Chereads / Pulau OCD / Chapter 12 - Penyakit Mental

Chapter 12 - Penyakit Mental

"Pergi dari sini!"

Nanta dan Friska saling pandang, mereka bingung dengan lelaki yang baru saja berteriak mengusirnya itu.

"Ada apa? Bukannya kami sudah baik menyelematkan anda?" tanya Nanta sembari menatap seorang lelaki yang sekarang jauh dari jangkauannya. Ia berdiri di dekat sofa sedangkan lelaki itu berdiri di pojok ruangan.

Lelaki itu tak mengeluarkan suara, gerak gerik tubuhnya gelisah dan juga raut wajahnya panik.

Friska yang masih duduk itu beranjak, ia hendak mendekati lelaki itu. Namun baru beberapa langkah Friska berjalan, lelaki itu sudah terlebih dahulu berteriak.

"Jangan mendekat!"

Friska mengurungkan niatnya. Ia tak jadi mendekati lelaki itu melainkan hanya berdiri di samping Nanta.

"Pergi dari sini!" bentak lelaki yang mengenakan masker itu.

"Anda tidak memiliki sopan santun ya? Bukannya kami sudah membantu anda? Setidaknya ucapkanlah terima kasih," ucap Nanta dengan nada tajam.

"Terima kasih," ujar lelaki itu dengan penuh penekanan.

"Sekarang saya minta kalian pergi dari rumah saya, atau saya akan laporkan kepada pihak yang berwajib," ancam lelaki itu mengimbuhi.

"Heh, enak saja ya masnya, kami itu sudah baik mau nolongin mas, mungkin aja kalau gak ada kita mas udah mat-"

Teriakan Friska yang menggebu-gebu terpotong saat Nanta yang berada di sampingnya menyentuh tangan Friska dan menggenggamnya. Sontak perempuan itu langsung menoleh ke arah Nanta. Alisnya terangkat dengan wajah yang bertanya-tanya.

Nanta menggelengkan kepalanya kecil. Seolah memberikan kode kepada perempuan itu agar tak melakukan sesuatu.

Kemudian pandangan Nanta kembali lagi pada lelaki dengan rambut rapi itu. "Tadi kami tidak sengaja melihat anda pingsan di jalanan, maka dari itu kita membawa anda ke sini, maaf jika kami lancang sudah masuk ke dalam rumah tanpa seizin anda," ucap Nanta lebih lembut.

"Saya tidak mau tahu. Sekarang keluar dari rumah saya!" usirnya lagi.

"Kami tidak ada niat apa-apa. Kami menolong hanya atas dasar kemanusiaan saja."

"Saya tidak peduli dengan niat kalian berdua, sekarang silahkan pergi dari sini!" bentak lelaki yang mungkin umurnya sekitar 23 tahunan itu.

Nanta menghembuskan nafasnya. Padahal ia sudah berusaha untuk berbicara dengan selembut mungkin, ia juga sudah berusaha agar tidak melakukan kekerasan. Namun semuanya tak membuahkan hasil.

Maka dari itu, Nanta merogoh sakunya dan mengeluarkan sesuatu dari sana. Ia memperlihatkan kepada lelaki itu sebuah kartu akses. Mata lelaki itu terlihat melotot terkejut saat melihat sebuah kartu akses miliknya berada di tangan Nanta.

"Saya tidak akan mengembalikan ini kepada anda. Jikalau anda tidak mau membantu saya," ancam Nanta dengan nada pelan.

"Berikan benda itu kepada saya!" teriak lelaki itu dengan keras.

Nanta menggelengkan kepalanya. "Tidak, jika anda tetap tidak mau membantu saya," jawab Nanta dengan kekehan pelan.

Lelaki itu tampak frustasi saat mendengarkan ancaman dari Nanta. "Apa yang harus saya lakukan?"

"Anda hanya perlu menjawab pertanyaan saya," ucap Nanta pelan tapi dengan nada yang serius.

Lelaki itu terlihat mendesah kesal, ia berbalik badan hendak berjalan namun ucapan Nanta berhasil membuat lelaki itu berhenti bergerak.

"Jika anda berani kabur, saya pastikan tidak akan menge-"

Lelaki dengan pakaian jaket hitamnya itu berbalik badan ke arah Nanta. "Saya tidak akan kabur." Kemudian dia langsung berjalan masuk ke dalam rumah.

