-laki yang memang sejak lama dikaguminya, ya.. Gladis mengagumi Diko sejak sebulan ia tinggal di rumah ini.
Diko membalas senyuman Gladis, Senyuman kemenangan di hati mereka berdua karena, pernyataan cinta itu disambut dengan baik oleh keduanya.
Diko memeluk Gladis mesra, dan membawanya duduk di tepi ranjang yang biasa Gladis tiduri tiap malamnya, dan tentu mengikuti ajakan Diko, wanita mana yang bisa menolak apabila diperlakukan dengan lembut oleh lelaki tampan yang telah membuatnya jatuh cinta.
Dengan lembut dan manja Diko kembali menempelkan bibirnya ke bibir mungil Gladis yang lembab, dan mengecupnya dengan lembut, Gladis pasrah karena ia memang menginginkannya sejak lama, tapi Gladis masih tak menyangka jika ciuman ini benar terjadi malam ini.
Bibir mereka masih menyatu, Diko merasakan dan memanjakan bibir Gladis, Diko seperti tak ingin melepaskan penyatuan ini, tapi Gladis segera menjauhkan wajahnya dan menghirup udara, karena kehabisan nafas.
"Maaf, aku bikin kamu sesak nafas ya?" ucap Diko membelai lembut rambut Gladis.
Namun sepertinya Diko belum puas akan bibir merah Gladis, Diko terus memandangnya dan kali ini Diko meraih pipi Gladis, jelas saja ini membuat bulu kuduk Gladis berdiri apalagi saat Diko mengalihkan usapan ke telinga Gladis dengan indra perasanya, dan menimbulkan sensasi aneh namun indah, Diko sangat menikmati aroma rambut Gladis yang menutupi sebagian daun telinganya.
Tak bisa dipungkiri Gladis terhanyut oleh sentuhan manja nan lembut bibir Diko yang menyapu lembut bagian wajah dan telinganya, 'perasaan ini yang aku mau, aku seperti melayang, dan seluruh tubuhku terasa panas, seakan memberikan sinyal kalau aku ingin merasakan kenikmatan yang lebih dari ini,' desah Gladis di dalam hati.
Sebagai lelaki, Diko paham betul akan pergerakan tubuh wanita disampingnya ini, tubuh ini sudah ingin merasakan sentuhan-sentuhan yang lebih liar lagi, tanpa ragu Diko menciumi setiap inci leher Gladis dengan nafsu kelelakiannya, namun tetap dengan perlakuan lembut.
"Eugghh.." sebuah desahan lolos dari bibir Gladis, menyiratkan kalau ia sangat menyukai apa yang dilakukan Diko padanya.
Diko semakin liar, ia tak ingin wanita di depannya ini kecewa, ia merespon sinyal yang diberikan tubuh Gladis, tanpa disadari dress tipis yang dikenakan Gladis telah terbuka kancing bagian depannya, sehingga memperlihatkan jelas dada padat dan ranum Gladis yang tadinya bersembunyi di balik kain tipis itu.
"Sempurna, milikmu indah sekali," Diko takjub melihat dua gunung kembar yang sudah menantangnya itu.
"Abang," ucap Gladis pelan merasa malu, karena ini pertama kalinya Diko melihat aset indahnya itu.
"Tidak usah malu, bukankah dia memang sudah lama ingin aku manjakan," goda Diko sambil menyingkirkan tangan Gladis yang menutupi aset indah itu.
Gladis tak sanggup menolak pesona Diko, lagipula Gladis memang juga sudah lama menginginkan ini, selama ini ia hanya membayangkan dan memendam keinginannya, dan kali ini ia akan merasakan kenikmatan yang sesungguhnya, Gladis tak sabar menunggu Abang iparnya untuk melakukan yang lebih lagi.
'Glek..' Diko menelan salivanya, sama dengan Gladis, ia pun sudah tak sabar ingin melahap dua gundukan daging kenyal didepan matanya ini. Diko menciumi dada Gladis dengan perlahan, aroma bunga dari lotion Gladis terasa nyaman di hidung Diko, membuatnya semakin terlena dan semakin liar menikmati keindahan di depan matanya ini.
Hangat, itu yang dirasakan oleh Gladis saat mulut Diko mulai melahap daging coklat di puncak gunung kembarnya, Diko semakin menikmati kenyal dan mulusnya gunung kembar milik Gladis, apalagi gadis itu sangat pandai membusungkan dadanya, agar Diko lebih leluasa melakukannya.
