Chereads / The Miracle Of Princess Jessica / Chapter 4 - Chapter 4

Chapter 4 - Chapter 4

Putri berlarian mengelilingi rumah barunya, dia memilih kamar yang menghadap taman belakang.

Rasanya kebebasannya terbentang bebas, ruangan gelap yang hanya mendapat cahaya saat pagi hari di mansion istana, kini dia bisa bergerak bebas. Bibi Helena sangat senang dengan Tuan putri yang terlihat bahagia.

"Kamu ingin mengambil jurusan apa putri? Bakatmu pasti banyak, dan aku merekomendasikan ini."

Menyodorkan brosur-brosur yang memperlihatkan kampus-kampus mewah.

"Apa saja omma, aku selalu bisa melakukan semua hal."

Omma Olla mangut-mangut.

"Kamu tidak ingin punya mobil pribadi?"

"Eh? Bisakah?"

"Tentu saja bisa. Asal kamu sudah 17 tahun."

Putri tersenyum, dia melihat ke arah taman pribadinya sebentar. Sepertinya dia bisa melupakan sedikit bebannya dengan bersenang-senang di bumi.

Putri dilatih untuk berhadapan dengan manusia bumi, karena semua manusia tak pernah percaya dengan kerajaan langit, api, air, dan tanah. Hanya menganggap dongeng belaka.

Dan putri harus belajar melakukan banyak hal sendiri, dia mudah faham, baru 3 hari berlatih pengembangan diri, putri sudah menguasai cara menerima pertemanan, pertanyaan dasar untuk bersikap, dan cara menghadapi orang yang kurang ajar.

Semua tidak bisa dia cegah dengan kekuatan, bumi bekerja dengan karmanya. Siapa yang berbuat baik tentu saja akan menerima dari hal baik lainnya, begitu juga dengan hal buruk.

Dia akan berkuliah di UVA (Universitas van Amsterdam) yang memiliki sejarah pendidikan hampir 4 abad (didirikan tahun 1632) dengan mahasiswa berjumlah hampir 30.000 orang dengan lebih 5.000 staf dan anggota fakultas.  difasilitasi dengam berbagai fakultas, diantaranya Faculty of Dentistry (ACTA)

Faculty of Economics and Business

Faculty of Humanities

Faculty of Law

Faculty of Medicine (AMC)

Faculty of Science

Faculty of Social and Behavioural sciences

Dia mengambil Faculty of Law. Dan akan menyelesaikan pendaftaran akhir tahun ini.

Sebenarnya bibi Helena khawatir jika terjadi sesuatu, tapi akan terlihat aneh jika gadis remaja yang bisa mandiri di ikuti oleh wanita yang mengaku ibunya mengikutinya ke mana-mana.

"Dia akan baik-baik saja, dia lebih berani dari yang kukira."

UVA bertempat di Oudemanhuispoort, sebuah bangunan bersejarah sejak dari tahun 1602 terletak di pusat kota Amsterdam, ditempuh 1 jam lebih dari rumahnya.

Esoknya, putri diajak melewati kampus tempat dia kuliah nanti, Bangunan megah bernuansa Eropa dan menjadi top rangking 100 universitas terbaik di dunia, luasnya halaman gedung utama dan perpustakaan setiap departemen.

***

Hari ini dia akan berangkat kuliah, dalam 2 minggu terakhir dia sudah mirip dengan perilaku pribumi asli, sudah bisa mengendarai mobil, membuat tanda tangan, mengantri, bercakap-cakap dan lain-lain.

Tatapannya selalu dingin, dengan rok jeans warna putih dibawah lutut, atasan blouse motif bunga mawar warna biru langit, jam tangan merek Gucci, dan flatshoes warna biru dongker.

Dia memarkir Mobil sport termahal model lexus RC, buatan dari Lexus, dan harganya mencapai Rp 3 Miliar.

Dia memasuki gedung fakultasnya, mencari kelasnya yang berada di lantai 3. Beberapa pasang mata memandangnya dengan takjub.

Cantik, keren, kaya, fikir semua orang.

Dia duduk dengan santai, matanya sibuk membaca majalah fashion di tangannya, melirik sneakers yang ingin dibelinya, rasanya.. belanja adalah hal yang menyenangkan didunia.

"Hai..aku Davina." uluran tangan sesosok gadis berkulit sawo matang berkata di dekatnya. Putri menerima uluran tangan gadis itu, dia memang membuka diri untuk berteman dengan siapa saja.

"Jessica."

"Kamu tinggal di mana?"

Jessica menyebutkan lokasi rumahnya. Davina takjub, dia faham lokasi elite dengan biaya yang tidak sedikit.

