"Sebentar Na, minum dulu." Sayida meneguk air putih dengan Bismillah.
"Aku tak sabar menanti, semoga bisa bertemu dengan Kak Anisa dan yang lain."
"Aamiin. Masih mau dengar lagi?"
"Tentu Mbak."
"Oke, kelanjutannya begini.
Setiap hari Anisa menyampaikan salam dari Farida lalu menyampaikan salam dari Dirga, dia merasa patah hati namun dia gadis yang tegar.
Dia di sibukkan dengan mengurus nenek buyutnya, sudah seminggu dia tidak Pondok dia hanya fokus mengurus Nenek yang memang harus ditemani setiap saat.
Sofi datang dengan membawa buah dan beberapa makanan, walau dia orang kaya namun dia selalu baik kepada Anisa, bahkan Sofi sudah berniat menjodohkan Anisa dengan Dirga, namun melihat kelakuan Dirga, Sofi merasa kasihan dengan Anisa. Jadi Sofi memilih diam.
"Nis sebenarnya Farida itu bagaimana sih? Kok aku lihatnya dia ganjen ya," ujar Sofi.
"Saya krepribadiannya tidak tau Mbak, kan saya jarang di Pondok," jawab Anisa. "Ya Allah ... Aku lupa beli pempes buat Nek Buyut, Mbak kalau mau pulang boleh kok, disini baunya tidak enak," jelas Anisa.
"Ya sudah, besok kalau keadaan Nenek sudah baik kerja lagi ya," pinta Sofi, Anisa mengangguk lalu mereka keluar bersama dan beda arah.
Anisa mengayun sepedanya melihat tiga tetangga remaja yang habis minum Anisa sangat takut, namun dengan Bismillah dia melewati para pemuda itu. Dia kewarung dan membeli pempes dan telur.
Setelah selesai Anisa pulang tiga pemuda itu menghadang Anisa, Anisa menjatuhkan sepedanya berusaha keras melarikan diri namun dia tidak bisa bergerak ketika tiga pria itu memegangnya, kaki kirinya menginjak dan giginya menggigit jadi dia lolos, namun yang satu menarik bajunya.
Kreak
Robeklah kain di punggungnya, untung kain hijabnya yang robek, walau begitu Anisa menangis histeris.
Bug
Bug
Bug
Dirga dan tiga santri lainnya memukuli, melihat Nisa ketakutan, Dirga sangat kasihan namun Dirga tau kalau Anisa sudah jelas trauma. Dirga tidak berani menghibur.
Hari silih berganti sudah hampir satu bulan Anisa tidak keluar rumah karna traumanya. Ada rasa khuawatir dari Dirga untuk Anisa, Dirga sangat cemas.
"Mbak jenguk Mbak Nisa Mbak, Mbak ...." Dirga merengek seperti seorang kekasih yang mencemaskan kekasihnya.
"Ah tidak mau, Mbak setiap hari kesana,kalau kangen bilsng saja, dan segera halalin jangan PHP, lagian Mbak sama sekali tidak tertarik sama Farida, dia kemarin mencubit Ali, ih ... Tidak suka deh, tapi ... Ceh ... Telat sih kamu, nanti malam akan ada yang melamar Anisa," ujar Sofi sambil memakan buah anggur, Dirga terkejut dan berpikir.
"Siapa?" tanya Dirga penasaran.
"Ya ada ... Mbak belum tau, ngapain tanya-tanya, jangan plinplan deh, kalau Farida ya ... Farida aja, kalau Nisa ya harus buktikan dulu, hafalan bacaan solat, kamu doa qunut saja belum hapal,mau macam-macam," Sofi terus meledek adiknya.
"Aku tidak ada apa-apa kan hanya nitip salam, lagian Farida sudah ada yang melamar ke Kiai, lamarkan aku ya Mbak, aku yakin, Mbak ... Nanti keburu orang lain,"
"Ya biarin saja, Mbak tidak mau ya jodohin Nisa sama pemuda yang nanti bakal minum-minum lagi ... Nisa itu hidupnya sudah susah dan kamu tidak pantas jadi imamnya," Sofi tetap santai.
"Mbak jangan jahat dong, pokok sekarang lamarkan dulu, baru aku mau serius di pondokaku janji Jurumiah akan aku hafalkan, bahkan juz amma, plis Mbak," pinta Dirga memelas sambil menggoyangkan kaki Kakaknya.
"Janji?" tanya Sofi lalu berdiri dan mengambil buku dan polpen. "Tulis disini," pinta Sofi memberikan,"Tulis ... Ikuti kataku." titahnya.
[Aku Muhammad Dirgantara dengan ini berjanji atas nama Allah SWT. Aku mau dilamarkan asal Aku hafal Jurumiah, Jus amma dan yang pasti Alfiah.]
