Sejak pagi dini hari tadi, Maya sudah sibuk mondar mandir mempersiapkan semua kebutuhan yang sangat dia perlukan untuk kembali bekerja.
Maya bahkan tidak memperdulikan tubuhnya yang masih terasa lemas, karena dipaksa melayani suaminya yang sangat tidak tau diri itu. Elzar bahkan tidak membiarkan sedikitpun Maya beristirahat. Dia terus melakukan apapun yang dia inginkan itu sampai dia merasa puas dan meninggalkan Maya setelahnya.
Elzar seolah memperlakukan Maya seperti seorang wanita panggilan. Ketika sudah selesai maka akan di tinggal pergi dan tidak pernah di hargai.
"Ngapain sih! Pagi-pagi begini sudah bikin rusuh."
Suara keras Elzar langsung mengejutkan Maya dari lamunan dia tentang semalam.
Maya yang mendengar suara ketus dari Elzar hanya diam dan tidak mau menanggapinya. Dia tidak mau merusak mood nya yang sejak tadi sudah sangat baik menjadi buruk, karena pertengkaran mereka di pagi hari.
Maya tetap melakukan semua yang dia inginkan dan menghiraukan sang suami yang telah duduk tegap di atas kasur empuknya sembari memperhatikan Maya yang terus melakukan kesibukan di pagi buta itu.
Senyuman bahkan tidak pernah hilang dari bibir wanita cantik itu. Maya bahkan telah memikirkan bagaimana dia akan kembali bekerja lagi dan bisa kembali berinteraksi dengan pasien dan staf Rumah sakit yang sangat dia rindukan itu. Apalagi, dengan suster Titi. Maya bahkan tidak sanggup lagi menahan rindu untuk bisa menjaili suster itu.
"Mau kemana kamu? " tanya Elzar dengan mata tajamnya. Sejak bangun tadi, dia merasa heran dengan tingkah sang istri yang menurutnya terasa sangat aneh.
"Mau beres-beres hendak ke Rumah Sakit tuan," ucap Maya dengan senyum yang masih menghiasi wajah cantiknya itu. Maya bahkan tidak dapat melihat tatapan licik dari pria yang berstatus sebagai suaminya itu, saking bahagianya dia bisa kembali bekerja.
"Rumah Sakit? "
"Iya. Bukannya tuan sudah memberikan izin kemarin. Kalau saya bisa kembali lagi bekerja sebagai Dokter di Rumah Sakit keluarga tuan," ucap Maya sambil memberanikan diri menatap wajah sang suami yang terlihat agak kaget ketika dia berbicara tadi.
"Tuan tidak lupa dengan apa yang tuan ucapkan kemarin kan?" tanya Maya.
Elzar yang melihat wajah istrinya itu telah sedikit berubah, berusaha mengatur mimik wajahnya supaya bisa mengerjai wanita yang dia rasa telah lancang mempengaruhi Mama nya agar bisa di berikan izin kembali bekerja sebagai Dokter.
"Ohhhh... Saya baru ingat," ucap Elzar sambil menyibak selimut yang membungkus tubuh polosnya yang hanya terbalut boxer.
Elzar berjalan mendekati Maya yang sedang memperhatikan langkah sang suami. Maya bahkan langsung waspada dengan gelagat mencurigakan dari pria licik ini.
"Anda mau apa tuan? " ucap Maya yang masih tetap waspada. Bahkan, dia melangkah mundur ketika melihat langkah sang suami terus mendekat ke hadapannya.
Haap.
Tubuh Maya bahkan langsung masuk dalam pelukan hangat seorang Elzar. Elzar memang bermaksud untuk memeluk wanita yang telah memberikan dia kenikmatan semalaman. Dia bahkan langsung tersulut nafsu ketika melihat Maya yang telah berdandan pagi-pagi sekali.
Otak Elzar bahkan tidak bisa di ajak kompromi lagi, ketika melihat tubuh indah wanita yang telah sah menjadi istrinya itu.
Elzar bahkan langsung melancarkan aksi bejatnya dengan menciumi leher istrinya yang tercium sangat wangi di indra penciumannya.
"Tu Tua-an, " ucap Maya terbata-bata karena merasa takut dengan apa yang telah di lakukan Elzar kepada dirinya. Maya bahkan sekuat tenaga mendorong dan menghentikan perbuatan yang sangat tidak di sukai oleh Maya itu.
