Tak terasa, hari berganti hari dan hari perlombaan paduan suara pun tiba. Nanda dan teman-teman anggota paduan suaranya yang lain, sudah siap di belakang panggung. Wajah mereka terlihat gugup sekaligus antusias. Beberapa anak perempuan saling menyentuhkan tangannya satu sama lain. Kemudian bertatapan dan tertawa kecil. Dingin yang menjalar di tangan mereka seolah menjadi penghubung emosi dan pikiran antar satu sama lain. Mereka merasakan hal yang sama.
Nanda tengah mengirim pesan dengan Blackberry hitamnya pada Amira. Amira sudah sedari tadi duduk di kursi penonton. Ia juga mengajak Gusti. Seketika mata Nanda terbelalak dengan senyum merekah dan pipinya yang kemerahan.
"Kok bisa lu ngajak Gusti?" senyum Nanda masih sumringah saat mengetikkan pertanyaan itu untuk Amira.
"Bisa dong, Amira." Balas Amira singkat kepada sahabat karibnya itu. Pelatih paduan suara SMAN 3 Depok, Kak Citra, segera meminta semua anggotanya untuk berkumpul dan berdiri membuat lingkaran. Nanda segera memasukkan handphone miliknya ke dalam tas.
"Oke teman-teman, sekarang adalah hari yang kita tunggu-tunggu. Enggak usah memikirkan menang atau kalah." Kak Citra memutus permbicaraannya. Tiap anggota pun saling menatap satu sama lain. "Tetapi, tunjukkan yang terbaik yang bisa kita tampilkan. Semangat ya." Kak Citra pun memposisikan tangannya di tengah lingkaran, lalu diikuti semua anggota yang meletakkan tangannya di atas tangan yang lain. Saling bertumpukkan.
"Solid Voices!" Kak Citra meneriakan nama paduan suara sebagai jargon penyemangat.
"Bisa!" semua anggota pun menjawab dengan serempak. Namun, tanpa berteriak, khawatir akan menganggu kelompok paduan suara lain yang sedang briefing atau berdiskusi. Mereka semua pun kembali duduk di kursi masing-masing. Ada dua puluh peserta lomba paduan suara yang terdiri dari tingkat SMA dan perguruan tinggi. Sebanyak tujuh peserta dari kelompok paduan suara SMA, sementara sisanya adalah peserta dari perguruan tinggi.
Para peserta dikumpulkan di satu ruangan besar dengan kursi-kursi yang sudah ditata sesuai nama tim paduan suara dan jumlah peserta. Perwakilan atau ketua dari masing-masing kelompok paduan suara sudah melakukan pengundian nomor urut penampilan H-1 saat briefing teknis pelaksanaan acara yang diselenggarakan oleh panitia penyelenggara. Solid Voices, mendapat nomor urut sepuluh.
Waktu yang ditunggu pun tiba. Nanda dan teman-temannya sudah rapi sesuai barisan suara dan formasi yang sudah disepakati. Sekarang saatnya mereka tampil di atas panggung. Menunjukkan kerja keras mereka kepada dewan juri dan para hadirin yang siap untuk melihat dan mendengarkan penampilan mereka.
Nanda berdiri di barisan kedua bagian tengah. Terlihat olehnya wajah Amira yang tersenyum lebar dan mengepalkan tangan kepadanya, tanda penyemangat untuk Nanda. Di sampingnya, terlihat Gusti melakukan hal yang sama. Nanda pun menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan.
Lampu sorot ditujukkan kepada Nanda dan teman-temannya. Sang dirigen, Mila, membalikkan badan ke arah penonton, memberi isyarat tangan bagi teman-temannya untuk memberi hormat kepada dewan juri dan penonton. Kemudian, ia berbalik ke arah teman-temannya. Ia menolehkan kepalanya ke arah pianis, Luna, untuk memberikan nada dasar yang akan mereka gunakan. Lagu yang akan mereka nyanyikan berjudul 'Mahadaya Cinta,' karangan Guruh Soekarno Putra dan menjadi lagu legendaris milik Krisdayanti. Luna pun membunyikan keyboard agar terdengar oleh semua teman-temannya. Mila pun menengadahkan telapak tangan kanannya, memberikan sinyal kepada teman-temannya agar menyimak nada dan bersiap untuk bernyanyi serta menampilkan yang terbaik.
