Gerombolan para wanita itu berbalik badan dengan terkejut dan melihat Karin yang sedang memegang setumpuk pakaian.
Karin tidak peduli dengan apa yang mereka pikirkan. Tapi sebelum mereka datang untuk menghina dirinya, dia buru-buru tersenyum dan berkata, "Ladies, saya adalah stylist pribadi Pak Axelle. Jangan salah paham dulu. Selain itu, saat ini saya juga sedang membawa dua set pakaian Pak Axelle yang sudah dipakainya tadi dan belum dicuci. Tapi pakaian yang sedang saya bawa ini sekarang sedang dilelang. Entah apa ada yang tertarik?"
Meskipun salah satu wanita tadi mengatakan bahwa Axelle telah menggandeng tangannya dengan erat, Karin mencoba untuk meyakinkan para wanita itu lagi. "Hallo semuanya, jika tidak ada yang percaya denganku saat ini, kalian bisa mencium bau badan dan juga nafas Pak Axelle yang melekat di baju ini. Bukankah saat kalian berjalan atau berdekatan dengan pak Axelle, kalian juga mencium aroma tubuhnya? Silahkan cek saja dan jangan lewatkan kesempatan emas ini. Kapan lagi kalian bisa mendapatkan dua set baju pak Axelle yang setelah dipakainya. Ini juga cocok untuk kalian yang ingin dekat pak Axelle yang tampan dan berwibawa itu".
Setelah mengatakan hal itu, suasana pun tiba-tiba menjadi hening beberapa saat. Tapi tidak lama kemudian datanglah seorang wanita lengkap dengan gaun satu set LV dan langsung berteriak, "Ya betul! Ini memang kemeja yang dipakai Pak Axelle saat dia masuk ke hotel ini. Saya akan membelinya dan membayar sebesar 300.000 juta untuk ini!"
"31 juta"
"350 juta"
"Ya Tuhan, apakah ini benar kemeja yang dipakai Axelle? Kemeja yang menempel di tubuh yang kekar itu? Saya bayar 500 juta!"
"Jangan dibeli! Itu milik saya! "
****
Axelle sangat diidolakan di dunia maya nya dan pria yang paling ingin dimiliki oleh kaum sosialita itu justru lebih populer daripada selebriti kelas atas.
Dia tidak pernah dekat dengan wanita manapun sebelumnya. Bahkan wanita yang ingin dekat dengannya pun harus berjuang keras untuk bisa mendapatkan kesempatan, namun selama ini memang kesempatan satupun itu sudah sangat sulit.
Karin sudah menyadari sejak lama bahwa pasti ada wanita yang bersedia membeli pakaian yang dikenakan Axelle itu dengan harga tinggi, tetapi dia tidak menyangka akan menjualnya kepada para wanita ini dan bahkan menjadikan mereka bersaing begitu panas.
Hanya dalam waktu seperempat jam, pakainnya habis terjual.
Karin keluar dari Venice Hotel dan melihat ada pesan di ponselnya. Ternyata itu adalah bukti pembayaran baju Axelle dan benar saja dia terkejut melihat angka 0 yang sangat banyak dan menggerutu, "Ya tuhan benar saja, ini benar-benar 2,2 miliar?"
Dia memang memiliki uang tapi belum pernah melihat uang sebanyak itu.
Sulit dipercaya karena pakaian Axelle yang masih kotor saja bisa terjual lebih dari dua miliar.
Sambil menggelengkan kepalanya, Karin memaksa dirinya untuk tersadar dari godaan jumlah uang yang fantastis itu.
"Tenanglah. Kamu harus tetap tenang Karin. Uang ini tidak bisa digunakan untuk membeli apapun. Saya harus mengembalikannya kepada Axelle nanti."
Uang itu tidak terlihat menyenangkan untuk Karin, bahkan dia tidak akan memanfaatkan uang Axelle untuk membeli apapun yang dia mau. Setelah Axelle menyumbangkan sumsum tulangnya ke Giandra, dia bisa mentransfer semua uang yang didapatnya ke asisten pribadinya, Dion. Dia ingin melunasi hutangnya kepada Axelle, kemudian bertepuk tangan dan pergi. Setidaknya, dengan hal itu dia tidak akan berhubungan lagi dengan Axelle."
"Rencana yang keren!"
Memikirkan hal ini membuat Karin merasa lega.
Karin melihat bahwa hari pun sudah siang menjelang sore, menyadari ini juga sudah dekat dengan jam pulang sekolah anaknya, dia berpikir untuk menjemput Carel dan Caron karena selama beberapa hari ini dia hanya bisa meminta tolong kepada asisten Giandra. Hari ini pun dia menelfon asisten itu secara pribadi dan mengatakan bahwa hari ini dia akan pergi ke sekolah untuk menjemput anak-anaknya.
Setibanya di Taman Kanak-kanak Ciputra, Carel dan Caron terlihat memegang tas sekolah yang terdapat kumbang kecil didepan tasnya, persis seperti bentuk jam tangan yang ada di tangannya. Mereka berjalan keluar dari gerbang sekolah dan sekilas melihat Karin yang sedang berdiri di depan sekolahnya.
"Bundaaaaa.."
Caron berteriak karena terkejut dan berlari ke arah Karin tanpa melepaskan tangan saudara kembarnya yang sedang ia gandeng.
Karin langsung berjongkok memeluk Caron dan menciumi pipi gadis kecil itu.
Carel juga melihat bundanya, matanya pun ikut berair, lalu dia berjalan dengan pelan dan tenang, "Tumben bunda kesini? Ada apa?"
Selama ini, putranya sendiri tidak tahu dan mengenali seperti apa dia. Dulu, di usia muda, otaknya sudah seperti orang dewasa, bahkan dia memiliki IQ yang jauh melebihi anak-anak yang usianya sama dengannya.
