Chereads / Terhalang Restu / Chapter 23 - Chapter23: Dua Hari Setelah Keputusan

Chapter 23 - Chapter23: Dua Hari Setelah Keputusan

Setelah waktu sarapan telah selesai, Elea juga baru saja berangkat ke kantor. Kini hanya ada ibu dan ayah Elea yang masih asyik mengobrol di atas meja makan.

"Yah ..., apa Ayah yakin dengan keputusan Ayah mengenai perjodohan Elea dan Zayn?" tanya sang istri.

Seketika pak Bakrie menoleh pada istri tercintanya itu. "Kenapa Ibu bertanya seperti itu? Apa Ibu tidak suka dengan keputusan yang sudah Elea ambil?" tanya pak Bakrie sedikit kesal.

"B---Bukan begitu maksudku, Yah. Hanya saja, ini tidak biasa. Kamu kan tahu sendiri kalau Elea tidak suka perjodohan. Bagaimana bisa dia memutuskan untuk menikah dengan laki-laki yang tak ia cintai. Apalagi, Elea sudah mempunyai kekasih."

"Sudahlah, Bu. Jangan memperkeruh suasana. Sudah bagus Elea mau meninggalkan laki-laki itu dan menikah dengan Zayn. Ayah tidak peduli dengan apa masalah yang terjadi antara Elea dan kekasihnya itu. Yang terpenting, sekarang Elea mau menikah dengan laki-laki pilihan Ayah!"

Sang istri hanya menghela napas yang dalam. Kedua sorot matanya enggan melihat ke arah pak  Bakrie yang dirasa tidak peduli dengan perasaan anaknya.

Ibu pun pergi ke kamar meninggalkan pak Bakrie.

BRUG~~~

Ibu menutup pintu rapat-rapat. Beliau berjalan mondar-mandir tak karuan. Hati dan perasaannya sangat gelisah dengan apa yang sedang terjadi pada Elea, anak gadis semata wayangnya.

"Aku nggak bisa diam saja seperti ini," gumam ibu.

Beliau mengambil ponsel yang di simpannya di atas meja rias.

"Halo, Bram. Saya ada tugas untuk kamu."

Ternyata ibu menelepon Bram, orang suruhannya yang sama dengan Anton yang juga menjadi ajudan dari sang suami.

Di dalam percakapan mereka lewat telepon tersebut, ibu menitah Bram untuk mencari tahu tentang Alex, sahabat Elea yang asli.

Tiga jam kemudian ...

Setelah menunggu selama hampir tiga jam, dan waktu pun sudah menunjukkan pukul sebelas siang, akhirnya Bram menemukan alamat kantor Alex yang berada di JL. Gajah Mada nomor 59

Baru saja ibu menutup teleponnya dengan Bram, pintu kamar terbuka. Pak Bakrie masuk dengan raut wajah yang tak biasa. Beliau merasa aneh saat melihat sang istri yang terlihat terkejut ketika beliau masuk ke dalam kamar.

"Bu, ada apa? Kenapa Ibu seperti ketakutan begitu?" tanya pak Bakrie seraya menutup kembali pintu kamar.

Pak Bakrie berjalan menuju sang istri. Kedua lutut ibu bergetar hebat saat mendengar entakkan langkah kaki sang suami.

"Kamu sakit? Kenapa wajah kamu pucat sekali?" tanya pak Bakrie yang kini sudah berada di hadapan ibu seraya memegang kedua pipinya yang tampak memerah.

"T---Tidak, Yah. Ah ..., mungkin aku belum make up saja makanya terlihat pucat," ujar ibu.

"Ya sudah kalau begitu. Oh ya, Bu. Aku mau pergi ke kantor sebentar hanya untuk mengecek saja."

"Untuk apa kamu pergi ke kantor, Yah? Apa kamu masih tidak percaya dengan kinerja Elea?" tanya ibu.

"Bukan begitu maksudku. Aku janji kalau Elea tidak akan tahu bahwa aku datang ke kantor."

Pak Bakrie pun bersiap. Beliau mengganti bajunya. Sedangkan sang istri yang memerhatikan pak Bakrie, terlihat gugup.

"Yah, Ibu mau pergi arisan sebentar di rumah bu Susanti, ya!?" ucap ibu.

