Chereads / Renjana Di Penghujung Cakrawala / Chapter 7 - BAB 7 – Perjumpaan Pertama

Chapter 7 - BAB 7 – Perjumpaan Pertama

Sesaat setelah mereka sama-sama tertawa geli, Indra pun menyusuli pembicaraan dengan memberikan sebuah informasi yang mungkin berguna bagi Joko Samudra. Karena di dalam hati si pemuda yang sudah merasa bersimpati pada lelaki paruh baya itu, ia juga merasa harus melakukan sesuatu yang bisa membuat hati orang tersebut menjadi senang.

Dan karena merasa sudah cukup mengerjai si bapak nakal dan iseng itu, pemuda itupun mengatakan sesuatu yang mungkin akan dapat menggembirakan hati Joko Samudra.

"Sebenernya nggak susah buat memperbaiki dinamo." Dengan santai, Indra langsung mengatakan hal itu.

"Nggak perlu beli baru, kan? Ha ha ha … kalau kamu mau mengatakan itu lagi, aku jewer kupingmu nanti …" tanpa rasa marah ataupun kesal, Joko Samudra langsung menaggapi perkataan itu dengan suara tawa dan gurauannya yang sangat khas.

"Ya tentu saja tidak. Itu kan sudah aku katakan tadi, buat menggoda Pak Joko saja."

"Terus, bagaimana caranya? Apa kamu bisa memperbaiki dinamo starter mobilku agar normal kembali?" menjadi serius sang sekuriti berkumis langsung saja tertarik.

"Bisa saja, Pak … tapi, mungkin akan memakan waktu yang cukup lama."

"Berapa hari?"

"Bisa sampai dua atau tiga hari kalau dikerjakan dengan telaten …"

"Caranya?"

"Kerusakan dinamo itu, sebenarnya karena lilitan kabel tembaganya yang sudah terlalu aus dan usang. Tapi aku lihat, rotor atau kumparan dan koil-koilnya masih bagus. Kalau saja bapak mau beli kabel tembaga lilitnya, aku akan mencoba untuk perbaiki itu." Dengan penuh percaya diri, Indra pun mengatakan hal tersebut.

"Wah, berapa meter? Kabel tembaga itu, pasti mahal harganya." Terdengar ragu, Joko Samudra kembali menanggapi.

"Mahal dan murahnya, ya tergantung. Kalau beli yang baru dan dihitung permeter, mungkin saja mahal. Tapi kalau beli kiloan di pasar barang bekas, kita akan dapat harga seperempatnya." Demikian tukas Indra dengan terus terang.

"Barang bekas? Memang ada yang jual kabel tembaga?"

"Kan bisa saja kita beli kabel bekas atau barang elektronik yang mengandung unsur tembaga di dalamnya. Nanti kita ambil tembaganya saja untuk dipasangkan ke dinamo itu."

"Waahhh … kamu memang pinter, Le … Eh, di mana kita bisa nemukan pasar tempat yang jual begituan?"

"Lah, kan bapak yang punya kota ini. Pasti tahu di mana terdapat pasar barang bekas dan rongsokan. Biasanya, pengumpul rongsok akan memisahkan tembaga lilit dari barang bekas apapun yang sudah tidak terpakai. Nah, kita bisa membeli itu dengan harga yang miring. Tentu saja, harus pinter-pinter milih juga." Demikian lanjut si pemuda mengoceh.

---

Sebenarnya, Joko Samudra sudah jadi semakin tertarik untuk membicarakan itu. Namun, sepertinya ia tidak sempat lagi menanggapi kata-kata Indra Perkasa. Karena tak lama setelah sang pemuda menutup mulutnya, mobil telah saja berbelok untuk memasuki sebuah halaman gedung kuno yang tampak tinggi megah. Sesudah beberapa saat mencari posisi, akhirnya kendaraan itu berhenti di tempat parkir yang seharusnya.

"Kamu bareng aku saja, kebetulan kita punya kepentingan di gedung yang sama," demikian kata Joko Samudra setelah mesin dimatikan, dan ia mulai mengambil beberapa berkas yang ada di laci dashboard.

"Oh, mau daftar ulang juga?" tanya Indra untuk menggoda.

