Chereads / Hamster & Marmut / Chapter 13 - Lari Marathon Sambil Pacaran?

Chapter 13 - Lari Marathon Sambil Pacaran?

Terik matahari sudah datang menyengat kulit, padahal masih sangat pagi. Galang dan yang lainnya mulai berganti pakaian olahraga berwarna hijau. Para cewek memilih untuk mengganti pakaian di kamar mandi, sedangkan para cowok memilih berganti pakaian di kelas.

Dengan malu-malu, Galang melepas kemeja putih miliknya dan segera memakai kaos olahraga. Ia juga segera melepaskan celana panjang abu-abu miliknya. Galang sangat malu, karena badannya tidak terlalu berisi alias kurus. Ditambah lagi penampilannya yang menggunakan kacamata dengan setelan baju olahraga berwarna hijau membuatnya seperti seekor kodok.

"Yang sudah ganti baju langsung ke lapangan." Pak Macho sebutan untuk guru olahraga Galang, ia langsung memberi arahan untuk segera berkumpul.

"Pak hari ini kita mau apa?" tanya Nabil yang masih asyik menyantap sarapan nasi uduk.

"Kamu kenapa makan, Bil!" Pak Macho kesal tapi sikapnya tidak menunjukkan ia marah.

"Ya, ampun, Pak. Kasihani anak beruang ini, belum sarapan dari tadi pagi, Pak." Nabil segera selesaikan suapan terakhir.

Galang dan yang lainnya segera menuju ke lapangan di depan kelas. Mereka segera berbaris dan mendengarkan interupsi dari Pak Macho. Tidak sengaja, Galang melirik ke arah Dena yang ternyata berdiri di samping Zainal. Mereka terlihat mengobrol bersama sambil saling melempar senyum.

"Kenapa gue jadi kepo sama obrolan mereka?" Galang berusaha menahan rasa ingin tahunya dalam hati.

"Hari ini kita akan melakukan jalan marathon mengelilingi area belakang sekolah. Mulai dari gerbang sekolah menuju ke area pemakaman, lalu belok ke arah komplek. Lalu dari komplek lurus terus menuju ke jalan inspeksi kanal. Setelah itu balik lagi kemari. Waktunya akan dicatat, ingat!" Pak Macho sudah menyiapkan kertas absen untuk mencatat waktu mereka.

"Pak! Serius? Baru sarapan langsung disuruh lari?" Nabil merasa masih sangat kenyang. Ia tidak sanggup lari jauh.

"Santai, Bil. Nanti kita ngopi di warkop." Diki berbisik.

Pak Macho melepas mereka dalam hitungan mundur.

"3 … 2 … 1 …."

"Go ...."

Galang mulai lari-lari kecil bersama yang lainnya. Namun setelah melewati jarak 10 meter dari gerbang sekolah, ia memilih untuk berjalan. Di sampingnya ada Ajo, Diki dan Nabil. Mereka berempat bagai geng tanpa keahlian khusus. Bisa dibilang kumpulan para pecundang yang di mana Galang adalah pecundang besarnya.

Di depan Galang, ia melihat ada Dena bersama Anis dan Indah sedang bercengkrama. Mereka bertiga juga memilih untuk berjalan kaki. Sedangkan rombongan yang lain sudah berada jauh di depan. 

"Gue penasaran, ini kuburan pernah dikunjungi sama keluarganya?" Nabil melihat beberapa nisan yang menggunakan nama China.

"Lo tanya langsung sama dia, mungkin ada yang nyaut?" sahut Diki.

"Eh, koplak! Lo kalau ngomong jangan ngadi-ngadi, yeh! Kalau ada yang keluar terus menyapa gue, bagaimana?" Nabil merasa aneh saat melewati area pekuburan. Seperti ada aura-aura yang membuat bulu kuduk bergetar.

"Lo tinggal sapa balik saja, Bil." Ajo melirik ke arah makam-makam dengan ukuran kecil.

Mereka segera keluar dari area makam dan menuju ke area komplek perumahan. Ia melihat tiba-tiba Zainal dan Anang beristirahat di kanstin beton tepi jalanan. Ia seperti menunggu kedatangan Dena.

"Dasar, modus!" Galang merasa kesal dalam hati.

Dena dan Zainal jalan berdua, sedangkan Anang coba memisahkan jarak antara Anis dan Indah dari keduanya. 

"Itu kenapa Dena sama Zainal jadi akrab banget? Mereka sudah jadian?" Ajo begitu jeli melihat tingkah aneh Dena dan Zainal.

"Entahlah, lo tanya sendiri saja ke orangnya." Galang merasa muak melihat pemandangan di depan matanya.

"Si anak kelas satu bagaimana? Sudah dibuang sama Dena? Atau sudah dikubur hidup-hidup?" sindir Ajo.

Dena dan Zainal berhenti, mereka membeli siomay abang-abang yang lewat. Dengan gerak cepat Nabil segera menghampiri keduanya. 

"PJ bisa kali!" teriak Nabil.

"Eh, Nabil. Gue kira lo sudah di depan." Dena merasa bingung saat Nabil bilang begitu.

"PJ apa, Bil?" tanya Zainal.

"Pajak Jadian, Nal." Diki datang menghampiri Nabil.

"Ish, siapa yang jadian?" Dena berusaha menyangkal.

"Lo jangan bohong, gue tahu dari bahasa tubuh lo." Nabil terus melihat ke arah siomay di depannya.

"Lo mau? Pesan saja, nanti gue yang bayar." Zainal memberi interupsi.

Dengan cepat Diki dan Nabil segera memesan satu porsi untuk mereka. Ajo dan Galang yang datang juga ditawarkan untuk makan siomay.

