"Ada hal yang ingin aku bicarakan padamu, Sel!" ujar Elea.
"Ada apa sayang? Ceritakan semua yang terjadi selama kita tidak bertemu, aku ingin dengar," ujar Ansel yang menepikan laju mobil yang sedang ia kendarai.
Elea pun menatap lurus ke depan seraya melamun, kemudian ia mulai membuka mulut manisnya dan melontarkan kalimat demi kalimat yang membuat pikirannya tak bisa berhenti berpikir sedari tadi sejak Alex yang asli menghubungi dirinya.
"Alex ... Alex yang ku pinjam identitasnya untuk kamu, dia ..., dia meneleponku tadi pagi!" ungkap Elea.
DEG~~~
Raut wajah Ansel pun berubah menjadi cemas. Ia meremas keras setir mobil yang masih ia pegang dan menatap lurus ke depan.
Elea dan Ansel saling melamunkan hal yang sama. Keduanya tampak bingung harus berbuat apa dengan penjelasan Elea yang baru saja Ansel dengar.
Semenit ...
Dua menit ...
Hingga di menit ke-tiga barulah Ansel mulai menoleh pada Elea yang masih asyik memandangi jalanan lurus di depannya.
"Lalu, apa yang akan kamu lakukan dengan Alex? Apa kamu akan jujur padanya tentang semua yang telah kita lakukan ini?" tanya Ansel.
"Entahlah sayang. Aku juga tidak tahu apa yang akan aku katakan saat nanti bertemu dengan Alex. Aku pun penasaran dengan kemunculan Alex secara tiba-tiba disaat kita memakai namanya untuk kepentingan kita sendiri," ujar Elea.
"Kapan kamu rencana akan bertemu dengan Alex?" tanya Ansel seraya memegang tangan Elea.
"Sore ini." Elea menoleh pada Ansel dan membalas sentuhan tangan Ansel dengan mengelus-elus tangan Ansel dengan tatap penuh makna.
"Apa perlu aku ikut bertemu dengan Alex?" tanya Ansel.
"Tidak perlu, sayang. Aku tidak mau suasana bertambah keruh. Aku akan coba menyelesaikan masalah ini dengan sebisaku. Jika nanti aku merasa butuh bantuan, aku akan bilang sama kamu," jawab Elea.
"Jangan terlalu dipikirkan ya sayang. Mungkin saja Alex menelepon kamu hanya untuk bertemu rindu sebagai teman. Kalian kan sudah lama juga tidak bertemu. Sekarang, lebih baik kita nikmati waktu kita berdua. Jangan cemberut lagi dong, mana senyumnya?" Ansel pun membuat suasana yang menegang kini sedikit mencair dengan candaannya yang selalu berhasil membuat Elea melebarkan senyum ketika bersama dengan Ansel.
Sikap seperti itulah yang dimiliki Ansel sehingga membuat Elea tak pedulikan siapa Ansel dan seberapa banyak harta yang dimiliki Ansel.
Elea sangat mencintai sang kekasih, Ansel Chandra.
Ansel dan Elea melanjutkan perjalanannya menuju cafe yang berada di sebuah Mall yang juga sering mereka kunjungi.
Sesampainya di sana, Ansel mengajak Elea untuk mampir ke sebuah super market. Elea pun bertanya pada Ansel tentang apa yang ingin dibeli oleh Ansel di Super Market tersebut.
Ansel tak menggubris pertanyaan Elea dan mengajak Elea masuk ke dalam Supermarket itu.
Ansel pun tiba di lorong tujuannya. Ia mengambil sebuah alat kontrasepsi yang membuat Elea pun tercengang.
"Sel, untuk apa ini? Apa yang mau kamu lakukan?" tanya Elea.
"Elea, ini untuk kita." Ansel menatap dalam kedua mata cantik sang kekasih sembari memegang erat kedua tangan Elea.
Elea menggeleng-gelengkan kepala dan bertanya, "Sel. Kamu janji hanya akan melakukan itu satu kali. Kenapa sekarang kamu memintanya lagi?"
"Elea sayang ... Mau sekali atau berkali-kali pun, keadaan tidak akan berubah. Kamu akan tetap begini dengan kondisi sudah tidak suci. Jadi, aku mohon jangan menolak, ya!?" Ansel mengelus kepala Elea lalu memeluknya.
