Pagi hari, sesudah kepergian Papa Abraham dan Elzar ke kantor. Maya berusaha berbicara kepada Mama mertuanya itu.
Tok Tok Tok.
Maya mengetuk pintu kamar mertuanya.
"Iya, masuk," ucap Mama Indah dari dalam ketika mengetahui kalau Maya yang telah mengetuk pintunya.
"Mama ngak lagi sibuk kan? "
"Ngak kok sayang. Ada apa? Apa Maya mau pergi shooping bareng Mama?" tanya Mama Indah kepada menantunya itu dengan tersenyum senang.
"Ngak kok Ma. Maya ngak mau pergi shooping. Maya hanya ingin ngobrol aja sama Mama," ucap Maya sedikit berbasa-basi.
"Baiklah, kalau begitu. Lebih baik kita ngobrolnya di taman aja sayang. Mumpung hari belum terlalu panas. Sekalian kita nge Teh di sana," ucap Mama Indah.
"Baik, Ma."
Saat sampai di taman. Maya langsung bisa menghirup udara segar. Dia merasakan relaxs kembali. Apalagi hari-harinya tidak akan pernah bisa di recoki oleh Elzar. Sebab, pria yang sejak awal bersikap kasar dan kejam kepada dirinya itu. Sangat menyayangi Mamanya dan tidak mau membuat Mamanya sedih. Oleh karena itu Maya bisa bernafas lega, karena kehadiran mertuanya di rumah. Maka, Elzar tidak bisa berbuat kasar kepadanya sebab mertuanya itu sangat menyayangi dirinya.
"Akhirnya impian Mama untuk bersantai dengan anak perempuan Mama. Terwujud juga, " ucap Mama Indah sambil menatap menantu yang sudah di anggap sebagai anak perempuannyaa itu.
Maya hanya tersenyum membalas ucapan mertuanya itu.
"Mama sejak dulu selalu pengen punya anak perempuan. Tapi, Papa ngak pernah membolehkan Mama untuk punya anak lagi. Padahal Mama sangat ingin anak yang bisa Mama ajak Shooping bareng, masak bareng, ke salon bareng, " ucap Mama Indah menatap Maya dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari wajah cantiknya.
"Papa, pasti sangat mencintai Mama ya?" tanya Maya kepada mertuanya itu penasaran.
"Hmmm, cinta sih. Sebab yang jatuh cinta terlebih dulu Papa. Mama bahkan sangat tidak tertarik dengan wajah datarnya itu. Walaupun, wajahnya tampan dan uangnya banyak. Hahahaha. "
"Ihhh.. Mama kok jadi curhat gini yah sama menantu. Malu Mama. "
"Ngak pa-pa kok Ma. Malahan Maya senang loh dengar cerita cinta Mama dan Papa," ucap Maya disertai senyum manisnya.
"Benarkah?"
"Iya Ma. Maya penasaran dengan kisah cinta kalian yang tetap abadi sampai sekarang. Apalagi, Papa sepertinya sangat bucin banget sama Mama," ucap Maya.
"Memang. Papa kamu itu bucin banget sama Mama. Tapi, semua itu karena Papa sangat mencintai Mama."
"Mama pasti dulu sangat terkenal. Sehingga, Papa bisa jatuh cinta sama Mama. "
"Ngak juga sih. Mama kan dulu kuliah di fakultas kedokteran. Papa jurusan Bisnis...."
"Oh iya... Mama kuliah Fakultas Kedokteran juga kan," sela Maya.
Sebenarnya Maya memang memancing pembicaraan ke arah sana. Maya berharap bisa berbicara dengan mertuanya itu untuk bisa membujuk Elzar memberikan izin kembali agat dia bisa bekerja kembali.
"Iya sayang. Kita memang punya kesamaan di bidang sana. Mama juga dokter loh. Tapi, Mama spesialis Jantung. Kamu spesialis Anak. Iya kan? "
"Iya Ma."
"Mama di awal nikah sama Papa. Masih di perbolehkan kerja ngak Ma? " ucap Maya sedikit memancing percakapan.
"Kerjalah sayang. Kita kuliah susah-susah masa tidak boleh bekerja menyalurkan kemampuan kita menolong orang banyak. Papa support Mama kok," ucap Mama Indah membayangkan awal pernikahan mereka dulu.
