"Bagus, kau muncul di waktu yang tepat," ucap pria botak itu tersenyum dan bangkit dari ambruknya.
"Harus kita apakan pria ini?" tanya seorang pria berjas hitam pekat itu.
"Sebaiknya bawa dia bersama kita," jawabnya sambil memberi perintah dan mengusap luka di bibirnya.
"Baik, Pak," jawabnya mengangguk.
Daniel diseret ke arah mobil oleh pria yang memukulnya tadi. "Masukkan dia ke dalam mobil, cepat," ucap pria botak tadi.
Tak ada orang yang menolongnya saat itu, tetapi getar ponsel di saku kemejanya membuat Daniel sadar hingga dia membuka matanya perlahan dan punggungnya terasa sakit sekali.
"Mereka berhasil menangkapku!" umpatnya pelan.
Mencari pistolnya seraya terus merogoh saku celananya, tetapi tidak ditemukan, Daniel langsung melepaskan ikat pinggangnya, lalu bangun dari duduknya hingga dua pria itu terkejut. Mengalungkan ikat pinggang tersebut di leher si botak hingga dia mengancam pria disebelahnya untuk tidak macam-macam dengannya dan tetap fokus menyetir, "Cepat antarkan aku di simpang jalan itu, jika tidak aku akan membunuh si botak ini," ucap Daniel memberi perintah.
"Baiklah, " jawab si sopir langsung fokus menyetir.
Sesampai di persimpangan, sudah banyak berderet mobil polisi hingga mobil mereka terkepung, "Cepat keluar," ucap Reno memberi perintah kepada si Sopir.
"Baik," jawabnya dengan terbata-bata.
Sedangkan Daniel memaksa pria botak itu untuk keluar dari mobil. "Borgol mereka sekarang," perintah Daniel sambil menyuruh Boy mengambil alih karena punggungnya terluka. Namun, sebelum memasang borgol ke tangan si botak, beberapa preman mengepung mereka.
"Sial, mereka juga telah merencanakan sesuatu," decak Daniel seraya memutar tubuhnya dan melepaskan ikat pinggangnya lagi, lalu mulai berkelahi dengan beberapa preman itu.
Daniel memukul satu preman dengan ikat pinggangnya hingga pria itu babak belur,lalu dia mencoba melemparkan pisau si botak tadi ke arahnya karena pria itu berniat kabur darinya.
"Kau takkan bisa kabur dariku, botak," umpat Daniel tegas sambil menarik tangannya ke belakang dan memborgolnya di mobil.
Bukk!
Boy dan Reno saling bekerjasama memukul beberapa preman hingga babak belur, sedangkan Daniel berjuang sendiri untuk tetap menjaga si botak agar tidak kabur. "Jangan mencoba berniat kabur dariku," ujar Daniel melirik si botak.
Setelah banyak anggota kepolisian berdatangan, Gladis keluar dari mobil dan melemparkan kayu ke arah seorang pria yang berniat ingin memukul Daniel. Tangan Daniel menarik tangan preman itu dan memutarnya ke belakang hingga dia merintih kesakitan, "Tangkap pria ini dan masukkan ke dalam sel," ucap Daniel memberi perintah.
"Baik, Pak," jawab Boy mengangguk.
Daniel berjalan mendekati Gladis dan mengucapkan terima kasih padanya,"Terima kasih atas bantuanmu, jika tidak, mungkin dia sudah membuat kepalaku terluka untuk kedua kalinya," ujar Daniel tersenyum.
"Sama-sama, aku hanya kebetulan melihatnya tadi," jawab Gladis ikut tersenyum.
"Apakah salah satu dari mereka adalah tersangka?" tanya Galdis menatap pria beriris mata coklat bening itu.
"Sepertinya bukan? Karena aku tadi mempergoki anak buahnya sedang bertelponan dengan seseorang," jawab Daniel memberitahu.
"Apa? Mereka masih memiliki ketua lagi," balas Gladis sedikit terkejut dan menghela nafasnya perlahan.
Di saat dibawa ke kantor polisi untuk diinterogasi, kepolisian dibuat gempar karena salah satu anak buah yang telah ditangkap tadi telah melarikan diri dan membuat semua anak buah yang lain tergeletak di lantai seketika itu.
"Apa? Cepat bawa mereka semua ke rumah sakit sekarang," ujar Daniel memberi perintah.