"Tuan!!! " pekik Maya lagi ketika tangan Elzar tidak bisa di kondisikan lagi.
"Tuan telah berjanji kepada saya untuk mengizinkan saya untuk kembali bekerja," ucap Maya ketika Elzar telah melepaskan tubuh Maya dari rengkuhannya.
"Ya. Tetapi saya tidak pernah berbicara jika pagi ini kamu bisa langsung masuk berkerja kan?"
"Ma Ma-Ma Maksud tuan?" ucap Maya terbata-bata sambil menyela perkataan Elzar.
Elzar tidak langsung menjawab pertanyaan Maya. Tapi, dia langsung memeluk tubuh yang telah menjadi candunya itu dengan sangat erat. "Layani saya lagi? " ucap Elzar berbisik dengan suara yang telah sangat berat di telinga Maya.
"Jangan kurang ajar tuan! "
***
"Apa salah aku Tuhan?" gumam Maya sambil menatap matahari yang telah bersinar dengan sangat cerahnya.
Sejak tadi, Maya terus duduk termenung menatap ke arah jendela kamar nya itu. Dia terus menangisi kehidupannya yang sungguh sangat berat. Tidak cukup dengan dirinya yang di usir dari rumah di usia 18 tahun.
Bahkan, dia juga harus menanggung biaya hidup dan pendidikannya seorang diri tanpa bantuan dari kedua orang tuanya. Ketika hidupnya sudah mulai membaik dan bisa bekerja sesuai dengan keinginannya, masalah lagi-lagi datang menghampiri.
"Apa aku ngak bisa untuk bahagia Tuhan? Bisakah aku bahagia Tuhan?" ucap Maya berteriak dan menjambak rambutnya sendiri. Bahkan, sejak Elzar siap menyalurkan hasratnya tadi. Maya tetap duduk termenung seolah tidak memiliki semangat hidup lagi.
Rasa bahagia yang sejak semalam dia rasakan. Hancur sempurna dengan tindakan sang suami yang memperlakukan dia dengan seenaknya. Seolah-olah Maya bukanlah seorang manusia. Maya tau dia hanyalah sebuah jaminan. Tapi, bagaimanapun dia juga manusia yang harus di hargai bukan hanya dijadikan sebuah pemuas nafsu yang tidak berharga lagi.
"Sakit Tuhan. SAKITT SAKIT!" pekik Maya sambil terus memukul dadanya dan menjambak rambutnya sendiri.
Perjuangan Maya selama ini telah berakhir sia-sia. Dia bahkan melakukan apapun untuk bisa kuliah dan bertahan hidup dengan bekerja Part Time. Menahan lapar adalah hal yang sudah biasa di lakukan saat menempuh pendidikan dulu. Supaya dia bisa membayar biaya kuliahnya yang tidak terbayar dari Beasiswa yang dia terima.
Keinginannya yang begitu kuat untuk bisa berguna bagi banyak orang adalah semangat yang selalu dia tanamkan di dalam hatinya ketika dia ingin menyerah dengan keadaan.
"Papi... Mami. Apakah kalian hidup bahagia sekarang Hahhhh?? Hidup Bahagia HAHAHHAHA. "
Bahagia Hahahahaha
HAHAHAHHA!!!!! hiks... Hiks... Hiks...
Maya terus tertawa, menangis, memukul dada dan menjambak rambutnya sendiri. Dia mencoba menyalurkan rasa sakit hatinya dengan menyakiti fisiknya sendiri. Hidup yang di pikir bahagia oleh orang tuanya adalah kehidupan yang tidak lebih dari sebuah neraka. Dia harus hidup dengan pria yang tidak pernah mencintai dirinya. Hidup dengan pria egois yang hanya mementingkan kebahagian dirinya tanpa mau memikirkan kehidupan orang lain.
Papi, Mami dan seluruh keluarganya dapat hidup bahagia dengan bangkitnya kembali perusahaan keluarga Kepler. Tapi, hidup Maya hancur karena perjanjian kerjasama itu.
Hidupnya bahkan tidak memiliki arti lagi. Di perlakukan bagai sampah yang tidak ternilai harganya oleh seorang pria yang memiliki status sebagai suami sahnya.
***Bersambung***
Selamat membaca...