Venesia, 21 Januari 2000
Langkah kaki yang memburu di belakangnya membuat gadis cantik berambut panjang itu terus berlari. Tak dipedulikannya ranting-ranting tajam yang patah mengenai kulitnya, dia terus menembus gelapnya malam tanpa memedulikan apa pun di sekitarnya.
Luka yang mengenai kulitnya beregenerasi dengan cepat, menutup kembali kulit seakan tak pernah ada sesuatu apa pun yang pernah menyentuh kulit pucat miliknya.
"Tangkap gadis itu! Jika dia berhasil meloloskan diri, maka Ankhra akan memenggal kepala kita semua dan membuat kita menjadi abu!"
Sepasang mata berwarna merah bersinar di dalam kegelapan, dengan cepat tubuhnya melesat ke atas, bersembunyi di antara pepohonan.
Liana merasakan udara berembus di belakangnya, diusapnya tengkuk leher lalu menoleh.
"Kau?"
"Kejutan!"
"James!" seru Liana kesal.
Laki-laki yang berada tepat di belakangnya adalah kekasih yang telah menemaninya selama beratus-ratus tahun lamanya.
Lelaki tampan berwajah pucat sama seperti dirinya, dengan rambut berwarna pirang keemasan, dan fitur wajah yang begitu tegas serupa lukisan, membuat James terlihat begitu menawan seperti seorang bangsawan.
James dengan capet menarik pinggang Liana dan melemparkan tubuh Liana dalam dekapannya. Kepalanya menyentuh dada bidang James.
"Apa harus seperti ini?" tanya James.
"Lalu, seperti apa? Jika aku tak melarikan diri, iblis itu akan mendapatkan yang diinginkannya," jawab Liana lirih.
Seandainya bisa, dia tak ingin terus menerus melarikan diri. Puluhan tahun, dia dan James melarikan diri dari satu tempat ke tempat lainnya. Ankhra memburunya seperti sedang memburu seorang penjahat, tak pernah memberinya kesempatan untuk menetap di suatu tempat dengan rasa aman.
"Kau berencana melarikan diri tanpa diriku? Kau anggap apa diriku, Liana? Aku selalu bersamamu selama ini, kau ingat sumpahmu saat aku mengatakan jika aku akan menyerahkan kehidupanku padamu. Kau tak akan pernah bisa meninggalkanku!"
Kilatan kemarahan terlihat begitu jelas dari kedua mata berwarna biru milik James.
Liana tak tahu apa dia harus tertawa atau bersedih ketika mendengar ucapan James barusan. Dia masih ingat, sumpah yang diucapkannya ketika James memilih untuk meninggalkan kehidupannya dengan satu syarat; bersama untuk selamanya!
Liana mengusap dengan kasar wajahnya, rambut panjangnya menari tertiup angin, warna hitam di rambutnya begitu legam, segelap langit malam saat itu.
"Jika kau mau, maka ikutlah denganku. Aku harus melakukannya, selama aku masih berada di sekitar sini, penguasa haus darah itu akan terus mengejarku sampai ke manapun. Aku tak ingin meninggalkanmu, James. Tetapi jika kau bersamaku, maka cepat atau lambat kau akan menemukan kematianmu. Aku—"
"Menemui ajal, asal bersamamu, adalah sebuah kehormatan bagiku," jawab James memotong kalimat Liana.
Gadis itu yang menginginkannya lebih dulu.
Gadis itu yang mengubahnya, saat dia hendak menemui kematian dan memasrahkan diri seutuhnya untuk meregang nyawa.
Gadis itu yang memberinya pilihan.
Dia juga yang memberikan sumpah sehidup semati!
Liana terdiam.
"Puluhan tahun, aku selalu bersamamu. Apa yang kau takutkan, Liana?" Suara James terdengar begitu dingin, sedingin tatapannya yang seolah mampu menembus tubuh Liana saat itu juga.
Liana mengangkat satu tangannya ke udara, lalu menempelkan ke arah pipi James.
"Darahku mengalir di dalam dirimu, apakah kau sadar, kau adalah bagian dari diriku, James? Sejauh apa pun kita terpisah, aku tetap bisa menemukanku. Tapi saat ini, aku tak ingin kau menemui kematianmu. Cukup aku yang menghadapi semuanya. Aku mencintaimu, selamanya!"
