"Ruangan itu mungkin terlarang bagi kamu, bukan aku."
Wajah Friska langsung berubah panik saat mendengar ucapan Nanta. "Maksud kamu apa?" tanya Friska.
Nanta menarik tangan Friska untuk menuju ke pintu yang sebelumnya tak bisa ia buka dengan sidik jarinya. Dengan paksa ia menempelkan ibu jari sahabat perempuannya itu ke holder pintu tersebut. Sedetik kemudian pintu langsung terbuka membuat Friska terkejut.
"Masuk," pinta Nanta.
Perempuan itu menatap Nanta dengan takut. Kepalanya ia gelengkan pertanda penolakan. "Aku takut," lirih Friska.
Nanta membuka pintu tersebut dari luar membuat seisi kamar terlihat dari luar. "Aku liatin dari luar, cepetan masuk," ucap Nanta memaksa.
"Aku gak-"
Nanta menarik tangan Friska dan mendorong tubuh Friska ke dalam kamar tersebut. Tubuh perempuan itu sudah sepenuhnya masuk ke dalam. Tak ada tanda-tanda suara alarm darurat berbunyi selama beberapa saat membuat Nanta sedikit paham akan sesuatu hal.
"Nanta, kamu masuk ih, aku takut kalau nanti ada apa-apa," ucap Friska sembari menghentak-hentakkan kakinya sebal. Bahkan karena saking takutnya Friska tak berani untuk menghadapkan ke belakang, Friska menatap lurus ke arah luar, ke arah Nanta lebih tepatnya.
"Gak ada apa-apa, aku ke kamar sebelah oke?" jawab Nanta.
Friska menggelengkan kepalanya dengan cepat. Kemudian secepat kilat perempuan itu langsung keluar dari kamar itu. Tapi karena Nanta telah membaca pergerakan dari Friska, ia pun langsung menghalangi pintu tersebut menggunakan tangannya agar Friska tak dapat keluar dari ruangan yang sepertinya memang diperuntukkan untuknya.
"Ih, Nanta.... Aku mau keluar?!" Sentak Friska dengan kerasnya sembari berusaha menyingkirkan tangan Nanta agar tak menghalanginya.
Melihat Friska yang semakin memberontak, Nanta pun langsung mendorong tubuh Friska lebih kuat lagi hingga membuat tangannya tak sengaja masuk ke dalam ruangan itu. Selang beberapa detik terdengar kembali suara alarm seperti tadi. Friska dan Nanta yang panik itu langsung keluar dari kamar tersebut. Lain dengan Nanta, lelaki itu hanya mengeluarkan tangannya saja.
"Ada apa lagi sih?" tanya Friska dengan wajah yang sangat takut.
"Lihat kan? Kalau kamu masuk sendiri gak akan ada apa-apa, tapi kalau aku ikut masuk alarm-nya bunyi."
Friska mengerutkan keningnya. "Hah? Maksud kamu apa?"
Nanta masuk ke dalam kamar yang beberapa saat berbunyi itu. Bersamaan dengan Nanta masuk, suara alarm tadi ikut terdengar dengan nyaringnya. Namun beberapa saat kemudian Nanta langsung keluar, dan alarm pun ikut diam juga.
"Lihat kan?" tanya Nanta.
Friska menganggukkan kepalanya. Otaknya yang hanya mempunyai memori sedikit itu sudah mengerti dengan apa yang dilakukan lelaki itu. Ekspresi wajahnya langsung berubah menjadi takut saat mengetahui jikalau ia nantinya akan tidur sendiri, ia sangat merasa takut. Ia lalu menoleh ke arah Nanta. "Aku takut, Nan."
"Udahlah, anggap aja rumah sendiri."
Friska menggelengkan kepalanya pelan dengan wajah sedihnya. "Aku gak bisa."
"Masuk, istirahat. Pasti capek kan?"
Perempuan itu mengangguk dengan wajah yang masih sangat murung.
"Ya udah makannya masuk. Aku juga bakal masuk ke kamar itu," ucap Nanta sembari menunjuk kamar sebelah dengan dagunya.
Friska akhirnya hanya bisa mengangguk. Sedangkan Nanta yang melihat anggukan dari Friska itu langsung berjalan menuju ke kamar yang ada di sebelah.
Friska yang melihat Nanta telah pergi itu hanya bisa menghembuskan nafasnya kesal dan langsung masuk ke dalam kamarnya.
Pandangan pertama kali yang Friska lihat adalah tempat itu sangat bersih, seperti tempat-tempat lain yang ada di sini. Semua tertata sangatlah rapi dan sangat bersih.