Asyik mengulum dan menghisap aset kenyal itu, tangan Diko juga ikut bekerja meremas lembut dan memilin-milin satu aset sebelahnya, Diko merasa puas karena bukit kembar milik Gladis memiliki ukuran yang jauh lebih besar dari milik Gita, istrinya.
'Eeughhh..' Lenguh Gladis saat merasakan kuluman pada puncak buah dadanya, matanya terpejam merasakan sensasi nikmat yang diberikan Diko.
Diko semakin asyik dengan aksinya, menikmati tubuh indah nan molek Gladis dengan nafsu kelelakiannya, dan perlahan mata Gladis terbuka, mungkin ia tak tahan atas kenikmatan yang Diko berikan.
"Akhhh...ahhh.. bang Diko" desah Gladis pelan.
"Nikmati Gladis, aku akan memberimu sesuatu yang indah, yang sudah lama kamu nantikan!" Suruh Diko yang masih mengecup dada Gladis.
"Aahh.. bang Diko," Gladis tak bisa memungkiri meskipun mulutnya ingin menolak tapi tubuhnya ingin merasakan lebih, benar yang diucapkan Diko, kalau ia sudah lama menantikan hal ini.
"Aku menyukaimu Gladis, dan aku juga sudah mulai menyayangimu," Diko semakin liar menjamah tubuh Gladis yang pasrah akan perlakuannya, Gladis terlihat sangat menikmati setiap sentuhan yang Diko berikan.
Gladis terpejam menikmati setiap belaian lembut yang menyerangnya malam ini, dan mulutnya sesekali melenguh mengeluarkan desahan nikmat yang dirasakannya.
Dan sebentar lagi tibalah pada apa yang mereka berdua inginkan, "kamu juga menginginkannya kan?" Tanya Diko dengan tatapan yang penuh nafsu.
Gladis mengangguk, tanda ia setuju dengan ucapan Diko, maka tanpa ragu dan dengan lembut serta hati-hati Diko menembus mahkota indah milik Gladis yang sudah basah sejak tadi.
"Akkkhhh….sakit bang," rintih Gladis pelan.
"Itu hanya sebentar saja, sebentar lagi akan menjadi nikmat," Diko menenangkan sambil mencium leher Gladis.
"Aww.. .masih sakit," Gladis kembali merintih saat keperawanannya berusaha diterobos oleh milik Diko.
"Tenang, ini Abang pelan-pelan," bujuk Diko kemudian melumat bibir indah Gladis.
Gladis terpejam menahan rasa sakit itu, hingga ia menggigit bibirnya sendiri, tentu itu membuat hasrat Diko semakin memuncak dan membuat rudalnya semakin berani melepaskan pelurunya.
Ini keberuntungan bagi Diko, mendapatkan keperawanan adik iparnya tanpa paksaan sedikitpun, malah kini Gladis mulai menikmati gerakan maju mundur perlahannya, Diko belum bisa melakukannya dengan cepat, karena ia paham apa yang Gladis rasakan, karena ini pertama bagi Gladis.
Teriakan Diko dan Gladis terdengar bersahutan, diiringi desahan-desahan yang menggema di setiap sisi kamar ini. Keringat membasahi tubuh Diko dan Gladis, kipas angin itu jelas tak mampu menghilangkan peluh kedua insan yang sedang bercumbu hangat, kini keduanya terkulai lemas di atas ranjang itu
Diko merasa senang hari ini, dimana ia bisa mendapatkan gadis yang masih perawan, meskipun gadis itu tak lain adik istrinya sendiri, namun nafsu sudah menguasai keduanya, hingga tak memikirkan lagi apa hubungan antara mereka.
Diko terlelap setelah melepas hasrat kenikmatan, sementara Gladis masih memandangi wajah tampan suami kakaknya itu, Gladis merasa bahagia dan menang, akhirnya ia bisa merasakan apa yang dimiliki oleh Gita, sejak lama Gladis memang menyukai Diko, dan rasa suka, serta cinta itu semakin bersemi di hatinya, jadi Gladis tak mungkin menolak keinginan Diko, karena ia juga menginginkannya.
"Akhirnya apa yang kakak miliki, kini bisa ku miliki juga, jangan salahkan aku, karena cinta itu datang sendiri," Gladis merebahkan kepalanya di dada bidang Diko yang masih polos tanpa pakaian.