"Papa baik banget ya Ma. Pasti Mama sama Papa mempunyai hidup yang bahagia sesudah pernikahan kalian."
Mama Indah dapat melihat kesedihan di mata Menantunya itu. Dia juga merasa tidak enak kepada Maya. Sebab, karena dirinya lah Maya harus mau di jodohkan dengan anaknya Elzar.
Pernikahan yang di awali tanpa cinta. Pasti membuat Maya mengalami banyak permasalahan. Apalagi, mereka juga tidak pernah saling mengenal. Indah awalnya merasa takut. Jika anaknya Elzar akan melakukan kekerasan kepada istrinya ini. Karena wanita ini bukanlah wanita yang di cintai sang anak.
Mama Indah juga merasa bersalah kepada menantunya ini. Ketika mendengar dari suaminya. Jika, Elzar melarang Maya bekerja menjadi dokter. Elzar berpendapat jika dia hanya menginginkan istrinya dirumah dan tidak melakukan pekerjaan apapun.
Keputusan itu sempat ditolah oleh Mama Indah. Tapi, Elzar berpendapat jika itu adalah cara yang tepat untuk mereka dapat saling mengenal. Kalau keduanya sibuk bekerja. Maka, akan sedikit waktu untuk mereka saling berinteraksi. Maka, Mama Indah dan Papa Abrahan menyetujui keinginan putranya tersebut.
"Mama tau, saat ini pasti Maya sangat sedih."
"Maksud Mama?" ucap Maya langsung menatap Mama mertuanya itu.
"Mama tau kamu sedang bersedih karena tidak diperbolehkan oleh Elzar bekerja lagi kan," tanya Mama Indah dan langsung diangguki oleh Maya.
"Iya Ma. Berprofesi sebagai dokter adalah impian Maya sejak dahulu. Bisa mengobati orang yang sedang sakit adalah suatu kebanggaan tersendiri untuk Maya. "
"Maya bahkan ngak pernah terpikirkan sedikitpun untuk berhenti menjadi seorang Dokter. Apalagi, perjalanan Maya untuk bisa mendapatkan semua itu tidaklah mudah Ma. Maya bahkan harus keluar dari Rumah dan membiayai hidup dan sekolah Maya seorang diri," ucap Maya sambil berlinang air mata mengingatkan semua kesulitan yang selama ini dia lalui agar bisa menggapai cita-citanya itu.
Mama Indah langsung terkejut mendengar cerita Maya. Selama ini dia tidak pernah tau jika wanita yang telah menjadi Menantunya ini di usir dari rumah karena lebih memilih menjadi seorang Dokter.
"Maksud Maya apa?" ucap Mama Indah lagi, agar Maya memberitahu dia semua yang selama ini tidak di ketahui oleh mertuanya itu.
"Mama ngak tau, kalau Maya di usir dari Rumah dan sekolah sendiri," tanya Maya kepada Mama Indah.
"Mama ngak tau sayang. Mama hanya pernah lihat kamu di Rumah sakit dan langsung menyukai semua sifat dan kecerdasan kamu. Apalagi kamu berasal dari keluarga baik-baik. Mama lamgsung meminta Papa untuk bisa menjadikan kamu menantu kami," ucap Mama Indah dengan tatapan sedihnya.
"Mama ngak perlu sedih gitu. Semua ini memang salah Maya kok. Pa-Papi," ucap Maya sambil terbata menyebut nama orang yang telah dengan sadar menjerumuskan anaknya itu kedalam masalah besar.
Huhhhh...
Maya berusaha mengatur nafas dan emosinya supaya tidak meledak di hadapan mertuanya ini ketika membahas tentang keluarganya itu. Maya harus bisa menarik simpati dari Mama mertuanya agar bisa kembali bekerja dan tidak akan terkurung di rumah besar keluarga Wijaya ini.
"Sebenarnya Papi ngak pernah merestui Maya mengambil jurusan kedokteran. Papi lebih suka Maya ambil jurusan Bisnis, agar bisa mewarisi perusahaan keluarga."
"Terus."
"Maya di ancam akan di usir kalau ngak mau menuruti keinginan Papi. Tapi, karena menjadi Dokter adalah tekat Maya sejak awal. Maka, Maya memutuskan untuk menentang Papi dan keluar dari Rumah dan membiayai semua kebutuhan Maya seorang diri sampai sekarang. "
***Bersambung***
Selamat membaca.