Baju lain dari ruang penyimpanan baju kerajaan pun diambil oleh perancang busana. Baju berwarna senada dengan baju yang sudah rusak parah itu sedikit tampak tidak mewah, seperti baju sebelumnya, namun mereka tidak ada pilihan lain. Jika tetap memaksakan untuk mengenakan pakaian itu, robekan yang diperbaiki akan sangat terlihat dan merusak kemewahan dari baju pernikahan yang sebelumnya.
"Ibu tidak mengerti apa yang sedang kau rasakan saat ini, namun ini adalah hari penting dan kau sudah menyetujuinya bukan?"
"Aku tidak pernah menyetujuinya."
"Tapi juga tidak pernah menolaknya, bukan?" ujar ibu sambil merapikan pakaian baru yang dikenakan oleh putranya.
Axel terdiam dengan ucapan ibunya, ia tidak bisa menolak karena tidak memiliki alasan apa pun. Jika alasannya adalah mencintai orang lain, ia juga tidak bisa menghadirkan orang lain itu ke hadapan kedua orang tuanya. Juga, jika memang ia mengungkapkan perasaannya dan orang yang ada di dalam hatinya, belum tentu kedua orang tuanya akan menyetujui. Ini seperti dilemma hati paling dalam untuk Axel, jadi ia memilih mengikuti rencana dari ayahnya.
Baju pernikahan yang baru sudah tampak sempurna dikenakan oleh Axel, ibunya pun tersenyum bahagia melihat putranya begitu gagah. Ia pun mengenakan topi kerajaan berhiaskan berlian kepada anaknya.
"Kau akan menjadi raja yang hebat setelah ini," ujar ibu tersenyum.
Axel kembali mengabaikan ibunya, ia melihat ke arah jendela dan melihat banyak orang yang berdatangan dengan kereta kuda. Kedatangan orang-orang tersebut menandakan jika acara akan segera dimulai, dan Axel harus bersiap di altar.
Tak lama, sang raja datang untuk melihat persiapan dari putranya. Ia memberikan senyuman hangat dan pancaran kebahagiaan karena sejauh ini Axel tidak menentang apa pun. Namun, ia sedikit kaget dan kesal karena pakaian yang dikenakan oleh anaknya berbeda dengan pakaian yang sudah disiapkan sebelumnya.
"Ke mana pakaian yang kemarin? Mengapa jadi mengenakan pakaian ini?" tanya raja.
"Sudahlah, baju ini juga kurang lebih sama dengan baju yang sebelumnya," jawab sang ratu. Ratu tidak ingin ada perdebatan menjelang acara, ia sangat tahu bagaimana suaminya dan juga anaknya. Walaupun Axel cenderung diam, tetapi ia bisa juga tersulut amarah dan meledak kapan saja, jika sudah begitu, bisa dipastikan mereka akan bersitegang bagaikan sedang di medan perang.
Raja yang kesal pun memilih untuk meninggalkan istri dan anaknya. Lebih penting baginya menyambut tamu yang datang.
*
Axel dan ibunya keluar dari kamar menuju ke altar, namun sebelum itu mereka berhenti di ruang raja. Ibu Axel kembali memperingatkan putranya tentang acara yang penting ini. Ia juga meminta Axel bertanggung jawab dengan keputusan yang sudah diambilnya.
"Ingat, ini bukan saatnya menunjukan protesmu. Kau sudah diberikan kesempatan untuk menolak selama sebulan, namun kau hanya hanyut dalam kesedihanmu, yang entah pada siapa kesedihan itu kau tuju," ujar ibu Axel.
"Tanpa ibu mengatakan itu aku sudah tahu. Pernikahan ini hanya untuk kalian, bukan untukku," jawab Axel.
"Setidaknya kau sudah tahu bagaimana aturan dalam semua kerajaan."
Axel tersenyum. "Baiklah, aku hanya tinggal tersenyum, mengucapkan janji, dan kembali ke kamarku."
Axel pun pergi menemui ayahnya yang sedang berbincang dengan anggota kerajaan lain yang menjadi tamu undangan. Walaupun hatinya masih benar-benar menolak, namun Axel bisa berakting seolah dirinya sedang bahagia. Inilah bagian terpahit berada di lingkungan kerajaan, dan menjadi bagian dari anggota kerajaan yang diandalkan.
Tapi, bagian lainnya yang menjadi sebuah kebanggaan adalah Axel selalu disanjung karena kegagahan, ketampanan, dan keberhasilannya yang selalu menang di medan perang, serta dapat memimpin pasukan dengan baik. Ia pun dieluh-eluhkan akan menjadi raja yang hebat sama seperti ayahnya yang sukses memimpin kerajaan.
*
Lama berbincang dengan tamu yang sudah datang. Penjaga gerbang kerajaan memberitahukan jika pengantin wanita sudah dekat. Prajurit yang ditugaskan untuk mengamankan acara pun meminta tamu undangan berada di posisi yang sudah di siapkan, yaitu di samping kiri dan kanan jalan berkarpetkan merah.
Axel diantarkan oleh ayah dan ibunya menuju ke altar untuk menyambut Charlotte.
