Chereads / Tulang Emas Tuan CEO : Ceraikan Dia dan Pilih Aku! / Chapter 23 - Seperti Wanita yang Sama

Chapter 23 - Seperti Wanita yang Sama

Paman Zeze melihat sosok Karin yang sedang naik keatas dengan senyuman yang ambigu di wajahnya.

"Sial, Paman Zeze bisakah kamu berhenti tertawa seperti itu? Itu terlalu menakutkan!" Dion melihatnya menggosok tangannya dan menggoyangkan seluruh tubuhnya.

Paman Zeze memandang Dion dengan tatapan kosong, lalu bertanya "Ada apa dengan tawaku?"

Dion menjawab dengan menggosok tangannya lagi, "Persis seperti mobil tua yang terparkir di dalam gerbang rumah yang kuno! Itu menakutkan!"

Paman Zeze terdiam, "Dasar!"

Pak Axelle selalu tidur dengan badan telanjang dan memiliki kebiasaan bermimpi saat musim semi saat bangun di setiap hari.

Pria yang baru saja bangun dari mimpi semacam itu, kemudian melihat seorang wanita yang cantik dan manis, akan sulit untuk tidak memikirkan apapun. Dan akhirnya ada seorang wanita yang bisa dekat dengan pak Axelle, tapi apakah pelayanannya akan bisa baik sebaik paman Zeze?

Di lantai atas, Karin datang menuju pintu kamar Axelle sambil memegang seprai dan selimut yang baru, Dia mengetuk pintu dua kali dan tidak mendengarkan ada suara di dalam.

Karin memutar pegangannya dan ternyata pintunya itu tidak terkunci.

Dia takut Axelle sudah memasuki kamar mandi, jadi dia tidak bisa mendengar ketukan di pintunya. Jadi dia memutar pegangannya lagi dan membuka pintu untuk masuk ke kamarnya.

"Pak? Bapak?"

Dia memanggil lebih keras lagi, tapi masih tidak ada jawaban.

"Apakah Anda sudah bangun dan benar-benar sudah masuk ke kamar mandi?"

Dia menghela dengan nafas lega dan mulai berjalan menuju tempat tidur. Siapa yang tahu bahwa ketika dia sampai di tempat tidur, tiba-tiba sebuah tangan keluar dari bawah selimut dan menarik pinggangnya.

"Aduh!" Karin terkejut dan jatuh ke tempat tidur.

Tidak diragukan lagi Axelle sedang memimpikan hal itu lagi. Dalam mimpi itu, wanita yang berbaju putih itu masih tidak bisa melihatnya dengan jelas. Tetapi yang jelas dia sedang menangis dan berjuang.

Seperti sebelumnya, dia tiba-tiba merasa terangsang. Tubuhnya gemetar dan dia mulai berjuang keluar dari mimpinya.

Sebelum bangun, dia sempat melihat mata wanita itu lagi.

Itu adalah sepasang mata sakura yang terlihat lembut dan indah. Bahkan bersinar seperti gelombang air yang putih dan jernih. Pemilik mata itu juga sedang mengenakan gaun putih dan perlahan berjalan ke arahnya, seperti adegan dalam mimpi.

Dia tiba-tiba tidak bisa membedakan antara mimpi dan kenyataan!

"Itu dia!"

"Tangkap dia!"

"Bawa dia!"

Ini satu-satunya yang ada di pikiran Axelle, jadi dia langsung mengulurkan tangannya dan menarik Karin, lalu menyeretnya ke tempat tidur.

"Siapa kamu? Kamu siapa? Katakan!"

Dia berteriak dengan penuh amarah.

"Wanita ini? Siapa dia? Aku tidak akan melepaskannya lagi!"

Kali ini, dia tidak akan membiarkannya kabur lagi. Tidak akan pernah!

Axelle berguling dan menekan tubuh wanita itu ke bawah. Dia takut Karin akan tiba-tiba menghilang seperti yang ada di dalam mimpi.

Karin menatapnya sejenak dan terus-menerus bertanya. Dia sangat terkejut.

"Pak Axelle, ini aku! Aku Karin. Aku di sini hanya untuk menggantikan sprei dan selimut mu, Lepaskan!"

Axelle mencium Karin dengan keras dan dengan rasa yang sama. Ini lebih manis dan menyihir daripada yang ada di dalam mimpi. Semua hal tentangnya sangat menarik.

Seluruh tubuh Karin gemetar dan dipenuhi dengan rasa takut yang berdenyut-denyut.

Mata Karin melebar, dia melihat wajah Axelle yang dingin dan tampan. Lalu matanya bertemu dengan mata yang dalam seperti dipenuhi kabut hitam.

Mata itu...

Malam yang ada di lima tahun lalu muncul kembali di benak Karin. Psikiater mengatakan bahwa dia tidak dapat mengingat secara garis besar wajah pria itu karena dia telah menutup ingatannya saat itu. Tapi saat ini, Karin malah merasa hal itu sama persis dengan yang terjadi lima tahun lalu.

"Apakah dia adalah orangnya? Tidak, tidak, itu tidak boleh. Dia tidak boleh memikirkan tentang pria kejam seperti iblis itu! Jika, Axelle adalah pria itu. Itu sangat mengerikan!"

