Karin menggigit bibirnya dengan raut muka yang sedih dan tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, Axelle dengan dingin menggerutu padanya, "Melihatmu masih nurut begini, aku akan memberimu hadiah sebagai penghargaan."
Mata Karin melotot dan dia menatap Axelle kebingungan.
Apakah dia berbicara tentang penyumbangan sumsum tulangnya untuk Giandra?
Axelle mendekati Karin dan perlahan berkata, "Hadiahmu adalah kamu sekarang bisa bebas menciumku. Ayo mulai!"
Setelah dia selesai berbicara, dia mengangkat jari telunjuknya yang ramping dan indah, lalu menepukkannya ke pipi Axelle.
Karin tercengang dengan hadiah ciuman yang dikatakannya itu.
"Hadiah macam apa itu? Ini benar-benar tidak lucu!"
Karin tidak bergerak sedikitpun. Wajah Axelle berubah menjadi dingin dan garis pedang di dagunya itu juga mulai muncul, "Cepat! Kenapa kamu melamun?"
Karin buru-buru mengangkat tubuhnya, membungkuk, dan dengan cepat menyentuh bagian di mana Axelle menunjuk.
Dengan waktu yang bersamaan, Axelle juga meliriknya. Meskipun Karin juga sangat tidak puas dengan hadiah ini, tapi ekspresinya berubah menjadi tenang.
Melihat keadaan yang memperlihatkan bahwa Axelle sedang memiliki mood yang bagus, Karin tidak bisa menahan diri untuk tidak mengangkat tangannya dan mulai merayu Axelle dengan lembut dan berkata, "Pak Axelle, apa yang kita bicarakan sebelumnya..."
Tapi sebelum dia bisa menyelesaikan kata – katanya, tiba-tiba Axelle terbangun dan dia menarik tangannya untuk berdiri, lalu menatap Karin dan berkata, "Aku sedang dalam mood yang bagus, jadi jangan membuat suasana jadi buruk dengan perkataanmu. Paham?"
Karin tampak cemas dan mengeluarkan kata-katanya, "Tapi, sebelumnya kamu sudah jelas telah menyetujuinya....."
"Diam! Aku benar-benar muak dengan apa yang kamu ucapkan. Aku akan mengusirmu sekarang!"
Karin melihat Axelle benar-benar kesal saat ini. Pria ini benar-benar memalingkan wajahnya dan mengusirnya. Bagaimana dia bisa tetap membantahnya tadi?
Dia mengepalkan tangannya. Wajahnya berubah menjadi pucat sembari mengangguk, "Iya, saya paham."
Axelle merasa puas dengan perilaku baiknya. Dia mengambil telepon yang ada di samping tempat tidur dan menekan tombol, lalu memerintah "Bawakan semua makanan ke kamarku sekarang!"
Segera para pelayan masuk dengan membawa beberapa makanan. Mereka mendorong pintu untuk masuk dan menyiapkannya meja dekat tempat tidur. Tumpukan hidangan istimewa diletakkan di atasnya. Piringnya sangat kecil dan di setiap piring berisi beberapa hidangan. Setidaknya ada sepuluh menu istimewa. Axelle benar-benar orang istimewa yang kaya raya.
Paman Zeze akhirnya juga ikut masuk dan menuangkan sup di tengah, lalu diberikannya ke tangan Karin.
"Karin, ini adalah sup ayam yang khusus disiapkan untuk anda. Sup spesial menggunakan biji teratai, cengkeh, pala, dan dada ayam khusus. Pagi ini, sangat baik bagi wanita untuk mengisi kembali perutnya yang kosong dan anda juga harus minum lebih banyak."
Setelah paman Zeze selesai berbicara, dia menoleh ke arah Axelle dan berkata, "Makan siang untuk pak Axelle juga sudah siap. Tanduk rusa dan sup wolfberry merah kesukaan pak Axelle juga sudah siap di bawah. Bapak akan bisa menikmatinya nanti saat turun."
Paman Zeze lalu melangkah mundur, berbalik untuk memimpin para pelayan keluar dengan cepat dan teratur.
Melihat makanan lezat di atas meja, Karin seperti tidak sabar untuk menikmatinya.
Dia datang sangat pagi hari ini, jadi wajar saja dia tidak sempat sarapan dan merasa lapar sekarang. Namun, ini terlalu istimewa buatnya.
Axelle juga mendengar perut Karin berbunyi. Ternyata dia juga sangat lapar. Dia bangun sangat pagi hari ini dan harus bekerja keras untuknya. Bahkan sekarang sudah siang.
Dia menatap Karin, "Ambilah. Aku tau kamu sudah sangat lapar."
Karin tergoda oleh aroma makanan dan air liurnya seperti akan mengalir. Mendengar perintahnya itu, dia langsung mengambil sumpit dan mengambil sepotong daging ayam rebus yang dapat memulihkan kekuatannya. Ketika Karin mengambil makanan itu, dia melihat tatapan Axelle yang semakin mendekat. Lengkap dengan tatapan yang sangat tajam, Karin pun langsung salah tingkah, "Makanannya sangat banyak, terimakasih."
"Karena ini banyak, kamu tidak akan bisa menghabiskannya sendiri. Mangkanya saya kemari, jadi kita akan makan bersama," kata Axelle. Dia juga duduk di tempat tidur dan meninggikan suaranya, "Bawakan sumpit juga untukku kemari."
Karin, "..."
Pelayan dengan cepat membawakan mangkuk dan sumpit. Kemudian, Axelle memegang sumpit itu dan makan seolah-olah tidak ada Karin di sampingnya.
Karin masih mengenakan baju mandi yang tadi dan dia tidak memakai apa pun di balik baju mandi itu. Dengan pakaian seperti ini, dia tidak bisa makan dengan tenang apalagi melihat kelopak mata Axelle.