Axel yang tadinya berusaha untuk tersenyum, dan berakting bahagia, tidak lagi bisa memancarkan senyumannya. Wajahnya berubah menjadi datar ketika pengantinnya semakin mendekati tempat acara.
Semua orang melihat, dan berbisik membicarakan sang pangeran, namun mereka hanya mengira jika Axel sangat gugup di acara pernikahannya.
"Ingat! Jaga sikapmu dalam acara ini," bisik ibu Alex.
"Senyumlah, Charlotte akan turun dari kereta kudanya," lanjut sang ayah.
Alex merasa tertekan dengan apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Akhirnya, ia yang berada di tengah-tengah ayah dan ibunya mengutarakan isi hati yang sudah terpendam. Apa yang diutarakannya itu pun membuat mata raja dan ratu langsung membelalakan mata mereka dan menatap serius ke arah sang putra mahkota.
"Aku tidak bisa melakukannya lagi."
Axel melangkahkan kakinya untuk berbalik.
*
Charlotte mendengarkan ayahnya yang sedang berbicara dengan raja dari Kerajaan Nirwana. Ia sudah tahu bagaimana kerajaan itu bertahta di negeri ini. Semua daerah dibawah kepemimpinan raja itu sangat sejahtera, dan mereka termasuk ke dalam kategori kerajaan yang sangat kaya. Charlotte membayangkan bagaimana kehidupannya jika dia masuk ke dalam Kerajaan Nirwana sebagai menantu raja.
"Kau menguping pembicaraan ayahmu?" Dari belakang sang ibu menegurnya yang sedang memperhatikan ayahnya dan juga raja dari Kerajaan Nirwana berbincang.
"Ti-tidak," elak Charlotte.
"Kau masih ingat, Axel? Bukankah kalian dulu sering bermain bersama?" tanya ibu Charlotte.
"Ya, aku masih mengingatnya, tapi aku tidak tertarik dengannya." Charlotte lalu pergi meninggalkan ruangan itu menuju ke kamarnya.
Sepanjang jalan menuju kamarnya, Charlotte hanya tersenyum mengingat tentang apa yang didengarnya tadi. Jika memang pernikahan itu terjadi, ia seperti menggapai impiannya untuk menikahi seseorang yang ia impikan. Ia sudah lama sekali mengagumi Axel, berharap ayahnya mau membuat sebuah kesepakatan sejak lama, dan sekarang semua itu terjadi.
Namun, Charlotte tidak mau terlihat menerima dan juga begitu menyukai Axel, ia tidak ingin menjadi wanita yang diremehkan oleh Axel. Charlotte ingin bertindak tegas dan menjual mahal, agar Axel tahu jika dia bukan putri yang gampang menerima lelaki.
"Kau sempat mengabaikanku ketika kita terakhir kali bertemu, Axel, dan sekarang karmamu telah datang. Aku akan kembali dan menjadi pendampingmu, kau pasti tidak akan bisa menolaknya lagi," ujar Charlotte.
Charlotte seperti sedang melancarkan aksi balas dendamnya kepada Axel. Ia tinggal bersiap mendengarkan pemberitahuan resmi dari ayahnya tentang pernikahan itu. Walaupun sebenarnya dia sudah tidak tahan lagi, dan ingin menanyakan langsung.
*
"Kau masih ingat Alex – putra dari Kerajaan Nirwana?" tanya ayah Charlotte.
"Ya, aku masih mengingatnya. Mengapa ayah menanyakan tentang dia kepadaku?" jawab Charlotte.
"Kau akan kunikahkan dengan dia. Kau juga sudah tahu bukan, bagaimana sejahteranya kerajaan itu?"
Charlotte berakting seolah dirinya belum mengetahui apa-apa tentang perjodohan ini. Dengan wajah datarnya ia melihat ayahnya yang duduk tepat di depannya.
Ibu Charlotte menambahkan cerita tentang Axel yang membuat putrinya mengingat bagaimana kedekatan mereka dulu ketika masih kecil. Mereka selalu main bersama ketika ada pertemuan atarkerajaan. Namun, Charlotte berusaha untuk tidak merasa senang di hadapan kedua orang tuanya itu.
Ayah-ibu Charlotte menegaskan jika pernikahan ini akan bagus untuk kehidupan putri mereka. Juga, ini adalah cara Charlotte berbakti kepada orang tuanya sebagai anak perempuan. "Cinta akan datang seiring berjalannya waktu." Begitulah yang dikatakan oleh raja Kerajaan Florin itu kepada putrinya.
'Saat ini pun aku sudah mencintainya, Ayah. Tidak, sejak kami masih kecil dulu, perasaanku sudah tumbuh untuknya,' gumam Charlotte dalam hatinya.
"Ayah tahu jika kau bisa mengambil hati raja dan ratu Nirwana. Dengan begitu, kau akan menjadi menantu kesayangan dan bisa mendapatkan apa saja dari mereka," ujar ayah Charlotte.
Charlotte terus terdiam ketika ayahnya berbicara. Diamnya bukan karena ketidaksetujuan atas perjodohan ini, tapi ia sedang merayakan kebahagiaannya di dalam hati.
*