Pertemuan Alex dan Ansel saat Alex mengunjungi kediaman pak Anton yang tak lain adalah karyawannya tersebut, tanpa sengaja mereka pun menjalin sebuah hubungan pertemanan.
Alex yang baik hati dengan niat ingin membantu sahabatnya Elea mendapatkan cintanya tersebut, mencoba melupakan segala kenangan tentang indahnya perasaan Alex dulu ketika sempat mencintai Elea.
Alex memulai pertemanannya dengan Ansel lewat tawaran dirinya untuk memperkerjakan Ansel di kantornya sebagai seorang leader yang memiliki gaji cukup tinggi.
Alex berharap bahwa dengan jabatan baru yang disandang oleh Ansel, akan sedikit lebih meringankan beban Ansel untuk dapat mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk melanjutkan kuliah lalu menjadi orang yang sukses kelak.
Saat Ansel berpamitan dari rumah pak Anton, memang Ansel belum memutuskan apakah ia mau menerima tawaran Alex atau tidak. Meski begitu, sebelum Alex pergi, ia memberikan kartu namanya dan meminta Ansel untuk segera menghubungi dirinya dengan membawa kabar baik dari Ansel.
Semenit ...
Dua menit ...
Alex pun pergi. Kini hanya ada Ansel dan pak Anton yang berada di rumah dan masih ada di dalam kamar sang ayah. Melihat percakapan Ansel dan Alex, tentu pak Anton penasaran dengan apa yang sedang terjadi antara Ansel dan Alex.
Ansel duduk termenung di atas bibir ranjang sang ayah sembari memegang kartu nama milik Alex. Lalu, pak Anton pun mulai bertanya.
"Ada apa Ansel? Apa kamu ada masalah dengan pak Alex?" tanya pak Anton yang terbaring lemas di atas kasur.
"Tidak, Yah. Hanya saja, pak Alex menawarkan pekerjaan padaku," ujar Ansel.
"Apa? Pak Alex menawarkan pekerjaan padamu? Kok bisa? Apa kalian sebelumnya sudah saling kenal? Karena, setahu Ayah pak Alex sangat susah menerima orang asing untuk bekerja dengan dirinya."
"Sebenarnya, pak Alex bos Ayah itu adalah sahabat dari Elea, Yah!" ungkap Ansel.
"Kamu bilang apa? Sahabat? Jadi, Elea dan pak Alex? Ansel, jika Elea berteman baik dengan pak Alex, mungkinkah Elea memang anak dari orang kaya?" tanya pak Anton yang memang tidak tahu menahu kehidupan keluarga Elea sejak pertama Elea datang ke rumah beliau.
"I---Iya, Ayah. Elea sebenarnya memang anak orang kaya raya. Dan sekarang ia pun telah menjadi seorang CEO di Perusahaan milik ayahnya."
"Lalu, kenapa kamu terlihat bingung Ansel?" tanya pak Anton.
"Entahlah, Ayah. Aku hanya merasa tidak pantas untuk menjadi pacar Elea dengan kondisi ku yang seperti ini. Aku tidak tahu jika aku akan sangat mencintai Elea sedalam ini," ujar Ansel memancarkan kedua mata yang berkaca-kaca.
"Ansel ... Ayah sangat mengerti posisi kamu. Maaf, karena kehidupan kita yang seperti ini, membuat kamu sulit memahami apa itu cinta. Tapi Sel ... Ayah yakin, jika memang kamu dan Elea berjodoh, semua akan berjalan dengan yang semestinya terjadi. Ya meskipun akan ada kerikil-kerikil kecil yang akan menghiasi hubungan kalian. Karena Ayah melihat bahwa Elea sangat mencintai kamu. Buktinya, dia tidak mempermasalahkan keadaan kita sejak dia datang ke rumah ini, iya kan?"
Ansel terdiam sejenak saat mendengar kalimat demi kalimat yang di lontarkan oleh sang ayah. Rasanya menyejukkan hati ketika sang ayah memberinya sedikit pencerahan.
"Jadi menurut Ayah, apa sebaiknya aku menerima tawaran dari pak Alex lalu melanjutkan kuliahku, Yah?" tanya Ansel.