Tak menunggu lama, Mila pun memberikan aba-aba kepada teman-temannya dan juga Luna untuk mulai memainkan musik pengiringnya. Satu, dua, tiga, Luna memainkan piano dengan indahnya, kemudian disusul suara sopran melantunkan nada-nada sesuai partitur, lalu disambut mezzo dan alto, bass dan bariton. Ada bagian yang mengharuskan mereka memberi tekanan atau hentakan saat bernyanyi. Bagian lainnya justru harus dinyanyikan secara halus, seperti berbisik. Jantung mereka seolah memompa darah ke seluruh tubuh, memberi tenaga dari kepala sampai kaki untuk bernyanyi dan memberi getaran pada tubuh mereka untuk menggerakan badan sesuai nada dan formasi.
Amira dan Gusti menyaksikan pernampilan itu hampir tak berkedip. Pupil mata mereka membesar dengan mulut sedikit terbuka. Jantung mereka seolah ikut berdegup melihat penampilan Nanda dan teman-temannya yang larut dalam musik dan semangat mereka. Amira tersenyum melihat penampilan kawannya yang sangat totalitas. Disitu, terbersi rasa bangganya karena memiliki teman seperti Nanda.
"Bagus penampilan mereka ya, Gus?" Amira menyenggol tangan Gusti yang sedang ikut terperangah melihat penampilan itu. Gusti hanya menoleh, lalu mengangguk. Kemudian matanya kembali menyaksikan penampilan teman-teman sekolahnya itu. Pada bagian penutup lagu, Mila, memberi isyarat mata kepada teman-temannya untuk bersiap menutup penampilannya dengan baik. Semua temannya pun tak lepas pandangannya dari Mila.
"Mahadaya Cinta!" Mila membuka telapak tangannya ke atas, diikuti teman-temannya yang menutup penampilan itu, seperti layaknya diva internasional. Masing-masing dari mereka membuat gerakan yang berbeda, ada yang membuka kedua telapak tangannya ke atas, ada yang membuka satu telapak tangannya kemudian ia letakkan di depan wajahnya, ada yang meletakkan telapak tangan di pinggul seperti model catwalk, lalu ada anak lelaki yang meletakkan tangannya di kerah seperti Jackie Chan dalam film Tuxedo.
Para hadirin pun berdiri dan memberikan tepuk tangan yang meriah disertai sorakkan pujian yang membuat bulu kuduk merinding. Nanda dan teman-temannya merasakan hangat di punggung mereka. Betapa perasaan itu seperti rujak, campur aduk dan nikmat. Lalu, Mila pun berbalik ke arah penonton dan memberi isyarat kepada teman-temannya untuk memberi hormat, kemudian ia kembali berbalik ke arah temannya dan memberi aba-aba untuk mereka kembali ke belakang panggung dengan rapi, dimulai dari barisan paling belakang. Satu per satu dari mereka pun berjalan mengosongkan panggung dengan perasaan yang tak bisa dituliskan oleh kata-kata. Senyum lebar dari mulut mereka tak berhenti merekah, bahkan hingga mereka sampai di rumahnya masing-masing.
Tibalah di penghujung acara, yakni pembacaan pemenang. Akan ada tiga pemenang utama dan tiga pemenang harapan. Tentunya setiap kontestan ingin mendapat posisi pemenang utama pertama dan bukan pemenang harapan. Perwakilan dari masing-masing tim, diperbolehkan untuk menuju aula utama untuk mendengar pengumuman pemenang. Nanda, Mila dan Kak Citra pun segera menuju ke aula utama. Mereka bertiga duduk tak jauh dari tempat Amira dan Gusti. Nanda bahkan sempat berbalas lambaian tangan dengan dua temannya itu. Ia pun kembali memperhatikan pembawa acara di atas panggung. Mila pun sempat menoleh kea rah Amira dan Gusti. Amira pun tersenyum kepadanya, begitu pun Gusti. Gusti menatap Mila lebih lama daripada saat ia menatap yang lain. Seolah ada magnet yang saling tarik menarik kala itu. begitu pun pandangan Mila kepada Gusti. Mila menutup adegan itu dengan senyum manisnya kepada Gusti, begitupun Gusti.
