Nanda tengah menatap keluar jendela kelas saat Bu Yeti menerangkan materi phytagoras. Pikirannya dan hatinya sedang berpetualang kesana kemari. Membayangkan dirinya menari-nari di atas lapangan sekolah yang sedang kosong.
"Berapa nilai a kuadrat + b kuadrat, Ananda Dwi Mahesti?" sontak, pupil mata Nanda membesar. Tarian dalam pikirannya, tiba-tiba terhenti, terjatuh di atas lapangan yang terasa panas, sama seperti tempat duduknya. Nanda meluruskan posisi duduknya, memperbaiki pandangannya dan menghentikkan gerakan tangannya memutar dan memainkan pulpen. Siska, teman sebangkunya, menyenggol siku tangan Nanda dengan pelan sambil menuliskan perlahan jawaban dari pertanyaan Bu Yeti di atas buku Nanda yang terbuka.
"Jawabannya c kuadrat, Bu." Sahut Nanda dengan pelan dan penuh kekhawatiran. Bu Yeti terdiam dan masih melabuhkan pandangannya pada Nanda.
"Kalau masih melamun, ibu kasih PR buat kamu sendiri nanti, ya, Nanda." Nanda mengangguk dan menyimpulkan senyum memaksa dari bibirnya. Bu Yeti pun kembali melanjutkan penjelasannya.
"Makasih banyak, Sis." Bisik Nanda pada Siska. Siska mengangguk pelan dan tersenyum.
"Jangan bengong, nanti kesambet, lu." Nanda pun meringis mendengar kalimat yang diucapkan Siska.
**
Jam istirahat kedua berbunyi. Nanda menemui Amira di kelasnya untuk sekedar berbagi cerita kalau ia jadi sasatan Bu Yeti.
"Nanti divisi perlengkapan yang harus udah siap di lokasi. Jadi mereka berangkat duluan." Ucap Amira sambil menuliskan notulensi di bukunya. Ia tengah berdiskusi dengan enam orang panitia camping lainnya, ada Gusti dan Hafizh juga, untuk persiapan camping di Gunung Bunder akhir bulan ini. Siska yang melihat kesibukkan temannya, terpaksa duduk di kursi kosong di samping Lala. Hanya beda dua meja dari Amira. Saat duduk di kelas satu dan dua SMA, Nanda dan Amira juga adalah teman sekelas. Jadi, wajar saja jika lingkup pertemanan mereka ada yang sama. Kebetulan, Lala adalah teman sekelas mereka saat duduk di kelas sebelas. Barulah mereka berbeda kelas saat di kelas dua belas.
"Sibuk banget temen Lu, Nan, haha." Nanda meringis sambil mengangguk. Ia terkekeh mendengar Lala. Amira memang sibuk, ia menjadi koordinator lapangan untuk acara camping ini. Ia juga selalu serius dalam mengerjakan sesuatu yang menjadi tanggung jawabnya. Tetapi kalau saatnya bermain, ia bisa menjadi orang paling konyol, bahkan lebih konyol dari dirinya. Diskusi itu pun selesai dan mereka pun berhamburan keluar kelas. Gusti melemparkan senyumnya pada Nanda yang tengah duduk dan berbincang dengan Lala. Nanda pun membalas senyuman itu. Jantungnya berdegup sedikit kencang saat itu. Ia sendiri pun tidak tahu, angin apa yang membuatnya seperti itu. Nanda pun beranjak dan duduk di samping Amira. Kiki, teman sebangku Amira, sedang ke kantin dan kursinya kosong.
"Jadi camping, Ra?" tanya Nanda sambil membuka bekal miliknya. Amira mengangguk. Ia pun membuka bekalnya juga.
"Nan, lu kapan lomba padus? Minggu ini ya?" Amira menyuapkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya.
"Iya, Ra. Datang loh ya. Udah gue siapin tiketnya." Suara Nanda sedikit mengancam dan memaksa. Amira terkekeh. "Datang enggak ya?" Amira menyinggung siku Nanda. Ia senang sekali menggoda temannya itu.
"Perlu gue ajak Gusti enggak nih? Haha." Lelucon Amira, sontak membuat Nanda kaget. Ia merasa belum bercerita tentang jantungnya yang berdegup kencang tiap kali ia melihat atau berbincang dengan Gusti. Nanda pun langsung terdiam dan menatap temannya itu.
"Bercanda gue, haha. Langsung diam gitu." Amira kembali memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya.