"Sebaiknya kamu pikirkan matang-matang. Karena Ayah tidak bisa memutuskan apa yang kamu tidak ingin lakukan. Ayah yakin, pak Alex tidak sembarangan menitah orang asing untuk bekerja dengan dirinya. Sel, satu yang harus kamu tahu bahwa pak Alex itu bisa melihat dan menilai seseorang hanya dari tingkah seseorang itu. Ayah harap, pak Alex tidak salah memilih kamu untuk bekerja dengan dirinya."
"Ya Ayah, aku akan coba pikirkan hal ini baik-baik."
Ansel pun kembali ke dalam kamar untuk merenungkan tawaran dari Alex tersebut. Alex menyulut sebatang rokok lalu duduk di kursi yang berada di balkon kamarnya yang tak terlalu luas namun ia buat dengan nyaman.
Ansel dikejutkan dengan bunyi nada dering ponselnya yang terdengar sangat nyaring. Ia pun berdiri lalu berjalan ke dalam kamar untuk mengambil ponselnya yang berada di atas meja.
"Elea!" gumam Ansel. Ia pun mematikan ponselnya dan mengabaikan panggilan Elea. Entah kenapa, saat ini Ansel sedang tidak ingin bercengkerama dengan Elea. Ia takut kalau kenyataan yang ada akan menambah beban pikiran Elea dan membuat Elea bertengkar dengan sang ayah. Maka dari itu, Ansel lebih memilih untuk menjauhi Elea dalam diam dan entah sampai kapan.
~~~
Keesokan harinya, Ansel bangun dengan raut wajah yang tak lagi murung setelah semalam memutuskan untuk menerima tawaran dari Alex.
Ansel keluar dari dalam kamar lalu berlari menuju kamar sang ayah.
Pagi ini, ibu dan juga adiknya Tiara sedang berada di dalam kamar pak Anton. Mereka sedang bercengkerama sembari memberikan sarapan pada pak Anton sang ayah yang sudah berangsur membaik.
KREK~~~
Semua pasang mata tertuju pada pintu yang terbuka. Ansel pun menampakkan dirinya dan langsung berjalan mendekati pak Anton, ibu dan juga adiknya Tiara.
"Ansel ..., kamu mau pergi ke mana dengan pakaian yang rapi seperti itu? Bukankah seharusnya kamu memakai seragam kerjamu?" tanya ibu heran.
"Wah ... Kak Ansel terlihat gagah ya Bu kalau memakai kemeja dan dasi?" ucap Tiara.
"Ansel, apa kamu akan pergi ke kantor pak Alex?" tanya pak Anton.
"Iya, Ayah. Aku memutuskan untuk menerima tawaran pak Alex demi masa depanku," ujar Ansel.
Pak Anton pun mengangguk seraya tersenyum kecil. Beliau pun memberikan restunya untuk memperlancar urusan Ansel hari ini dan seterusnya.
Ansel pergi setelah berpamitan dan mencium tangan ibu juga ayahnya.
BRUG~~~
Saat Ansel pergi, sang ibu yang masih terlihat bertanya-tanya tentang apa yang akan dilakukan oleh Ansel.
Tanpa berlama-lama, pak Anton pun menceritakan tentang kedatangan Alex kemarin ke rumah mereka. Sang ibu pun berharap bahwa Ansel bisa mengatur masa depannya dengan baik.
***
Ansel memarkirkan motornya di area parkir yang mulai penuh karena waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi.
Bergetar hatinya saat menapakkan kedua kaki di depan kantor Alex yang besar.
Meski begitu, Ansel tetap melakoni apa yang telah menjadi keputusannya tentang menerima tawaran pekerjaan dari Alex.
Ansel berjalan perlahan melangkahkan kedua kakinya menuju front office. Ia menanyakan ruangan Alex pada wanita yang diketahui bernama Clara tersebut.
Clara pun menanyakan apakah Ansel sudah membuat janji dengan Alex. Alex menjawab bahwa ia tidak menghubungi Alex terlebih dahulu. Maka dari itu, Clara menelpon ruangan Alex dan memberitahukan bahwa di bawah ada laki-laki bernama Ansel yang sedang mencarinya.
Setelah itu, Alex langsung menitah Ansel untuk masuk ke dalam ruangannya.