"Haiyak … kamu ini, Le … he he he, kalau aku mau ngurus gaji seluruh pasukan sekuriti. Makanya ini bawa-bawa berkas absen untuk dilaporkan. Tapi, kebetulan saja kita sama-sama ngurus di kantor administrasi." Sambil tertawa senang dengan kelucuan anak muda itu, sang sekutiri menjelaskan.

"Oh, Bapak ini komandan sekuriti di kampus, to?"

"Wah, lha iya … jelek begini, aku Jendralnya para sekuriti. Ya sudah, yuk kita bergegas …"

---

Setelah mendaki anak tangga yang membawa mereka ke lantai atas, tibalah keduanya pada bagian yang dimaksud. Saat Indra ditunjukkan ruang administrasi yang dicarinya, iapun segera memasukinya sendirian saja. Sementara, sang komandan sekutiti itu terus saja pergi entah kemana.

Sampai di dalam ruangan tersebut, matanya segera saja menangkap tulisan yang terletak pada kaca sebuah bilik mirip loket penjualan karcis.

PENDAFTARAN ULANG CALON MAHASISWA BARU JALUR PRESTASI.

Dan kesanalah ia menuju, untuk bergabung dengan seseorang yang sepertinya juga hendak melakukan hal yang sama seperti dirinya. Namun meskipun nampaknya memiliki tujuan yang sama, nyatanya mahluk yang ada di kursi tunggu itu benar-benar jauh berbeda dengan penampilannya.

Gadis yang sedang duduk sendirian di dekat loket, adalah merupakan sesosok indah yang belum pernah dilihatnya seumur hidup. Karena bahkan gadis favorit di desa dan sekolahnya saja, rasanya tak ada setengahnya kalau dinilai dari sudut kecantikan wajah.

Karena gadis yang entah turun dari kayangan bagian mana, nampak begitu segar bercahaya dalam pandang matanya. Dengan rambut hitam terurai dan berkilau sepanjang bahunya, wajah putih yang bagaikan terpahat dari lilin itu, dengan seketika saja telah membuat jantung Indra berdetak menjadi bertambah kecepatannya.

Dan, ambyarlah hatinya …

Karena secara tak disangka-sangka, secercah senyum yang begitu manis telah langsung saja menyambut dirinya yang belum juga berani bergerak untuk mendekat. Sebab bibir yang mengukir senyum itu, adalah layaknya sebentuk kelopak mawar merah yang merekah di pagi hari. Sementara gigi putih kelinci yang malu-malu menyeruak diantaranya, dengan semestinya telah saja menambah manis sang pemilik wajah.

"Hai … mau daftar ulang juga?" demikian sapa si gadis yang ternyata bukanlah seorang pemalu seperti dirinya.

Antara rasa canggung dan grogi, Indra tertegun selama beberapa saat. Karena sapa manis yang tertuju pada dirinya itu, adalah satu hal yang benar-benar telah menggetarkan hati dengan teramat sangat.

Namun karena ia masih sadar akan budaya kesopanan, ia berusaha untuk menjawab sapa itu meski sejengah dan secanggung apapun perasaan dirinya,

"eh, iya … Embak mau daftar juga?" walaupun gugup, Indra harus menjawab.

Namun, agaknya jawaban itu malah memancing sebuah keindahan yang lain. Karena setelah mendengar kata-katanya, gadis itu malah tertawa dengan renyah yang terlihat menggemaskan. Betapa tak begitu? Karena disaat ia melepaskan tawanya, kedua mata indah itu terlihat setengah memejam dengan begitu manis dan sungguh menggetarkan hati.

"Hik hik hik … kok manggil aku Embak? Memangnya aku pernah momong kamu?" demikian tukas si gadis sambil melempar lirikan dari sudut mata yang terlihat mendendam.

Tobatlah diri si pemuda! Karena dalam beberapa menit terakhir ini saja, dia sudah dua kali menemukan sosok-sosok yang selalu saja berusaha untuk membuatnya emosi. Karena saat ia sedang menikmati raut wajah dalam tawanya yang begitu memukau itu, mendadak saja ekspresinya telah saja berganti untuk menyorotkan kemarahan padanya.