Pembawa acara membacakan pemenang mulai dari pemenang harapan ketiga hingga pertama. Tak ada tanda-tanda nama sekolah mereka disebut. Saat pemenang utama urutan ketiga dibacakan, Nanda sempat patah semangat. Bayangkan, dari tujuh kontestan tingkat SMA, baru satu kontestan yang menang, itupun mendapat peringkat ketuga juara harapan. Pembaca acara pun membacakan juara utama kedua.
"Selamat kepada … Solid Voices dari SMA Negeri 3 Depok!" begitu nama paduan suara mereka disebut, Amira segera bersorak kegirangan, diikuti lengkingan suara Nanda yang memeluk Mila dan Kak Citra. Kak Citra pun segera berjalan naik ke atas panggung untuk menerima piagam dan sertifikat hadiah berupa uang sebesar Rp. 1.500.000,00. Nanda tak melepaskan pelukannya dari Mila, begitupun Mila. Gusti memperhatikan mereka dari tempatnya duduk. Tanpa mereka ketahui.
Kak Citra pun segera menuju ke belakang panggung, diikuti Nanda dan Mila. Sorakkan dan sambutan dari teman-temannya membuat suasana menjadi haru. Ada beberapa anak yang menangis karena tak percaya mereka memenangkan perlombaan ini, walau mendapat juara dua. Juara satu diraih oleh paduan suara mahasiswa Mercu Buana Jakarta.
"Solid Voices?" Kak Citra meneriakkan jargon.
"Bisa, bisa, bisa! Hah!" mereka dengan serempak menjawab jargon itu dengan semangat. Bagi mereka, menjadi juara dua adalah hal yang besar. Selama ini mereka memang belum pernah merasakan menjadi juara. Hal ini tetap mereka syukuri, sangat. Mereka pun membereskan barang bawaannya dan segera menuju ke mobil sewaan yang mengangkut mereka tadi pagi. Nanda menyempatkan diri menemui Amira dan Hafizh yang menunggunya di depan aula.
"Asik, makan-makan nih." Amira menggoda Nanda yang sumringah sedari tadi.
"Gue ikut." Gusti pun menimpali. Nanda tersipu malu sambil menepuk bahu Amira.
"Terima kasih kawan-kawanku udah datang dan menonton kami." Ucap Nanda seraya membungkuk bak putri kerajaan memberi hormat. Amira dan Gusti pun tertawa. Mereka berdua pun pamit pulang duluan, Nanda mengangguk dan mengatakan agar mereka berhati-hati di perjalanan. Di waktu yang sama, Mila sedang melangkahkan kaki keluar aula, melewati mereka.
"Selamat ya, Mil." Mila segera menoleh ke arah Gusti yang menyodorkan tangan kepadanya.
"Oh iya, terima kasih Gusti." Mila pun menjabat kembali tangan Gusti. Amira dan Nanda hanya menyaksikan.
**
Gusti dan Amira tak henti berbicara di atas motor Suzuki hitam milik Gusti. Terkadang Gusti membuat lawakan garing yang terkadang Amira tertawa dibuatnya.
"Tadi mereka cantik-cantik ya, Gus. Dandannya berapa jam ya?" celoteh Amira membuat Gusti terkekeh. Ia tahu, Amira sangat jarang memakai make up.
"Mereka jago dandan, Ra. Jangan disamain sama lu, dong." Amira menepuk bahu Gusti tanpa aba-aba. Sontak Gusti pun tertawa melihat ekspresi muka Amira dari kaca spionnya.
"Nanda juga cantik banget ya, tadi." Amira ingin melihat reaksi Gusti.
"Mila tahu, Ra. Gue enggak pernah lihat dia pakai make up. Ternyata manis juga dia." Amira terdiam mendengar komentar dari Gusti.
"Mila itu kelas 12 Ipa 2 kan ya, Ra?" tanya Gusti pada Amira.
"Iya kalau enggak salah sih. Sekelas sama Hafizh ya." Tutup Amira sambil memperbaiki posisi duduknya dan sedikit merapatkan bibirnya. Pikirannya tiba-tiba tertuju pada Nanda yang sekarang mungkin sedang berbagi cerita dengan Mila di mobil. Saling bertukar perasaan atas kemenangan yang mereka raih.