Layaknya lift, di bagian depan terdapat garis vertikal. Dan benar saja, garis tegak tersebut terbuka dan memperlihatkan sebuah perumahan yang sangat lah aneh.
Gerakan refleks kedua orang itu sama yaitu sama-sama keluar dari benda seperti lift itu dan memijakkan kaki di tempat tersebut.
Nanta dan Friska berjalan beberapa langkah ke depan.
Brak....
Kedua orang itu dengan cepat langsung berbalik saat mendengar suara aneh dari belakang. Mulut Friska dibuat terbuka saat melihat benda seukuran lemari itu turun ke bawah tanah dan menghilang begitu saja. Bekas dari pijakan benda seperti lift itu juga nampak biasa seperti lantai di sekitarnya.
Mulut Friska benar benar dibuat bungkam dengan itu. Lalu perempuan itu mendongak ke atas. Langit cerah berawan. Perempuan berambut pendek itu kemudian menurunkan kepalanya dan menoleh ke arah sekelilingnya.
Rumah berjajar rapi, pohon berjajar rapi, jalan yang lurus membentang di depan dan belakangnya. Bukan hanya rapi, semua yang ada di sekelilingnya nampak sangatlah bersih. Udara pun dengan segarnya berhembus. Friska menarik nafasnya panjang, udara di sini rasanya tak ada debu satu partikel pun.
"Kenapa sama semua?" Terdengar pertanyaan dengan nada heran keluar dari mulut Nanta membuat Friska menoleh ke arah lelaki itu yang terlihat sedang mengamati sekelilingnya, sama dengan apa yang baru saja ia lakukan.
"Apanya?" tanya Friska dengan dahi yang berkerut.
Mata Nanta terarah pada Rumah yang berjajar rapi di sana. "Warna rumah, bentuk rumah, letak rumah." Kemudian pandangan Nanta beralih pada pepohonan-pepohonan yang ada tepat di depan rumah.
"Pohon, tanaman semuanya sama."
Friska mengikuti arah pandang Nanta. Matanya menangkap rumah berjajar yang sama. Sangat sama. Rasanya antara rumah satu dan yang lain dibuat dengan cara copy paste karena tak ada satu mili pun pembeda antara satu dengan yang lain. Perempuan itu menggaruk-garukan kepalanya yang tak gatal. Bisa-bisanya ia sampai tak sadar dengan hal itu.
"Iya, bener. Ko... Kok bisa?" tanya Friska dengan heran.
Nanta menaikkan bahunya. Kemudian lelaki itu berjalan menuju ke depan dengan pandangan yang terus aja mengamati keadaan sekitarnya.
"Rumah kita dimana, Nan?" Tanya Friska sembari mengikuti Nanta berjalan di depannya.
"Aku gak tahu."
"Kita kan udah bayar banyak, pasti salah satu dari banyak banget rumah ini, ada rumah kita," ucap Friska.
Nanta menoleh ke arah belakang, tatapan tak percaya ia tujukan kepada Friska. "Iya," jawab lelaki itu dengan sedikit kagum karena kali ini omongan Friska benar.
"Tapi dimana rumah kita." Friska melihat rumah yang berjajar rapi di sana dari ujung hingga ujung. "Rumahnya saja sama semua," lanjut Friska.
Nanta mengamati rumah yang ada di sana. Ia yakin pasti ada salah satu pembeda di antara rumah-rumah ini.
"Apa kita masuk asal aja, Nan. Mungkin kita bayar banyak buat sewa semua tempat ini," ucap Friska.
Nanta tak menanggapi omongan Friska dan lebih memilih untuk mengamati rumah-rumah yang ada di sana. Omongan Friska sama sekali tak membantu.
"Smart door," monolog Nanta sembari mendekat ke arah salah satu rumah yang ada di sana. Tentu perempuan yang sedang berpikir tentang arti smart door itu turut mengikuti Nanta.
Nanta melihat di pojok depan rumah ada sebuah kotak kecil. Setelah beberapa saat mengamatinya, lelaki itu kemudian langsung merogoh sakunya dan mengambil kartu yang diberi saat masuk ke dalam pulau tadi.
Setelah membolak-balikkan kartu tersebut, Nanta langsung menempelkan kartu tersebut ke kotak kecil yang ada di sana.
Tit....
Pintu tak terbuka membuat Nanta mendesah kecewa. Kemudian secara tak sengaja mata Nanta melihat ada sebuah nomor di atas alat yang tak ia ketahui itu.
"Tiga belas A," gumam Nanta sembari berpikir. Kemudian mata lelaki itu tertuju pada kartu yang sedang ia bawa. Ia membolak balikkan kartu tersebut dan saat diamati, mata Nanta tertuju pada momor yang ada di sana.
"Tujuh belas A."
"Apa yang tujuh belas, Nan?" Tanya Friska dengan bingung.
Tanpa menjawab ucapan dari Friska, lelaki dengan rambut yang sedikit gondrong itu langsung berjalan mencari rumah dengan nomor tujuh belas A seperti apa yang ada di kartu akses ini.
Friska berdecak saat melihat Nanta yang tak menjawab pertanyaannya dan sekarang malah berjalan meninggalkannya. Dengan kesal pun Friska langsung berjalan kembali mengikuti Nanta dengan otak yang sedang berpikir keras, belum juga ia mengetahui apa arti smart door, namun Nanta sudah lebih membuatnya bingung kembali dengan istilah angka-angka tak jelas.
Cit... Cit....
"Waa?!" Friska langsung menyusul Nanta yang ada di depannya dan langsung memeluk lelaki itu dengan erat.