Dirga terkejut saat dia terlanjur menulis Alfiah atau seribu nadhom karangan Ibnu Malik.
"Mbak kok Alfiah juga?" tanya Dirga dengan wajah keberatan.
"Mau tidak?" tanya Sofi.
"Mau ... Tapi nikahnya kapan? Sekarang saja aku sudah berumur kalau Alfiah nunggu tiga tahun lagi ... Ha ... Mana tahan nih ... Si untung ku," teriak Dirga, Sofi menepuk pahanya.
"Habis hafal jurumiah boleh nikah, tapi lanjut mondok lagi sampai hafal Alfiah, oke, boleh melakukan sesukamu orang bakalnya ladangmu kok, tapi ... Ya masa setiap hari, kalau tidak hafal Alfiah aku khitan lagi punyamu," ujar Kakaknya.
"Bismillah aku setuju," Dirga sangat mantab dan sangat besemangat.
Sofi menyiapkan barang-barang setelah itu mereka pergi ke rumah yang sudah hampir roboh itu.
"Mbak kok rame sih apa telat ya?" tanya Dirga cemas.
"Yang penting kesanalah ... Sudah sampai sini juga, sakit hati ya tidak papalah," Sofi sangat santai, rumah Nisa memang dipenuhi orang berpakaian rapi, Dirga sangat gugup dan matanya sudah berair.
"Jangan lagi Mbak, Ya Allah ... Aku sering patah hati, jangan patahkan lagi hatiku,agar iman dan islamku semakin kuat ya Allah ... Hanya kepadaMu hamba meminta kabulkan ya Allah, jadikan Nisa jodoh dunia akhiratku ... Aamiin," Dirga mengusap wajah.
"Assalamualaikum," ujar Sofi.
"Wa'alaikumsalam, akan ada lamaran Mbak Sofi ...."
"Dari siapa Pak?" tanya Dirga sangat takut.
"Ya dari pemudalah, mari masuk, sampai repot-repot," ajak Pakde. Mereka masuk Dirga sangat cas dan gelisah Sofi mencubit lengan Dirga yang sedikit melamun.
"Kok lama banget ya?" tanya Pakde, Diega tertunduk dan tidak bosa berkata apa-apa.
"Alhamdulillah datang," ujar Pakde satunya.
"Yang melamar Pakde?" tanya Dirga.
"Istriku ...." ujar Pakde itu semakin menambah ketegangan.
"Alhamdulillah itu dia," ucap Pakde Dirga berdiri penasaran siapa yang akan melamar Anisa. "Kenapa berdiri itu Anakku," jelasnya, Dirga merasa malu hatinya berkecamuk penuh dengan rasa yang tidak bisa di gambarkan.
"Sudah lengkap kan semua," tanya Sofi membuka suara setelah asik makan, Dirga sangat terkejut. Anisa keluar dari kamar dia hanya memakai gamis warna biru langit dia sangat anggun dia sangat cantik. Dirga tidak berhenti memandanginya.
'Siapa ini yang melamar aduh ....' batin Dirga tersiksa.
"Kedatangan kami kemari untuk bersilaturrahim keduanya saya berniat melamarkan Adik saya ini, melamarkan Dirga untuk Nisa, menyatukan kedua insan dalam ikatan suci," jelas Sofi, Dirga terkejut. "Jadi memang Mbak ngeprank kamu maaf ya, agar kamu sadar, hehe dan Anisa ini janji-janji dia, harus ditepati ya," ujar Sofi memberikan figora yang bertulis janji Dirga.
"Namun semua keputusan ada di tangan Nisa dan keluarga, aku serahkan ... Jika ditolak kami akan menerima dengan lapang dada dan jangan sampai adakan rasa canngung," jelas Sofi.
'Aku di kerjai, ya Allah semoga Nisa tidak menolak,' batin Dirga.
"Maaf ...." suara Anisa.
"Aku ditolak," sahut Dirga dengan mengeluh merunduk mereka tertawa. Dirga menaikan wajah.
"Kok ketawa sih? Apanya yang lucu?" tanya Dirga.
"Maaf ... Kalau nikah aku belum bisa ninggalin Nenek Buyut, jadi ... Mau menerima ku dan Nenek Buyut?" tanya Nisa.
"Qobiltu ... Nisa ... Aku pun akan sering ke Pondok kan harus hafalan Alfiah," jawab Dirga hendak memeluk tidak jadi karna di jewer Sofi.
"Belum muhrim Ga ...." mereka semua sangat bahagia dalam tawa lalu mengucap hamdalah serempak. Lalu mereka menikah."
****
"MasyaAllah ...."