Ketika mendengar perkataan Ansel, Elea pun tidak percaya bahwa kini Ansel yang selama satu tahun lebih ia kenal, kini berubah. Bahkan, Ansel tidak lagi memikirkan perasaan Elea yang sangat hancur ketika Elea mendengar kalimat demi kalimat yang dilontarkan oleh Ansel tentang kesuciannya yang telah ia renggut.
Di dalam dekapan Ansel, Elea pun termenung dengan kedua mata yang mulai berkaca-kaca.
"TIDAK!" ucap Elea yang melepaskan kedua tangan Ansel yang sedang mendekap tubuhnya.
"Kita tidak boleh melakukannya lagi!" Elea mengambil alat kontrasepsi itu dari tangan Ansel lalu meletakkan kembali barang tersebut di tempatnya.
"Ayo kita pergi dari sini!" Elea pun menari tangan Ansel untuk menggiringnya keluar dari Supermarket tersebut.
Sikap Elea pun membuat Ansel merasa kesal sehingga Ansel menghempaskan genggaman tangan Elea yang sedang menarik kencang tangannya.
"Elea, STOP!" sentakan Ansel menghentikan langkah Elea. Elea menoleh pada Ansel yang kini berdiri mematung menatap Elea.
"Aku mohon, aku tidak mau melakukannya lagi sayang," ujar Elea yang berjalan mendekati Ansel dengan memasang raut wajah memelas.
"Aku hanya ingin kamu tidak pergi dariku! Aku sangat mencintai kamu Elea. Tolong berikan semuanya yang kamu punya, yang ada pada diri kamu padaku! Anggap itu semua sebagai jaminan agar kamu tidak pergi meninggalkan aku di kemudian hari!" tegas Ansel.
"Aku juga mencintai kamu, Sel. Aku janji tidak akan meninggalkan kamu."
Elea pun mengusap lembut pipi kanan Ansel. Sontak aksi sepasang kekasih itu membuat suasana Supermarket menjadi riuh. Semua pasang mata tertuju pada Ansel dan juga Elea.
Karena merasa tak nyaman, Elea dan Ansel pun memilih pergi dari Supermarket dan kembali pada tujuan asal mereka untuk menyantap berbagai macam hidangan makanan di Rainbow Cafe and Resto yang berada di dalam Mall tersebut.
Rainbow Cafe & Resto, pukul 13.34 ...
Ansel dan Elea merasa lebih tenang ketika minuman yang hendak mereka pesan telah tiba. Elea dan Ansel pun meneguk minuman yang berada di depannya dengan santai dan masih enggan untuk berbicara satu sama lain.
Sembari menunggu makanan yang sedang mereka pesan, kini Ansel maupun Elea mencoba untuk meredam emosi yang ada pada diri mereka masing-masing dan membuat suasana menjadi lebih tenang.
"Sayang .. Maafkan aku. Aku ... Aku tahu aku salah karena telah memaksa kamu untuk melakukan hal yang tidak seharusnya aku langgar. Maaf, Elea!" ujar Ansel yang memegang kedua tangan Elea dengan erat. Wajah geramnya kini berubah memancarkan raut wajah yang sangat menyesal atas apa yang telah ia lakukan pada sang kekasih.
"Tidak apa-apa. Hanya saja, aku sangat menyesalkan apa yang baru saja kamu lakukan, Sel. Aku hanya tidak ingin hal itu merusak hubungan kita. Jangan lagi kamu ulangi hal seperti itu ya sayang."
Elea dan Ansel pun saling berpegangan tangan. Mereka menghapus masalah yang baru saja terjadi dan melanjutkan dengan menyantap hidangan makanan yang baru saja tiba.
Meski Ansel merasakan penyesalan karena telah memaksa Elea untuk tidur dengannya lagi, namun Ansel tak menampik bahwa memang ia sedang ingin melampiaskan nafsunya tersebut. Entah kenapa, sejak pertama melakukan adegan ranjang dengan Elea, membuat Ansel merasakan ingin lagi dan lagi untuk melakukannya kembali.
Ansel pun menatap kedua mata Elea seraya bergumam, "Kamu harus menahannya Ansel. Elea sudah berjanji tidak akan meninggalkan kamu!"
***