Dia sudah akrab dengan beberapa gadis di kelasnya. Mereka juga dari berbagai kalangan, dan pria-pria mulai kepo dengan sosok jessica yang wajahnya sangat cantik.

Dosen cantik yang ternyata sudah berumur 45 tahun memasuki kelas mereka, mengabsen satu persatu. Dan kagum dengan kecantikan alami Putri.

"Kamu asli Belanda?"

"Aku lahir di Turki, dan besar di Belanda."

Dosen wanita itu mengangguk tanda mengerti, itu adalah ajaran omma Olla, karena wajah bibi helena memang sedikit mirip dengan penduduk Turki. Dan omma belum memikirkan siapa yang berperan jadi ayahnya?

Tidak mungkin gadis sekaya itu harus mengaku hanya tinggal dengan ibunya dan ommanya saja bukan?

"Aku boleh main di rumahmu Jessica?" tanya Davina.

Davina perempuan biasa, dari kalangan menengah. Keluarga yang juga kaya tapi berperilaku sederhana, kebanyakan gadis Belanda yang ayahnya orang terpandang dan memiliki rumah besar pasti terlihat angkuh, mereka belum tahu kondisi rumah putri di bumi yang bahkan bisa dijadikan istana negara.

"Tentu saja, aku bisa mengajakmu ke rumahku hari ini."

Davina tersenyum dengan raut wajah bahagia, dia memang mudah tersenyum dengan hal - hal kecil. Berbeda dengan Jessica yang tidak akan bertanya sebelum ditanya, khas dengan ekspresi dinginnya.

Dan sepulang kuliah dia benar mengajak Davina kerumahnya, Davina takjub dengan luas rumah putri kerajaan langit itu, dia menyapa bibi Helena yang sibuk menonton serial drama.

"Ini ibuku." menghampiri bibi Helena.

Bibi Helena sudah berlatih untuk menyamar jika sewaktu-waktu orang-orang akan tanya orang tua sang Putri.

"Halo tante kenalin, Davina." bibi Helena bersikap selayaknya ibu yang dikenalkan oleh putrinya.

Omma Olla menghampiri ruang tamu dan menyapa mereka. Memanggil pembantu untuk menyuguhkan minum dan makanan ringan.

Ya..dia tidak mengizinkan bibi Helena untuk memasak ataupun menyiapkan sesuatu di rumah ini.

Dia menyewa pembantu perharinya, kiriman dari buyut sang putri, untuk membersihkan rumah mewahnya, dan butuh tenaga minimal 20 orang.

"Gila Jess! Rumahmu keren banget!! Aku bakalan sering deh ke sini. Udah kayak liburan... boleh kan?"

"Iya." jawabnya datar.

"Asyik."

"Hehe."

"Kapan-kapan kita nonton keluar yuk, kamu kan belum tahu banyak tempat-tempat gadis seusia kita kalo nongkrong."

Dahi Jessica mengkerut. "Nongkrong". Kosa kata yang baru didengarnya, dia mengetik kosa kata itu di google. Ketemu. Membacanya sebentar.

"Aku tidak terlalu suka keramaian, aku suka tempat-tempat seperti perpustakaan, ataupun museum seni."

"Oke gampang, banyak juga kok di sini."

***

Jessica melajukan mobilnya, menuju pusat buku terbesar, dia butuh banyak sekali koleksi bacaannya.

Setelah selesai, Jessica bergegas menuju parkiran untuk pulang dari berbelanja, dia membeli beberapa buku untuk panduan belajar. Beberapa gadis seusianya tengah asyik berfoto di depan mobil sportnya.

Dia menunggu sampai mereka selesai dengan selfi-selfi mereka. Jessica duduk di atas salah satu mobil jazz, bersandar pada mobil itu. Salah satu gadis yang berada di depan mobilnya menghampiri jessica.

"Hay! kamu ngapain di depan mobilku."

Jessica terperanjat, dan menatap gadis yang mungkin lebih tua darinya. Tidak menggubris perkataannya. Dia merogoh kunci mobil di sakunya.

Tit.. Mobil sportnya berbunyi. Membuat beberapa gadis di depan mobil Jessica terperanjat kaget dan menghindar.

Jessica berbicara sedikit dengan gadis yang menegurnya.

"Aku menunggu anda menyingkir dari mobilku."

Masuk dan melajukan mobilnya, gadis itu terlihat kesal dengan Jessica. Merasa disaingi.

"Kalian mengenalnya?"

"Tidak, Ness, baru kali ini melihatnya."

"Sialan. berani-beraninya dia menghinaku, mentang-mentang dia lebih kaya!"

Di mobil, Jessica tersenyum puas setelah mempermalukan orang yang tidak dikenalnya.

"Ahhh..Benar kata omma Olla, di dunia memang banyak sekali kebahagiaan."