"Bunda kangen kamu, jadi tentu saja bunda akan menjemputmu. Apa Carel tidak ingin bunda disini? Apa kamu tidak merindukan bunda juga?"
Akhir-akhir ini Karin pergi lebih awal dan pulang larut. Bagaimana bisa Caron dan Carel tidak merindukan bundanya itu. Mereka pun langsung mengangguk bersamaan.
Alis Karin langsung berubah berkerut dan memeluk Caron dan Carel. Dia juga mencium pipi putih gendut bayinya itu. Tapi wajah carol berubah menjadi sedikit merah dan dia terlihat sedikit malu.
Karin tersenyum, "Carel masih malu?"
Caron mendekat ke telinga Karin dan berbisik, "Bunda, kakak sudah punya pacar kecil, kamu tidak bisa mencium anakmu dengan sesukamu di masa depan, pacar kecilnya akan cemburu."
Karin tertegun, "…"
"Benarkah?", Dia menatap Caron tanpa ekspresi dan diam, lalu bertanya lagi pada Caron.
"Sungguh? Ini serius?"
"Banyak gadis di kelas kami yang menyukai kakak dan membawakan makanan lezat untuk kakak dan aku setiap hari." Caron mengangguk sembari menjelaskan.
Karin memandang Carel dan menatap wajah kecil Carel dengan serius.
"Mereka memang menyukaiku dan aku memang juga suka dengan mereka tapi rasa yang mereka miliki dan aku miliki adalah dua hal yang berbeda. Aku biasa aja dan sama sekali tidak ada yang namanya pacar kecil! Bunda, jangan dengarkan dia. Dia hanya mengatakan omong kosong."
Karin," ... "
Caron mendengus pelan sembari mengatakan, "Tapi hari ini kamu telah menerima camilan manis yang diberikan oleh Margaret padamu, dan mereka semua bilang apa yang kamu lakukan itu berarti menjadikan Margaret sebagai pacarmu."
Carol tiba-tiba langsung mengusap wajah Caron itu dengan tangannya, "Heh, aku melakukan itu karena kamu merengek lapar dan kamu menginginkan camilan manis itu."
Carel pun langsung menempelkan wajahnya ke tangan Karin. Karin pun langsung mengelus wajahnya dengan menggoda, "ohh jadi seorang Carol ini sangat menyayangi adiknya, sampai-sampai mau melakukan hal yang tidak disuka demi adiknya. Yasudah yasudah, ayo kita kembali ke rumah sakit bersama-sama."
Karin memegang Carol di tangan kirinya dan memegang Carel di tangan kanannya.
Senyuman bahagia itu sangat terlihat di wajahnya saat mereka berjalan ke bus.
Lima tahun lalu, setelah penderitaan semacam itu, dia pernah berpikir untuk membunuh anak-anak ini. Dia diusir dari rumah dan tidak punya uang satu rupiah pun jadi dia tidak bisa untuk melakukan aborsi. Tapi pada akhirnya, dia bekerja paruh waktu hanya untuk mendapatkan uang agar bisa melakukan operasi tersebut. Namun, anak-anak yang dikandungnya itu sudah mulai bergerak dan dia sudah tau bahwa janinnya itu kembar.
Karin sudah memiliki perasaan yang kuat terhadap anak-anak itu, dia bahkan tidak mau melepaskan mereka sedikitpun. Sekarang dia sangat bahagia telah melahirkan sepasang anak yang manis ini. Bersama mereka, tidak peduli seberapa lelah dan kerasnya dia, dia merasa bahagia.
Merekalah yang menjadi rumahnya saat ini.
Ibu dan anaknya itu membelikan Giandra seikat bunga saat dalam perjalanan ke rumah sakit. Ketika mereka tiba di rumah sakit, Caron berlari ke rumah sakit lebih dulu, "Ayah Giandra, kita pulang."
Giandra yang sedang melihat kontrak kerja dan duduk diatas tempat tidur itu seketika mendengar suara dari luar. Dia buru-buru memasukkan kontraknya di bawah bantalnya.
Dia tersenyum dan ia tampak lebih kurus dalam dua hari terakhir. Wajahnya tampak cerah dan putih di bawah sinar matahari. Tetapi masih bisa tersenyum lembut. Sudut alis dan matanya juga membuat penampilannya yang sakit lebih tenang dan berwibawa.
"Caron kecil sudah kembali, kemarilah, dan mendekat ke ayah Giandra."
Dia berkata sambil menepuk ranjang rumah sakit dan membuat Caron berlari seperti kupu-kupu yang akan melompat ke tempat tidur. Dia pun mencium wajah Giandra.
Carel pun juga berjalan menuju tempat tidur sembari berkata, "Bagaimana keadaan Ayah hari ini? Apa sudah lebih baik?"
Giandra memegang Caron di tangan kirinya dan membelai rambut Carol dengan tangan kanannya, kemudian dia menjawab, "Syukurlah sudah lebih baik, terima kasih Carol atas perhatianmu."
Carol tersenyum yang kemudian Duduk di sofa yang ada di sampingnya. Dia mengambil buku cerita dan membacanya.
Karin berjalan ke tempat tidur dan memasukkan bunga yang baru dibelinya itu ke dalam botol. Giandra menatapnya dengan mata tajam namun lembut.
"Aku telah bekerja keras untukmu beberapa hari ini. Bukankah kamu sudah tidur nyenyak tadi malam?"
Karin pun buru-buru menutupi matanya yang hitam dan gelap, lalu terbayang, "Ada pekerjaan kemarin malam. Saya menginap disana tapi bangun saat fajar tiba."
Giandra tiba-tiba meraih tangannya dan memeluknya dari tempat tidur.