Padahal sesungguhnya saja, pemuda itu memang sedikit tak mempan diprovokasi dalam hal yang satu itu. Indra Perkasa, bukanlah seseorang yang sombong atau kurang luwes dalam pergaulan. Namun begitu, ia memang sedikit merasa rendah diri dengan orang lain. Karena keadaan hidup keluarganya yang serba susuah selama beberapa tahun ini, sepertinya memang harus mengkondisikan dirinya untuk bersikap seperti itu.

Meski demikian, si pemuda bukanlah type seorang yang jauh dari rasa humor. Karena dalam sifatnya yang sedikit pelit bicara, ternyata dalam hatinya banyak menyimpan sejuta humor dan canda cerdas. Hanya saja, segala macam kekonyolan serta kelucuannya memang selalu berusaha ia sampaikan dengan cara yang begitu 'cool' dan super cuek. Dengan begitu, kelucuannya malah jadi terkesan cerdas dan sangat berkelas.

---

Merasa jika ada selembar bendera tantangan sedang dikibarkan untuknya, langsung saja pemuda itu menukas dalam kata-kata yang tak perduli.

"Oh, maaf … saya kira situ perempuan, makanya aku panggil dengan sebutan 'Mbak'," tak tanggung-tanggung, pemuda itu langsung saja membalas dengan telak.

"E eh …" tanpa bisa lanjut untuk mengucap kata apapun, mendadak saja sepasang mata indah itu terbelalak. Sang gadis cantik yang mendengar jawaban Indra, seolah tak percaya dengan apa yang telah tega diucapkan oleh pemuda tersebut.

Merasa harus melakukan sesuatu demi memperbaiki harkat dan citranya sebagai seorang wanita, gadis itu memandang wajah Indra yang sebenarnya sangat ganteng bila tak sekumuh itu penampilannya saat itu.

Lalu setelah terkumpul semangatnya untuk berkata-kata lagi, gadis itupun membalas dengan kata yang bernada galak,

"kamu … kamu, ihh … jahat. Eh, siapa …"

Namun selagi gadis itu mulai menemukan rasa percaya dirinya dan mulai hendak melakukan sebuah pembalasan, mendadak saja terdengar sebuah suara dari balik loket.

"Sttt … jangan berisik. Siapa yang mau daftar ulang jalur prestasi?" suara seorang wanita yang mirip dengan nada bicara ibu tiri, langsung saja bergema di ruangan itu.

"Oh, saya …" bersamaan kedua orang muda itu menjawab.

"Ya sudah, bawa berkasnya kesini …" demikian perintah suara ibu tiri lagi.

"Baik, Bu …" dengan cepat, Indra kembali menjawab. Lalu, segera saja ia melangkah untuk menuju loket.

Namun belum juga genap dua langkah, mendadak saja gadis di depannya bangkit dari duduk. Lalu dengan sebuah lirikan maut, iapun menegurnya,

"aku duluan, Bang … dari tadi juga udah nunggu-nunggu. Main nyelonong aja …" dengan penuh dendam, gantian gadis cantik itu balas memanggilnya dengan sebutan 'Bang'.

---

Tanpa mereka sadari, perbenturan kecil telah saja terjadi. Karena memiliki latar belakang masyarakat dan budaya yang berbeda, masing-masing telah saja menjadi sedikit salah paham akibat sapa yang dimaksudkan sebagai basa-basi kesopanan.

Indra Perkasa yang memanggil gadis itu dengan sebutan 'Mbak' untuk memberikan sebuah penghormatan bagi harkat dan martabat wanita, dengan begitu saja telah diterima dalam kerangka kesalahpahaman. Karena dalam kehidupan sehari-hari si gadis yang memang berasal dari Jakarta, kata 'Mbak' itu biasa digunakan untuk menunjuk pada asisten rumah tangga mereka.

Sementara bagi Indra Perkasa, ia juga menganggap gadis tersebut telah sengaja merendahkan dirinya. Karena saat dulu ia masih berada di Jakarta, panggilan 'Abang' itu selalu saja ia pergunakan untuk menjuluki berbagai profesi para pekerja kasar. Misal saja Abang becak, Abang ojek, Abang kethoprak, Abang bakso … dan lain-lainnya.

Dengan begitu, sepertinya urusan mereka pun akan menjadi panjang. Sebab hanya karena akibat panggilan yang disalah-artikan, keduanya jadi memiliki sebuah kesan yang mendalam pada perjumpaan pertama itu.

***