"Ya sudah, kalau begitu kita pergi bareng saja," ucap pak Bakrie seraya memakai jasnya.

"T---Tidak usah, Yah. Kamu pergi saja lebih dulu. Lagi pula acaranya masih lama. Ibu tidak mau menunggu di sana terlalu lama," ucap ibu.

"Baiklah kalau itu mau Ibu." Pak Bakrie pun telah selesai bersiap. Ia bergegas pergi ke luar kamar tanpa di antar oleh sang istri karena ibu sedang bersiap. Namun ibu tak lupa mencium tangan suaminya sebelum pergi.

Ibu pun merasa lega setelah pak Bakrie pergi tanpa bertanya-tanya lebih lanjut tentang rencananya pergi arisan dan tak mau berangkat bersama-sama.

Ibu bergegas untuk segera bersiap dan pergi ke kantor Alex untuk membicarakan sesuatu dengan Alex.

Kantor Alex, Jl. Gajah Mada nomor 59 ...

Setelah menempuh perjalanan hampir selama tiga puluh menit, akhirnya ibu pun sampai di depan kantor Alex. Beliau mematikan mesin mobilnya lalu turun.

Seperti biasa, ibu paruh baya satu anak ini masih mementingkan fashion sehingga penampilannya selalu terlihat nyentrik kala sedang berada di luar rumah. Ibu memakai kaca mata hitamnya kemudian mulai berjalan masuk ke dalam kantor yang diyakini milik Alex, sahabat dari anaknya Elea.

Bu Ratih pun kini telah berada di dalam dan langsung menemui salah satu staff yang berada di depan.

Beliau menanyakan apakah Alex ada di ruangannya. Beliau juga tanpa basa-basi langsung mengutarakan maksud kedatangannya ke kantor itu yang memang ingin segera bertemu langsung dengan Alex.

Staff perempuan itu pun bertanya siapa ibu Ratih ini saat ia menelepon ke ruangan Alex. "Bilang saja saya adalah ibu dari Elea!" ucap bu Ratih yang sangat yakin bahwa Alex akan langsung menitahnya masuk saat menyebutkan nama Elea.

Semenit ...

Dua menit ...

Staff bernama Riri itu pun langsung mengantar bu Ratih ke ruangan Alex. "Berarti benar, ini adalah kantor milik Alex," gumam bu Ratih saat sedang berjalan menuju ruangan Alex yang berada di lantai empat.

Tok ... Tok ... Tok!

Staff Riri mengetuk pintu terlebih dahulu saat akan masuk ke dalam ruangan Alex. Terdengar suara Alex dari dalam yang menitah ibu Ratih juga staffnya Riri untuk masuk ke dalam.

"Silahkan, Bu!" ujar Riri yang langsung pergi kembali meninggalkan bu Ratih dan Alex.

Alex pun langsung berdiri menyambut bu Ratih. Ia tak pernah menyangka bahwa bu Ratih akan datang ke kantornya.

"Halo, Bu. Kita bertemu lagi, saya sedikit terkejut dengan kedatangan Ibu ke kantor. Ayo silahkan duduk, Bu!" Alex menyapa bu Ratih dan langsung menitah bu Ratih untuk duduk.

Bu Ratih pun duduk. Beliau langsung membuka kaca mata hitamnya dan menatap Alex.

"Nak Alex, ada yang ingin Ibu bicarakan dengan Nak Alex. Menurut Ibu, ini sangat penting." Bu Ratih langsung membuka percakapan tanpa basa-basi. Beliau berbicara seolah waktu yang ia miliki sangat sedikit, atau bisa di bilang terburu-buru.

"Maaf, Bu. Ada apa? Apa ini soal Elea?" tanya Alex memasang wajah penasaran di depan bu Ratih yang juga memasang raut wajah yang sangat serius.

"Ya, Nak Alex. Hal yang ingin Ibu bicarakan dengan Nak Alex adalah soal Elea," ujar bu Ratih.

"Memangnya, Elea kenapa Bu?" tanya Alex.

"Ibu benar-benar butuh bantuan Nak Alex. Karena Ibu merasa ada yang janggal dengan keputusan yang di ambil oleh Elea secara mendadak ini."

"Keputusan apa, Bu? Elea memutuskan hal apa?" tanya Alex semakin penasaran.

"Elea ... Elea ... Dia,"