Renata terus meneteskan air mata. Entah air mata kebahagiaan atau air mata kehilangan, hanya samar-samat terlihat. Ia paham benar kondisi Bayu yang berangsur membaik, paska operasi tulang hidungnya patut untuk disyukuri. Namun, ada hal yang membelenggu hatinya, cepat atau lambat Bayu akan pergi darinya. Ini sulit, tapi memang jalannya.
Aya terjaga sepanjang malam di rumah sakit, tidak ada niatan untuk memejamkan mata biar hanya beberapa menit saja. berdiri di tepi jendela ruang rawat Bayu, terus mengawasi kakaknya dari luar. Doanya terus terucap sekalipun ia paham operasi kakaknya berjalan lancar, nuraninya tidak bisa dibohongi, ada rahasia besar yang akan terungkap.
"Mbak Renata, saya sudah mendonorkan darah saya untuk Bayu, sekarang pahamkan jika Bayu tidak dapat hidup tanpa saya." Wanita itu terus mengulas, jika tanpa dirinya Bayu tidak bisa melewati operasi dengan lancar.
"Cukup, ini bukan saatnya untuk berdebat," sahut Renata menatapnya tajam.