"Lo benar sudah jadian sama Zainal?" bisik Ajo.

"Jangan bilang-bilang ke yang lain." Dena berusaha menutupi. Suaranya begitu kecil.

"Lo mau siomay, Lang?" Zainal coba menawarkan siomay.

"Nggak, gue sudah sarapan." Galang memilih duduk di samping Nabil dan Diki yang sedang menyantap siomay.

Dena memperhatikan sikap Galang yang seakan-akan angkuh dan tidak mau membaur. Ia memilih duduk di samping Ajo dan Zainal sambil makan siomay.

Galang mengambil handphone dari saku, ia iseng membuka beberapa video lucu mengenai kucing untuk membuang waktu sambil menunggu Nabil, Diki dan Ajo selesai makan siomay.

Dena coba mengirim pesan ke Galang, ia ingin tahu bagaimana tanggapan dirinya dan Zainal yang sudah jadi kekasih.

[Gue sama Zainal sudah jadian. Lo tidak apa-apa, 'kan? Gue tidak enak, karena belum memberitahu lo.] Pesan Dena terkirim.

Saat pesan masuk ke handphone Galang, ia melirik ke arah Dena. Seperti memberi kode, Dena hanya tersenyum kecil.

[Oh, begitu. Selamat, deh. Kenapa merasa tidak enak sama gue? Kita juga tidak ada hubungan apa-apa, 'kan?] Pesan balasan dari Galang.

Ia bangun dan memilih pergi lebih dahulu, Galang meninggalkan teman-temannya di belakang.

"Si Galang kenapa pergi sendiri?" Nabil bingung.

"Entahlah, mungkin mau kejar waktu?" pikir Diki.

Dena yang membaca pesan dari Galang merasa sikapnya berubah ke dirinya. Walau begitu, Dena harus tetap senyum di hadapan Zainal dan yang lainnya.

Ajo merasa Galang menyembunyikan sesuatu. Ia segera menyelesaikan makannya.

"Nal, terima kasih traktirannya, gue lanjut jalan, yah." Ajo langsung pamit ke Dena dan Zainal.

"Yah, Jo! Lo mau ke mana? Buru-buru banget!" teriak Nabil.

Ajo segera mengejar Galang. Ia menepuk bahu Galang dari belakang.

"Pelan-pelan, cuy!" Napas Ajo terengah-engah. Ia harus berlari dengan membawa beban tubuhnya yang begitu gemuk.

"Lo sudah selesai? Cepat juga," pikir Galang.

"Napas gue pendek! Sebentar, gue perlu tarik napas panjang dulu." Ajo menarik napas panjang dan melepaskannya.

"Lo tidak minum?" tanya Galang.

"Gue lupa! Eh, lagi pula tukang siomay tidak sediakan air. Gue nanti beli air di depan saja." Ajo melihat ada tukang es kelapa muda di ujung jalan.

"Terserah, deh." Galang berjalan dengan wajah menghadap ke arah bawah. Ia menatap jalanan aspal sambil memikirkan sesuatu.

"Lo kenapa? Tidak suka lihat si Dena sama Zainal jadian?" Ajo coba menebak apa yang dirasakan oleh Galang.

"Hah? Gue suka-suka saja." Galang coba sembunyikan perasaan aslinya.

"Masa? Serius? Kalau gue lebih memilih Anang yang jadi pacarnya Dena," pikir Ajo.

"Anang? Kenapa?" Galang merasa penasaran.

"Anang sudah dekat sama Dena semenjak kelas satu. Terus mereka juga dekat sebagai guru dan murid privat. Ditambah lagi, Anang sering main ke rumah Dena. Lengkap, 'kan?" pikir Ajo.

Galang merasa apa yang dikatakan Ajo ada benarnya. Bila ia merasa iri pada Zainal, lalu bagaimana bila Dena bersama dengan Anang?

Dena dan Zainal kembali melanjutkan perjalanan bersama dengan Nabil dan Diki.

"Lo nembak Dena di mana?" Nabil berusaha mengulik rahasia dapur Zainal dan Dena.

"Hah? Oh, waktu kemarin di belakang sekolah." Zainal akhirnya berani mengungkapkannya.

"Lo kasih coklat ke Dena?" sahut Diki.

"Iya, tapi cuma satu." Zainal menoleh ke arah Dena. Keduanya saling melempar senyum dan berpegangan tangan.

"Aw! Aw! Aw! Tangan sudah saling berpegangan komandan!" sindir Nabil sambil melemparkan senyum.

Zainal dan Dena merasa malu dengan perkataan Nabil. Tapi mereka tetap berpegangan tangan dan memilih untuk tidak memperdulikan candaan Nabil.

"Bakal seru, nih. Kira-kira anak di kelas sudah pada tahu, Nal?" tanya Diki.

"Belum, baru lo, Nabil, Ajo, Galang, Anang, Anis dan Indah. Tolong jangan disebar, gue berencana backstreet sama Dena." Zainal memohon pada Diki.

"Yang namanya backstreet cuma lo sama Dena saja yang tahu, tapi ini lebih dari 3 orang sudah pada tahu." Nabil menjewer telinga kiri Zainal.

"Makanya jangan disebar lagi." Zainal yang malu-malu terus memohon pada Nabil si ratu lambe turah satu sekolah.

"Kak Dena!" Tiba-tiba ada Rafa yang memanggil dari arah belakang. 

Mereka berempat menoleh ke arah Rafa yang terlihat sangat terengah-engah.

"Kamu kenapa di sini?" tanya Dena.

"Jadi, bagaimana jawaban kakak untuk Rafa?" Rafa melihat Dena sedang berpegangan tangan dengan Zainal.