Karin mendapatkan kesempatan untuk berteriak, "Jangan Pak! Aku mohon!"

"Melepaskanmu? Kamu telah menyiksaku selama lima tahun dan sekarang aku tidak akan biarkan kamu terlepas. Jika kamu lepas, siapa yang akan menghilang kan penderitaanku?"

Dia menggerutu dengan nada rendah yang terdengar di telinga Karin. Dia seperti ingin menyiksa dan melampiaskan rasa sakit dan kebencian yang tidak pernah ada habisnya.

Kulit bersih berwarna madu itu sekarang penuh dengan keringat, "Siapa kamu? Katakan! Siapa kamu?"

Axelle menundukkan kepala, merendahkan suaranya, dan terus bertanya.

Ketika dia bertanya, matanya pun menyipit seperti tanda bahaya. Ada cahaya dingin yang sangat ganas di dalamnya. Seolah Karin tidak akan menjawabnya dan akan bergegas turun untuk dapat menggigit lehernya.

Telapak tangannya yang besar menggenggam tangannya yang terus menerus mengerahkan tenaga. Karin merasa pergelangan tangannya akan dipatahkan olehnya. Dia menggelengkan kepalanya yang terlihat ketakutan, "Saya Karin, kita baru bertemu kemarin, Pak Axelle!"

Dia tidak tahu apa yang terjadi pada Axelle saat ini, mengapa dia terus bertanya siapa dia.

"Karin? Lihat aku!" Axelle memerintahkan dengan penuh ketegasan.

Karin mengangkat matanya tanpa sadar dan menatap Axelle. Saat mata keduanya bertemu, tatapan tajam seperti melintas di wajah tampannya yang dingin dan pada saat yang bersamaan, dia mengambil kepemilikannya tanpa ragu-ragu.

"Kenapa pak Axelle belum turun sampai pukul tujuh begini? Dia seharusnya sudah turun ke bawah pada pukul enam pada hari kerja. Apa ada masalah dengannya?"

Di lantai bawah, Dion berkata kepada Paman Zeze dengan ekspresi yang tidak jelas.

"Setelah Karin naik, dia tidak turun, dan saat ini mereka sedang berada di kamar yang sama."

Dion tidak heran jika Paman Zeze tersenyum seperti mobil tua dan juga seperti jahe panas. Paman Zeze juga tampak gugup dan juga bersemangat. Masih jam tujuh tapi dia sudah melihat ke atas lebih dari seribu kali. Tidak ada yang lebih baik dari perhatian Paman Zeze. Axelle telah menjadi lebih keras kepada perempuan sejak lima tahun lalu. Dia pernah mengatakan bahwa dia tidak memiliki harapan apapun kepada seorang wanita.

"Setiap malam dan setiap hari. Saya masih tidak bisa membiarkan seorang wanita mendekat dan ini terlalu aneh dan terlalu mengkhawatirkan." Ucap paman Zeze.

"Apakah penyakit aneh ini bisa disembuhkan?"

Paman Zeze tidak tahan lagi. Dia melirik ke atas dan mengatakan, "Sudah, aku akan naik keatas untuk melihatnya."

"Aku akan pergi bersamamu! Ayo pergi bersama!" Kata Dion sembari mengikuti Paman Zeze. Keduanya terlihat seperti orang licik dan pergi ke atas dengan rasa yang canggung.

Ketika mereka tiba di pintu kamar Axelle, keduanya secara kebetulan meletakkan telinga mereka di pintu dan mencoba mendengarkan gerakan yang ada di dalam.

"Hmm.... tidak! Tolong biarkan aku pergi!"

Wajah tua Zeze tiba-tiba tersenyum dan mengangguk, dia tiba-tiba berpikir bahwa ini sudah waktunya untuk memasak sup.

Nah, setelah sekian lama, akhirnya saya harus membuat sup penguat untuk pak Axelle.

Paman Zeze berjalan dua langkah dengan tangan yang ada di belakang punggung, lalu menoleh untuk melihat Dion yang masih menempel di dinding pintu untuk mendengarkan mereka dengan penuh semangat.

Tapi saat wajah Zeze mulai curiga, dia berjalan mendekat dan meraih kerah belakang Dion dan menarik Dion, lalu menekan suaranya, "Bisakah kamu berhenti tertawa seperti itu saat menguping?"

"Kenapa?"

"Sangat menjijikkan."

Dion, "..."

"Hey pelankan suaramu atau nanti aku akan dicekik olehnya sampai mati!"

Teriak Dion sambil menoleh dan melototi Paman Zeze, "Aku tidak sedang mencari kematian! Suaramu harus lebih pelan, jangan sampai ganggu pak Axelle!"

"Dia sudah kuberitahu untuk masuk ke kamar setelah jam lima dan ini sudah lebih dari jam tujuh. Dia tidak akan dihancurkan oleh pak Axelle, kan?" Dion melihat arloji di pergelangan tangannya sambil bergumam.

Paman Zeze menampar kepala Dion, "Jadi, ini saya harus merebus sup lagi atau tidak? Tapi akhirnya Pak Axelle jatuh cinta lagi dan semoga Karin tidak lemah karenanya."

Dion, "..."

Ini sungguh tidak bisa disangka.