Tera menatap Sebastian lamat-lamat, pria itu memiliki netra yang sangat tajam dan hitam kelam bak malam tanpa bulan. Warna yang menenggelamkan Tera dalam lamunan.
Berlama-lama Tera menelusuri mata itu, mencari-cari isi hati sang empu. Namun sekeras apapun usahanya, Tera tak menemukan apapun selain tembok tak kasat mata yang menghalangi jendela hati pria itu.
Tembok itulah yang membuat Tera enggan menerima ajakan pernikahan yang pria itu tawarkan. Sebastian Sihombing Lim memang sering menunjukkan ekspresi marah maupun senang. Tapi Tera tahu jika Sebastian lebih rumit dan complicated daripada dua emosi yang sering pria itu tampilkan di hadapannya. Hanya saja, Sebastian sangat pintar menyembunyikannya. Ia selalu berhasil menutup isi pikiran maupun hati yang sebenarnya. Tak ada yang benar-benar tahu apa yang melintas dalam pikiran dan hati terdalam pria itu – kecuali dirinya sendiri dan Tuhan.
"Apa yang sedang kamu cari?"
Suara bisikan yang serak itu menyadarkan lamunan Tera hingga gadis itu mengerjap dan mengalihkan matanya dari kedalaman mata hitam Sebastian. Sialnya, manik mata Tera justru berlabuh pada bibir Sebastian yang basah dan sexy, bibir yang acap kali menciumnya itu malah dengan pongahnya menyeringai penuh ejekan seolah Tera melakukan tindakan yang memalukan.
Tera pun bergerak mundur untuk memberi jarak, sayangnya Sebastian justru mempertahankan tengkuk Tera, sambil mendekatkan wajahnya.
"Jawab, apa yang kamu cari di dalam mata saya?" tuntut Sebastian.
"T – Tidak ada."
"Pembohong. Jawab dengan jujur, apa yang membuatmu sangat ragu dengan uluran tangan saya? Karena saya playboy? Saya pemain wanita? Apa yang kurang dalam diri saya sampai kamu mencarinya melalui mata saya?"
"Boss…" kedua tangan Tera terulur dan mendorong pundak Sebastian menjauh. Wanita itu memalingkan muka, tapi lagi-lagi Sebastian menahannya.
"Jangan pancing kemarahan saya, atau saya akan memilikimu di atas sofa ini!"
Tera menutup mata sambil mendesah kecil, "Saya tidak bisa menjawab karena saya tidak tahu jawabannya…"
"Coba pikirkan jawabannya, saya menunggu…" Tangan bebas Sebastian melempar dokumen ke meja, lalu melingkarkannya pada pinggul Tera. "Jika belum dapat jawaban, maka saya tidak akan melepaskanmu…"
"Jangan paksa saya seperti ini…"
"Saya hanya ingin mendengar jawabanmu. Apa yang sedang kamu cari, kenapa menolak uluran tangan saya? Apakah keputusanmu akan berbeda jika saya tidak pernah bertunangan dengan Kanaya?"
Tera menggigit bibir, matanya memperhatikan Sebastian lamat-lamat. Sebastian adalah pria yang sangat tampan, sukses dan impian semua wanita maupun pria. Semua yang ada pada diri Sebastian itulah yang membuat Tera menciut takut. Tera hanya ingin pria sederhana yang tidak complicated. Pria simpel yang akan mendampinginya dalam suka maupun duka.
"Saya mencari sesuatu di kedalaman lautan netra itu…"
"Sesuatu macam apa?"
"Apakah Anda bahagia setelah memaksa saya seperti ini? Apakah Anda benar-benar ingin menikahi saya?"
"Tidak." Timpal Sebastian secepat kilat. Pria itu tak perlu berpikir panjang untuk menjawab pertanyaan Tera. "Tidak bahagia dan tidak ingin menikah. Tapi saya tidak punya pilihan…"
"Dua orang yang tidak benar-benar ingin menikah, lalu dipaksa bersatu pada jalur hidup yang sama. Bukankah itu sebuah penyiksaan?"
"Tera, life isn't about flower road."
"Ya, memang bukan jalan berbunga yang indah, but at least, kita bisa mencari jalan aman. Why don't we live in a peace and safe way of life?"