"Kenapa?" tanya Nanta dengan terkejut saat melihat Friska tiba-tiba memeluknya.
"A... Ada apa...itu," ucap Friska bergetar ketakutan.
"Apa sih?" tanya Nanta lagi.
Kepala Friska yang menempel di lengan Nanta itu menggeleng. "It... Itu di belakang, aku kayaknya diikutin... setan."
Karena ada Friska yang memeluk erat tubuhnya, dengan susah payah Nanta menoleh ke belakang. Matanya tak melihat ada apa apa di sana.
"Gak ada apa-apa."
"Tadi ada suara."
Nanta berdecak. Kemudian dengan paksa ia berusaha melepaskan tubuh Friska yang ada di tubuhnya. "Udah lepasin."
Walau Nanta sudah melepaskan pelukannya di tubuh lelaki tersebut, tapi Friska yang ketakutan itu tetap memeluk lengan Nanta dengan erat.
Langkah Nanta dan Friska bergerak maju beberapa langkah.
Cit... Cit....
Nanta dan Friska yang mendengar suara itu pun sontak menoleh ke belakang.
Kedua pasang mata itu melihat sebuah benda aneh di belakang mereka. Bukan mereka, lebih tepatnya hanya Nanta saja, karena Friska menutup kedua matanya dengan tangan yang bergetar.
Nanta berjongkok saat melihat sebuah benda bulat yang memiliki diameter sekitar 25 cm di bawah tanah dan juga dengan tebal yang hanya sekitar 5 cm.
Floor Cleaner.
Nanta membaca dua kata tersebut di ujung benda tersebut. Jika memang benar itu adalah benda pembersih lantai, tapi kenapa ada di luar rumah? Nanta kembali mengamati benda tersebut, dan melihat ada sebuah gambar telapak kaki kecil di sana.
Nanta beranjak berdiri. "Coba kamu jalan maju," perintah lelaki itu pada Friska.
Friska hanya diam tak bergerak. Bahkan tangan perempuan itu belum bergerak dan masih menutupi matanya.
"Udah sih, buka tangan kamu. Gak ada apa-apa. Cepetan coba kamu maju."
Friska menggelengkan kepalanya ketakutan.
"Dari pada aku tinggal pergi."
"Kamu yang jelas bisa gak sih? Tadi smart door apaan aku masih bingung, kode kode 17 A apalagi. Ini kenapa aku disuruh maju lagi? Aku bingung tahu gak?!" Teriak Friska ketakutan ditambah rasa bingung.
"Maju," ucap Nanta dengan serius membuat Friska dengan pelan melangkahkan kakinya maju ke depan. Sesuai dengan dugaan Nanta, benda tersebut maju mengikuti langkah kaki Friska.
"Alat pembersih jejak kaki?" gumam Nanta bertanya-tanya, ia benar bener masih tak mengerti dengan konsep alat yang ada di hadapannya.
"Nan, udah mendingan kita cari rumah kita cepet-cepet dan tinggalin setan yang ada di belakang aku," ucap Friska dengan nada panik.
Tapi Nanta malah dibuat tertawa kecil saat melihat Friska yang dengan lucunya membuka celah di antara jari-jari tangannya seolah-olah Friska sedang mengintip.
Nanta kemudian mengangguk. Ia menggandeng Friska dan menuntun perempuan itu untuk berjalan menuju ke rumah yang mereka cari. 17A.
Tak lama kemudian Nanta telah menemukan rumah yang sama dengan yang lain, namun dengan nomor yang berbeda. 17A. Lelaki itu kemudian menempelkan kartu itu ke sebuah kotak kecil dan detik selanjutnya pintu gerbang yang tingginya hanya sekitar satu setengah meter berwarna putih itu terbuka dengan otomatis.
Nanta membawa Friska yang masih menutup matanya itu masuk ke dalam halaman rumah itu. Langkah kaki Nanta berpijak ke dalam halaman rumah itu, diikuti oleh Friska.
"Hah." Begitu terkejutnya Nanta saat melihat lampu yang ada di rumah itu menyala terang seolah ada sensor yang mendeteksi kehadiran mereka.
Sesaat Nanta diam bertanya-tanya. Tapi beberapa saat kemudian Nanta menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha untuk buyar dari rasa terkejutnya. Lalu lelaki itu langsung berjalan kembali masuk ke dalam rumah. Baru beberapa langkah berjalan, Nanta kembali dibuat terkejut saat ada sebuah benda asing mendatanginya. Benda berbentuk tabung yang tingginya hanya satu meter, tapi tunggu... Benda tersebut bergerak ke atas menyesuaikan dengan tinggi badannya saat ini.
Nanta sontak memejamkan matanya saat sebuah sinar merah kebiru-biruan menyala dari benda tersebut dan menyusuri tubuhnya. Saat lelaki itu tak merasakan apa-apa di tubuhnya ia pun langsung membuka matanya, dan benda tabung berdiameter sekitar 10 cm itu tak lagi ada di hadapannya melainkan ada di hadapan Friska. Ia melihat jika sinar berwarna biru kemerah-merahan menyusuri dari atas hingga bawah tubuh Friska. Tentu perempuan itu hanya diam saja karena mata Friska masih setia ditutupi dengan kedua tangannya. Itu hanya berlangsung beberapa detik, benda itu kemudian langsung pergi dari hadapan Friska menuju ke pojok tembok yang ada di sana berkamuflase menyesuaikan warna tembok seperti seekor bunglon.
"Tempat apa ini?" gumam Nanta dengan bingung.
"Ini tempat banyak setannya, mending kita pulang aja ya."