James belum menjawab, Liana menghilang dari pandangannya begitu cepat, meninggalkan dirinya dalam keheningan yang sangat panjang.
Gadis itu mampu meninggalkannya?
James mengepalkan kedua tangannya, dia masih bisa merasakan perasaan sakit itu meski tak sepeka dulu. Tapi cukup untuk membuat merasakan kembali seperti apa rasanya terluka.
Liana adalah tuannya.
Tuan, yang memberikannya kehidupan, meski dia sempat menolak pada awalnya.
Seandainya saja Ankhra tak pernah ada, mungkin dia dan Liana tak perlu berlari dan bersembunyi setiap saat. Ketua klan itu memang kejam, lelaki yang berusia ribuan tahun itu adalah paman kandung dari Liana. Tapi dia menginginkan Liana, karena darah murni yang dimiliki Liana sama berharganya dengan sebuah berlian bagi manusia!
James melesat turun ke tanah, para lelaki berjubah hitam dengan tudung yang menutupi wajah mereka terlihat bergerak ke arah di mana James berada.
"Ke mana gadis tadi! Dia selalu menyusahkan kita. Aku harus bisa membawanya kembali ke kastil!"
"Kalian mencarinya?" tanya James. Dia menampakkan dirinya, kedua bola mata itu tak lagi berwarna biru terang melainkan warna merah semerah darah, kilatan kemarahan muncul di kedua bola mata James, dengan senyumnya yang menakutkan dia berjalan beberapa langkah mendekati segerombolan pasukan yang dikirim Ankhra untuk menangkap Liana.
Gara-gara mereka, Liana terpaksa meninggalkannya!
Jadi, tak ada salahnya 'terpaksa' menghabisi mereka untuk kepuasan hatinya.
'Seratus, seribu, atau jutaan tahun, aku akan mencarimu, Liana. Malam ini, pergilah. Tapi ada saatnya kau harus kembali dan menyerahkan diri sepenuhnya padaku!'
"Kau?"
"Aku? Kalian tak mengenaliku?"
James menutup kedua matanya, aura dingin dan kejam menyelubungi sekelilingnya. Para laki-laki bertubuh besar dengan jubah hitam, bisa merasakan kekuatan itu begitu besar, membuat mereka tak mampu menggerakkan tubuh.
James melesat cepat, semua pergerakan seakan terhenti begitu saja, membuat James dengan leluasa bergerak.
"Di-dia!" sahut salah seorang yang masih tersisa. Betapa terkejut dan ketakutan ekspresi wajahnya, melihat  James dengan begitu buasnya melepas satu per satu kepala rombongan pasukan itu, lalu mereka menguap menjadi abu tanpa sisa.
"Giliranmu?"
Laki-laki itu terdiam dengan kedua mata melotot, ketika dirasanya tangan dan jari-jari James dengan ketat mengunci bagian kepalanya. Dalam sekali sentak, James melepas kepala dari tubuh laki-laki itu, dan tersenyum.
"Sekarang giliranmu."
James melirik melalui ekor matanya, suara berat seorang laki-laki berada di belakangnya. Tanpa mampu menghindar, laki-laki itu membuatnya kehilangan satu telinganya.
Saat itu, Liana berada di kubah Gereja St. John. Langit sudah gelap saat itu, dibiarkannya rambut panjang hitam miliknya dipermainkan angin malam. Siluet tubuhnya terlihat begitu menawan disinari oleh cahaya bulan yang menyorot langsung pada dirinya.
Sudah hari ke tujuh semenjak dia meninggalkan James.
Ada rasa sepi yang mengikutinya, kali pertama dia berpisah dengan James dengan cara yang sangat menyakitkan.
Selama ratusan tahun, dia memegang janjinya selalu bersama dengan laki-laki tampan berambut pirang itu.
"James, seandainya saja aku dan kau adalah manusia, mungkin kehidupan tak akan menjadi serumit ini. Meski memiliki kehidupan yang singkat, setidaknya kita tak perlu hidup dalam pelarian yang sangat panjang," sesal Liana.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Bagi yang telah membaca bab per bab novel ini, silakan tinggal review dan bintang limanya ya. Author akan sangat berterima kasih dengan kontribusi kakak-kakak tersayang :)