"Saya mendapatkan informasi dari Paman Zeze bahwa dia telah menyiapkan sup khusus untuk Pak Axelle dan itu adalah sup yang berbeda dengan punya saya. Pak Axelle harus turun ke bawah dan memakannya. Saya tidak ingin anda mengecewakan kebaikan Paman Zeze."
Karin mulai membujuk dan dia ingin menunggu Axelle keluar dulu. Dia ingin memakai pakaiannya dulu sebelum makan.
Axelle bahkan tidak mengangkat kelopak matanya ketika dia mendengar itu, "Sup? Apa menurutmu aku harus pergi dan minum sup itu?"
Axelle dengan polos mengalihkan arah kepalanya setelah mendengar itu dan dia berkata, "Tentu saja, Zeze secara khusus telah menyiapkannya untukku. Memakannya juga sangat baik untuk kesehatan tubuhku."
Axelle mengangkat kepalanya untuk menatapnya, lalu mengangkat alisnya, matanya tiba-tiba menjadi gelap dan juga berkata, "Tapi sepertinya kamu juga tidak ingin makan bersama denganku. Seperti tidak puas dengan yang barusan kita lakukan"
"Apa? Tidak puas? "Karin menatap Axelle dengan raut kebingungan dan tidak mengerti apa yang dia maksud.
Axelle meletakkan sumpitnya, menatap Karin, dan berkata pelan-pelan, "Tanduk rusa dan sup beri merah yang disiapkan oleh Paman Zeze adalah sup untuk memperkuat performa tubuh dan ginjal. Kamu pikir perlu bagiku untuk memperkuat performa tubuh dan ginjalku? Apa kau tidak puas dengan performa ku tadi?"
Wajah Karin memerah dan sibuk mencium aroma makanan barusan. Bahkan dia tidak mendengar dengan jelas apa yang dibicarakan Paman Zeze kepadanya.
Dia melihat Axelle dengan ekspresi malu dan Axelle mengangkat alisnya. Matanya pun terlihat lebih panas dan lebih menekan.
Karin buru-buru melambaikan tangannya dan terbatuk, "Saya tidak bermaksud seperti itu. Bahkan saya tidak merasa bahwa performa anda tidak bagus."
"Oh begitu, berarti kamu sangat puas?" Suara Axelle yang panjang dan menggoda mulai terdengar kembali.
Wajah Karin pun berubah menjadi lebih merah. "Bagaimana maksudnya?"
Karin tidak paham dengan apa yang dibicarakannya, tapi dia juga tidak puas dengan jawabannya barusan. Dia seperti serba salah. Sekarang dia ingin sekali mengubur dirinya hidup-hidup.
Axelle memandang Karin dan menggelengkan kepalanya, lalu mengangguk dengan tatapan menggoda dan tersenyum, "Tapi aku tidak puas denganmu!"
"Hah?" Karin mendengus pelan dan menatap Axelle dengan kebingungan.
Axelle meliriknya dua kali, "Kamu terlalu lemah, saya tidak puas. Jadi, makanlah lebih banyak sup."
Dia berkata bahwa dia akan mengambilkan Karin sesendok sup lagi dan menuangkannya ke mangkuk. Dia menyuapinya sendiri ke mulut Karin dan memerintahkan, "Makanlah!"
Karin melihat sup yang disuap kan ke mulutnya itu sembari melihat alis Axelle yang sedikit tajam. Dia tanpa sadar juga membuka mulutnya dan dengan lembut mengarahkan sendoknya ke mulut Karin.
Axelle mengambil sesendok sup lagi dan terus menyuapkannya ke mulut Karin. Dia Pun langsung buru-buru menyela, "Pak Axelle, aku akan melakukannya sendiri! Aku bisa makan sendiri!"
Axelle menyipitkan matanya dan membuat sendok yang telah dibawanya menuju bibir Karin menjadi tidak bergerak. Karin Tak berdaya dan membuat dia harus membuka mulutnya lagi.
Dia memakan sup dengan sangat hati-hati. Bibirnya yang merah dan terbuka, memperlihatkan gigi kecil yang rapi dan kemudian lidah kecil yang berwarna merah muda dan lembut itu sedikit terlihat menjulur untuk meraih sendok sup dan memasukkannya ke mulut.
Pesona hening dari godaan alam bawah sadar ini selalu menjadi hal yang paling menarik.
Melihat ini, Axelle tiba-tiba mengambil satu sendok sup dan membawanya masuk ke dalam mulutnya, lalu mencondongkan tubuhnya untuk menekan Karin agar bisa menyuapinya langsung dari mulut ke mulut.
Rasa sup yang kaya rasa dan lezat bercampur dengan aroma maskulin yang bersih dari mulut Axelle membuat mata Karin sedikit terbuka dan dengan tidak sengaja menikmatinya.
Axelle sepertinya tidak pernah akan merasa cukup jika lidahnya bisa menyuapi Karin dengan sesendok sup. Dia menekan bibir dan lidahnya untuk memaksanya menelannya juga, dan kemudian tanpa lelah mengulum lidahnya. Seolah-olah dia lebih enak dan bergizi daripada sup!
Ketika dia melepaskannya, lidahnya seperti mati rasa.
Karin benar-benar takut padanya. Setelah dia merasa tenang dan mengambil semangkuk sup di atas meja, dia seolah-olah takut akan di renggut oleh orang lain. Dia memakan sisa sup itu dalam satu tarikan nafas saja, bahkan dada ayam pun sudah habis dimakan olehnya.
Ketika angin mulai bertiup dengan segar, dia meletakkan mangkuk itu dan tidak bisa menahan sendawanya.
Axelle tertegun, "..."