Setiba di rumah sakit, Daniel harus menelan bulat-bulat bahwa 11 tersangka tadi dinyatakan tewas karena keracunan,"Sial! Kenapa kita tak bisa menangkap pria me**m ini," ujar Daniel sangat geram.
Kesalahan fatal yang terjadi membuat Daniel harus diskor karena lalai menjaga tersangka dengan baik. "Kenapa begitu sulit menangkap mereka," keluh Daniel uring-uringan di dalam kamarnya. Sejak diskor Daniel hanya bisa tidur dengan begitu khidmat. Namun, di saat hendak memejamkan matanya seseorang mengetuk pintu apartemennya.
"El, ini aku!" ucap suara khas bariton orang yang amat dikenalnya.
"Masuk saja, pintu tidak dikunci," jawab Daniel sambil melirik ke arah asal suara.
"Aku datang ke sini hanya untuk memberitahumu, jika salah satu dari korban keracunan itu ada yang menelan kartu memory di dalam perutnya.
"Apa?" tanya Daniel terbelalak kaget.
"Selain itu, apakah ada sesuatu lain yang telah kau temukan?" tanya Daniel menatap ke arah pria yang menggunakan jas putihnya.
Pria itu tersenyum dan menjawab, "Tidak ada yang lain, tetapi kau harus melihat isi di dalam kartu memory itu." Setelah memasukkan ke dalam sebuah laptop, mata dua pria itu ternyalang kaget ketika mendapati sebuah pembunuhan yang terjadi begitu kejam.
"Sungguh tak waras! Dia seenaknya saja membunuh korban," tukas Daniel tersenyum.
"Kenapa pria ini tak mau menampakkan wajahnya? " tanya Daniel sudah sangat kesal karena apa yang telah dia tonton tadi.
"Sebaiknya, kau harus lebih waspada, El! Karena mereka bisa saja mengincarmu," ucap pria berjas putih itu.
"Kau tenang saja, Bim, aku pasti akan berhati-hati," balasnya tersenyum kepada sahabatnya yang bernama Bimo.
****
Gladis yang sedang berjalan keluar dari mobilnya pun berjalan gontai menuju masuk ke dalam apartemen, ia mengerutkan dahinya ketika melihat pintu apartemen yang ditempatinya seolah sudah terbuka. "Apakah aku lupa mengunci pintu ya," gumam Gladis sembari melangkah masuk ke dalam.
Rutinitas seperti biasanya, Gladis berjalan menuju ke kamar mandi setelah pulang kerja. Membenamkan tubuhnya di dalam bathup dengan aromatherapi yang khas sembari memanjakan diri. "Sudah setengah jam, sebaiknya aku bangun!" ucapnya sambil beranjak bangun dari duduknya.
Namun, mata Gladis terbelalak kaget ketika melihat seorang pria yang melangkah masuk ke dalam, "Apa yang kau lakukan?" teriaknya histeris.
Dia melemparkan semua benda-benda yang ad di dalam kamar mandi ke arah pria tersebut, tetapi pria itu malah tersenyum dan hampir menangkapnya yang hanya mengenakan bathrobe saja, "Tidak kusangka, jika tubuh seorang polisi bisa semulus ini," ucap pria itu sambil tersenyum sinis dan menarik tangan Gladis hingga ia terjatuh.
"Jangan salahkan aku, jika aku akan menikmati tubuh molekmu ini," timpalnya lagi seraya menindih tubuh Gladis yang terjatuh di lantai.
Merasa sangat geram dengan polisi wanita itu yang selalu saja memberontak, pria itu menyeret gadis itu hingga ke ruang depan dan membaringkan tubuhnya dengan paksa ke atas sofa. Gladis yang merasakan pusing kepala yang hebat akibat terbentur ujung wastafel tadi pun tak bisa berbuat apa-apa karena penglihatannya begitu kabur.
"Kau harus membalas semua perbuatanmu karena kau semua tawananku hilang," tukas pria berambut gondrong dengan kumis tipis di atas bibirnya.
Tangannya yang sudah tidak tahan lagi ingin membuka tali batrobe gadis yang sudah pingsan itu pun tersenyum girang karena dia telah mendapatkan santapan yang lezat.
Buk!
Satu pukulan mengarah ke wajah pria itu hingga dia terluka.