Perempuan itu kemudian langsung duduk di kasur berwarna putih yang ada di sana. Beberapa saat kemudian, pintu kamar yang sekarang masih terbuka itu tiba-tiba menutup dengan sendirinya membuat Friska langsung terperanjat kaget. Mata Friska refleks langsung tertutup saat mendengar suara pintu tersebut. Namun karena ingin melihat apa yang terjadi, Friska pun dengan perlahan membuka matanya, tak ada apa-apa di sekitar pintu tersebut.
"Huh... tenang aja, gak akan ada apa-apa," monolog Friska sembari menarik nafas dan menghembuskannya pelan, berharap itu akan menghilangkan rasa takut yang menghinggapinya.
Namun walau begitu, Friska masih saja tetap merasa takut, perempuan itu langsung saja melepaskan sepatunya dan segera berbaring dengan tubuhnya yang mendekap guling berwarna putih itu dengan erat.
Kaki Friska yang merasa kedinginan itu bergerak ke sana ke mari mencari keberadaan selimut, namun sepertinya perempuan itu tak menemukan adanya selimut di sana.
"Ih, ini mana sih selimutnya, mana dingin banget, masak kamar mewah kayak gini lupa menyediakan selimut," gerutu Friska kesal. Kemudian perempuan itu hendak beranjak duduk, namun hal itu ia urungkan karena tiba-tiba selimut menyelimuti kakinya membuat ia terkejut. Jujur ia benar-benar terkejut dengan hal tersebut, namun karena Friska sangat kedinginan ia pun tetap menarik selimut tebal tersebut sampai ke atas kepalanya untuk menutupi pandangannya agar ia tak dapat melihat apa-apa, sekaligus untuk bersembunyi jikalau ada setan yang mencarinya. Melupakan fakta membingungkan dimana selimut itu berasal.
***
Tit ... Tit ...
Suara alarm berbunyi nyaring di pagi hari membuat seseorang yang sedang tertidur pulas di atas ranjang king size itu berdecak sebal karena suara nyaring yang mengusik tidur pulasnya itu. Karena suara yang tak kunjung diam juga, akhirnya Friska langsung bangun sembari mengeliatkan tubuhnya. Saat ia bangun ia menatap kakinya, pandangannya beralih ke kiri ke kanan melihat seisi kasur king size yang sedang ia gunakan itu. Ia mencari selimut, semalam ia sangat ingat jika ia tertidur menggunakan selimut, namun entah mengapa sekarang Friska terbangun tanpa ada selimut di sana.
Belum selesai dengan masalah selimut, hidung Friska tiba-tiba dimanjakan dengan aroma harum yang menyeruak. Pandangannya mencari ke arah sumber aroma kopi yang benar-benar tercium sangat nikmat. Pandangannya kemudian langsung tertuju pada sebuah alat yang ia kira adalah alat pembuat kopi, ia menduga seperti itu karena di bawah alat tersebut terdapat sebuah gelas yang di atasnya terlihat berasap.
Friska beranjak dan mendekati kopi tersebut, tangannya kemudian langsung mengambil kopi tersebut. Mata Friska mengamati kopi hitam yang ada di sebuah cangkir itu.
"Enak banget baunya, tapi aman gak ya," gumam Friska pada dirinya sendiri.
"Huh... Minum aja lah ya." Friska yang sedang berdiri itu langsung menyeruput kopi yang ada di cangkir tersebut.
Friska langsung mendesah menikmati sedapnya kopi di pagi yang sangat cerah ini. Rasanya pikiran-pikiran tentang setan semalam langsung sirna begitu saja berkat kopi tersebut.
Kemudian pandangan Friska tertuju pada sebuah gorden yang masih tertutup di sana. Ia berjalan mendekati untuk membuka penutup jendela tersebut. Dua langkah lagi Friska sampai di depan gorden tersebut untuk membukanya, namun belum juga tangannya menyentuh gorden tersebut, terlebih dahulu gorden besar berwarna cream itu terbuka dengan sendirinya membuat Friska terperanjat.
Tapi Friska kemudian menenangkan dirinya sendiri karena sependek ingatannya ia pernah melihat jikalau ada gorden yang memang terbuka sendiri dengan bantuan remote atau pun hanya dengan sentuhan. Dan Friska duga, gorden yang ada di depannya ini lebih canggih karena hanya dengan mendekatnya Friska ke arahnya, gorden tersebut langsung terbuka dengan sendirinya.
Perempuan dengan rambut pendek yang berantakan itu mendekat dua langkah ke arah jendela yang langsung memperlihatkan taman depan rumah, matanya mengedar melihat sebuah taman kecil di depan rumah yang sangatlah bersih, rapi dan asri. Matanya benar-benar dibuat teduh oleh taman itu.
Sekelebat bayangan orang berjalan membuat Friska langsung menajamkan matanya lagi ke arah gerbang, dari lubang-lubang di antara garis-garis gerbang ia melihat sekelibat bayangan orang yang lewat.
"Hah, ada orang?"