Chereads / Waktu Penantian / Chapter 20 - Kisahnya Part 5

Chapter 20 - Kisahnya Part 5

Anin sama sekali tidak terbebani oleh Vira. Dia ikut bahagia dan menyibukkan diri di Pondok.

Perasaannya semakin tenang ketika dia di sibukkan dengan kegiatan. Anin pun mulai berkreasi dengan kemampuannya. Saat senggang dia membuat kerajinan.

*****

Semakin cepat waktu berlalu. Kini usia Anin sudah bukan gadis lagi. Ibunya sering mencari sosok pria untuk bisa menikahi Anin. Namun Anin merasa tertekan karena hal itu.

Sedang di sana terlihat kebahagiaan dari Vira yang sudah mempunyai momongan.

Ada perasaaan sedih namun Anin harus menerima. Karena usia juga dia malu kembali ke pesantren.

Waktu terus bergulir hingga, malam hujan deras itu Anin membaca pesan dari Saif yang sudah tak pernah ia temui selama tiga tahun.

[Assalamualaikum. Bagaimana kabarnya. Aku sangat dilema, aku sudah mengatur bahasa, apa aku benar sudah meyakinimu? Apa kira-kira kamu belum ada yang memiliki?]

Anin merasa aneh dengan chat dari Saif,namun dia tersenyum.

[Aku yakin dan ingin memberi kesempatan, namun kenapa aku tidak mampu. Aku ingin hidup bersama susah senang bersama, berbagi batin.]

[Waalaikusalam. Apa kamu serius? Tidak malu akan keadaanku?] tanya Anin dengan senyum-senyum sendiri.

Dia menikmati air hujan yang dirasanya sangat romantis

"Apa begini rasanya kembali jatuh cinta?"

Banyak pertanyaan dalam benak Anin, ponselnya kembali berdering.

[Anin maukah kamu menikah denganku? Aku tidak tahu sisa umurku, tapi yang penting aku ingin bersamamu sepanjang umurku. Kenapa mudah kalau tidak di hadapannya. Anin. Aku mungkin bukan kekasih pertamamu, atau cinta pertamamu, tetapi aku ingin menjadi yang terakhir. Maukah kamu menikah denganku? Hah ... bahkan aku belum pernah mencium seseorang.]

Terbesit keraguan saat saat Anin membacanya.

[Jangan berpura-pura aku tidak ingin di kasiani.]

[Kumpulkan saat-saat gembira dalam hidupku, semuanya tidak akan dapat menyamai indahnya waktu yang aku habiskan denganmu. Maukah kamu menikah denganku? Merananya aku ... Maukah kamu menikah denganku? Untuk menghilangkan kemeranaan ini. Aku akan selalu mencintaimu walaupun penantian itu begitu lama jika engkau memang bukan takdirku, maka aku bahagia telah memilihmu.]

Anin merasa tidak suka dengan kata-kata lamaran dari Saif. Dia merasa Saif terpaksa.

[Aku pernah patah hati. Aku sudah lama namun ada ketakutan. Saat ini aku jujur Anin. Walau mungkin tidak pas dan kamu tidak suka. Matahari dimusim panas. Bunga dimusim semi. Dan kamu hal terindah hidupku. Maukah kamu menikah denganku? Aku pasrah aku hanya mengutarakan apa yang ingin aku sampaikan. Semua terserah kamu akan aku kembalikan lagi kepadamu.]

Anin bepikir dia pun meletakkan ponsel dan berjalan ke kamar mandi. Anin segera membaca Alquran dia sama sekali tidak memperdulikan chat dari Saif.

Waktu terus berlalu dua jam sudah Anin pun kembali mengambil ponselnya dan berbading.

[Istikharah mungkin sangat tepat. Ta'aruf pun juga. Kamu yang adalah sesuatu paling menakjubkan yang dapat menyentuh hatiku ... aku resah, hah entahlah..Kamu paling indah, darimu aku suka, suaramu membisikiku walau kamu tidak di sampingku, dan hal termanis dalam hidupku adalah mencintaimu. Maukah kamu menikah denganku?]

Anin pun mulai mengetik.

[Sungguh ini sangat dadakan aku belum bisa menjawab. Aku takut saat aku berharap aku kembali kecewa lagi. Bisakah kamu membuat aku tidak kecewa?]

Tidak lama menunggu Anin mendapat balasan.

[Aku tidak bisa mengatakan apapun. Tidak bisa menjamin apapun. Memang hanya kata-kata, harapanku kamu mau menerima. Kalau saja bintang-bintang bisa bicara, maka aku akan kirimkan lewat semua bintang, dan meminta mereka untuk mrngatakan, aku cinta kamu. Terlalu alay tidak sih. Maukah kamu menikah denganku? Orang-orang bertanya padaku kenapa aku mencintaimu. Siapa yang bertanya, aku kan masih menyimpan cintaku ini. Aku itu sangat bodoh, karena aku merasa seakan-akan, aku bertanya padaku untuk apa aku bernapas, napasku juga napasmu. Maukah kamu menikah denganku?

Maukah kamu menikah denganku? Hati ini tidak akan melirik selain pada kekasihnya, janji. Apa kamu dari tadi merasakan detak jantung semakin keras? Rasanya peperangan cinta.]

[Bisakah kamu memberi alasan?] tanya Anin lagi.

[Tidak adalasan. Tiba-tiba aku selalu menghawatirkanmu dari setiap kesedihan yang akan mencuri senyummu. Maukah kamu menikah denganku? Aku tidak mau sesuatu dari dunia ini, karena aku sudah merasa mengambil semua kebahagiaanku saat aku mencintaimu. Maukah kamu menikah denganku? karena kamu juga kebahagiaanku. Aku ingin menjadi sesuatu yang indah dalam hidupmu yang dapat melukiskan senyum di atas kedua bibirmu tatkala engkau mengingatku. Mari sama-sama menjadi penghibur lara. Maukah kamu menikah denganku? Ketika kita mencintai, perasaan kita akan merasakan ketakutan, takut kehilangan, takut perpisahan dan takut berbagi. Maukah kamu menikah denganku? Hal terindah memang ketika engkau jatuh cinta, akan tetapi lebih indah jika orang yang kau cintai menyadari cintamu. Maukah kamu menikah denganku? Anin ... aku sudah mengungkapkan segelanya, hatiku gundah dari tadi aku terus berbicara.]

Anin terus memikirkan dia berbaring lemas

[Maaf aku tau diri, akan lebih baik jika Mas mencari wanita lain.] Chat Anin dikirim dan menolak.

Sangat jelas jika Anin menoreh luka di dalam hati Saif.

[Jika kamu menolak ku. Aku tidak akan memaksamu lagi. Sudah cukup aku memberanikan diri dan berkata jujur kepadamu. Karena selama ini, aku sulit tidur jika tidak mengungkapkan. Hampir selama 3 tahun aku diam diam memendam perasaanku padamu. Dan pada akhirnya aku berani mengungkapkannya namun kamu menolaknya. Aku tidak masalah. Semoga kamu juga kan bisa bahagia. Terima kasih sudah menolak ku.]

Setelah mendapat balasan dari Saif. Anin pun menangis tersedu-sedu.

"Apa aku sudah terlalu menyakiti nya? Apa aku terlalu kasar kepadanya? Kenapa aku benar-benar bingung akan keadaan ini."

Setelah semalaman Anin merasa seperti cacing kepanasan dan sangat bingung,akhirnya pun dia terlelap setelah salat subuh. Alarmnya terus berbunyi namun dia tetap tidak bangun sangking lelapnya.