"Ra…" ucapan Nanda terputus, ia menarik napas, kemudian melanjutkan kata-katanya lagi. Amira menunggu temannya itu berucap. Nanda kemudian mendekatkan mulutnya ke arah telinga Amira. Amira pun dengan spontan mendekatkan telinganya kepada Nanda.
"Gue kayaknya suka sama Gusti deh." Sontak mata Amira terbelalak. Menjauhkan kepalanya dari Nanda. Mulutnya yang masih berisi nasi goreng, menganga dan ia pun terpaku. Kemudian ia terkekeh sejadi-jadinya. Untungnya, hanya ada ada lima anak di kelas saat itu dengan jarak yang berjauhan satu sama lain. Sehingga perbincangan mereka dipastikan aman dan tak ada yang mendengar.
"Sejak kapan, Nan? Lucu banget sih lu, haha." Tawa Amira berlanjut sembari ia mengunyah nasi goreng miliknya.
"Kayaknya udah dua minggu deh, Ra. Eh tapi lu jangan bilang siapa-siapa ya. Malu gue." Amira makin terkekeh dan menahan tawa melihat wajah temannya yang berubah menjadi merah bak kepiting rebus.
"Iya. Tapi gue ketawain aja ya. Haha." Tawa Amira pun semakin menjadi. Nanda melipat bibir sambil menahan tawa. Mereka pun akhirnya tertawa bersama-sama. Setelah makan, mereka berdua bergegas sholat zuhur di masjid SMA. Ternyata mereka berpapasan dengan dengan Hafizh dan Gusti.
"Sholat lu, Ra." Ucap Gusti usil. Amira hanya mendongakkan kepala dan tersenyum.
"Sholat tuh, Nan." Amira menggoda Nanda. Nanda hanya tersenyum sambil mencubit tangan sahabatnya itu. Mereka pun meneruskan langkahnya ke tempat ambil wudhu perempuan.
"Nyesel gue kasih tahu lu, Ra." Amira kembali meneruskan tawanya sambil menyentuh perutnya yang mulai sakit karena terlau banyak tertawa.
**
Sepulang sekolah, Nanda tak langsung pulang. Ia harus latihan paduan suara untuk persiapan lomba. Ia dan teman-temannya menempati salah satu ruang kelas belakang yang kosong, yakni ruang kelas 12 Ipa 6, ruang kelas di samping kelas Amira. Amira juga ternyata tengah berdiskusi dengan panitia camping, termasuk Gusti salah satunya, di ruang kelasnya. Amira pun melihat Nanda dan teman-teman paduan suaranya bergerombol memasuki ruang kelas 12 Ipa 6. Amira menjulurkan lidahnya pada Nanda. Nanda pun membalas dengan hal yang sama. Tanpa sepengetahuan Gusti, Amira menggerakkan bola matanya ke arah Gusti untuk menggoda Amira. Amira membuka matanya lebar-lebar dengan tatapan kesal. Amira hanya terkekeh melihat tingkah temannya itu. Mereka berdua pun kembali melakukan kesibukkan masing-masing.
**
Nanda dan anggota paduan suara lainnya, sedang memulai latihan saat Amira, Gusti, Hafizh dan empat temannya yang lain, menyaksikan mereka latihan dari luar kelas. Betapa malunya Nanda saat melihat wajah Amira dan teman-temannya sedang menengok ke dalam kelas dan menonton mereka latihan.
"Dasar Amira, lihat saja nanti!" ucap Nanda dalam hati. Ia tahu persis, pasti Amira yang mengajak teman-temannya untuk menyaksikannya latihan paduan suara. Selang beberapa, Amira dan teman-temannya pun satu per satu beranjak pergi dari situ. Amira pun melambaikan tangannya pada Nanda. Nanda membalasnya dengan anggukan kepala pelan. Mereka berdua tak pulang bersama hari ini.
"Ayo, mulai dari awal lagi ya, sopran di haluskan lagi falsetto-nya. Alto lebih dikuatkan lagi nada rendahnya." Pelatih paduan suara memberi instruksi dan para siswa pun menangguk pelan. Ia menghitung dan memberi aba-aba supaya mereka mulai menyanyikan lagi partitur dalam genggaman mereka. Suara mereka pun berbaur dengan harmonis diiringi musik dari keyboard yang dinyalakan oleh siswa yang bertugas menjadi pianis. Nanda menghayati tiap lirik dari partiturnya.