Sedangkan Nanta hanya membiarkan saja. Ia percaya jikalau lelaki itu akan kembali lagi ke sini, ucapan lelaki tersebut menurutnya cukup meyakinkan.

"Nan, kalau dia kabur gimana?" tanya Friska.

Nanta kembali duduk di sofa yang ada di sana, ia tak menghiraukan pertanyaan dari Friska.

Firasat Nanta benar, lelaki itu kembali lagi. Dia meletakkan suatu barang ke atas meja membuat Nanta dan Friska bingung.

"Saya tidak akan berbicara dengan kalian di sini, alat itu sudah terhubung dengan alat yang saya pegang. Kalian tetap di sini dan saya akan berada di dalam rumah." Tanpa menunggu jawaban dari Friska dan Nanta, lelaki itu langsung pergi begitu saja meninggalkan mereka.

Nanta dan Friska menatap sebuah benda yang persis seperti handy talky , hanya saja di benda tersebut tak ada tombol satu pun. Nanta mengambil dan membolak-balikkan mengamati benda yang katanya sudah terhubung dengan si pemilik.

"Saya tidak ada waktu banyak." Terdengar suara dari kotak kecil hitam itu membuat Friska terlonjat kaget.

"Heh, setan itu ya?" Friska mengedarkan pandangannya mencari ke arah sumber suara dengan wajah yang panik.

"Suaranya dari ini," ucap Nanta sembari memperlihatkan benda yang ada di tangannya. Ia benar-benar bingung dengan tingkah Friska, padahal sebelumnya mereka telah mengenal teknologi bernama telepon pintar, namun bisa-bisanya Friska berlagak jikalau perempuan itu seperti tak pernah mengenal teknologi itu.

Friska hanya cengengesan mendengar jawaban judes dari Nanta. Maklum saja sudah beberapa hari lamanya ia tak bisa mengakses telepon di tempat ini. Entah mengapa telepon pintarnya tak bisa dihidupkan. Ia sudah mencari alat charge untuk mengisi daya namun sayangnya ia sama sekali tak menemukannya.

"Jadi apa yang mau ditanyakan." Suara dari balik alat yang Nanta pegang berbunyi membuat kedua orang itu kembali fokus mendengarkan.

"Sebenarnya apa tempat ini? Kenapa semuanya sama, rapi, bersih dan kenapa orang-orang di sini selalu diam saja tak menjawab apabila kita sapa termasuk anda," ucap Nanta mulai bertanya.

Terdengar suara deheman dari lelaki itu. "Apa benar kalian akan mengembalikan kartu akses saya?" tanya lelaki itu kembali.

"Mas bilang, mas gak punya waktu banyak, kenapa malah basa-basi sih, kami kan sudah bilang kalau akan mengembalikan kartu aneh itu. Jawab saja! Kami tidak mungkin berbohong!" teriak Friska menggebu-gebu.

Beberapa saat benda tersebut tak mengeluarkan suara apapun.

Hingga akhirnya lelaki itu kembali bersuara. "Jika kalian tidak tahu apa tempat ini kenapa kalian ada di sini?" tanyanya.

Nanta dan Friska saling pandang. Kedua orang itu pun juga sama-sama tak mengetahui kenapa mereka ada di sini.

"Kita tersesat," jawab Nanta.

"Apa kalian berdua manusia normal?" tanya lelaki itu lagi.

Nanta hanya diam saja. Benar dugaannya, ia merasa jikalau ada yang aneh dengan orang-orang yang ada di sini. Walaupun sekilas orang-orang di sini tampak normal, namun ia mempunyai dugaan jikalau mereka mempunyai penyakit yang mematikan.

Apalagi saat mendengar pertanyaan dari lelaki itu membuatnya berasumsi jikalau mereka tidak lah normal.

"Memang ada apa?" tanya Nanta.

"Tempat ini hanya digunakan untuk orang yang sakit."

"Maksudnya apa? Saya bahkan tidak menemukan adanya rumah sakit di sini."

"Bukan penyakit fisik, melainkan penyakit mental."

"Apa maksudnya? Tolong bicarakan dengan jelas," ucap Nanta.

"Obsessive Compulsive Disorder."