"Berapa sih usiamu? Kenapa berpikir senaif itu?" skak Sebastian, "Kamu sudah terlalu tua untuk berpikir bahwa hidup bisa damai dan nyaman seperti syurga!"
"Ya, Boss. I know, gak ada hidup yang benar-benar nyaman dan damai seperti yang saya sebutkan. But, setidaknya kita bisa memilih jalan dengan resiko yang lebih sedikit." Balas Tera, "Menikah dengan cinta saja bisa hancur lebur, apalagi menikah hanya karena tuntutan sosial, tuntutan hidup, apalagi tuntutan memenuhi kebutuhan anak Anda. Hubungan semacam itu bukan hal yang mudah untuk dilalui. Pasti akan jauh lebih sulit untuk bertahan…"
"Lalu, mari kita buat aturan untuk bisa bertahan walau tanpa alasan klasik seperti cinta, dan hal-hal manis lainnya. Mari kita isi dengan sesuatu yang lebih kuat."
"Contohnya?"
"Mari membuat surat kontrak pernikahan yang menyatakan bahwa pernikahan harus bertahan setidaknya sampai anak-anak dewasa."
"Anak-anak?" pekik Tera.
"Ya, anak-anak. Artinya saya akan menitipkan sperma saya di rahimmu. Saya akan memiliki anak darimu, dan kamu memiliki kewajiban untuk membesarkan anak itu di bawah perlindungan saya. Tidak ada perpisahan. Apalagi saat anak-anak beranjak dewasa. Kita tetap harus bertahan apapun yang terjadi…"
"Saya tidak yakin Anda mampu menjalaninya dengan kesetiaan. Pasti Anda berencana menemui wanita lain di luar sana, dan hanya menjadikan saya sebagai istri sah dalam status saja. Saya akan tinggal di rumah sebagai ibu dan istri yang teladan, sedangkan Anda…"
"Itu tergantung bagaimana caramu memuaskan hati saya. Lelaki seperti saya bisa menemukan kepuasan dari wanita manapun dengan mudah jika istri saya…"
"Jangan menyalahkan istri karena hal itu!" potong Tera tak terima, "Jangan menyalahkan istri jika pada dasarnya Anda adalah playboy dan brengsek!"
"Perselingkuhan muncul dari banyak celah, salah satunya adalah dari istri yang tak mampu memuaskan suami, begitu pula sebaliknya."
"Sudah, saya tidak ingin membicarakan ini!" potong Tera.
"Hey, mau kemana? Kenapa sudah semarah ini bahkan sebelum saya berselingkuh? Kamu punya pengalaman diselingkuhi?"
"Tidak! Tapi tidak usah dibahas! Saya tidak suka membahas hal ini…"
"Bukankah kamu yang memulainya?"
"Ah, sudah-sudah, ganti topik saja!"
"Kamu benar-benar gadis menyebalkan!" Sebastian menjentik kening Tera hingga mengaduh.
"Sakit!"
"Makanya jangan mengganti topik seenaknya! Saya sedang serius membicarakan hal ini, kamu malah melantur tidak jelas. Intinya saya akan membuat dokumen kontrak pernikahan kita. Poin pertama, tidak ada perceraian sampai anak-anak cukup dewasa. Poin kedua, Seks sesuai kebutuhan. Ketiga, Melahirkan anak-anak saya. Keempat, Jadi istri manis yang tidak banyak membantah."
"Hmn!" Tera menghempas nafas. Gadis itu menatap Sebastian tak percaya. "Bahkan saat Anda mengatakannya, saya tidak bisa mengenal siapa yang sedang bicara. Seperti bukan Sebastian Lim, tapi mata saya membuktikan bahwa Sebastian Lim yang mengatakannya. Anda sangat complicated… ini bukan diri Anda yang sebenarnya, pernikahan kontrak dan tetek bengeknya sungguh di luar karakter Anda. Saya benar-benar seperti tidak mengenali Anda yang seperti ini, sebab itu saya berusaha mencari-cari keberadaan Sebastian Lim yang sesungguhnya dibalik mata hitam itu…"
"Siapapun yang sedang kepepet situasi akan berubah karakter dengan mudah. Ini adalah jalan saya menyelesaikan situasi kepepet yang saya hadapi. Seperti yang saya katakan sebelumnya, tidak ada jalan lain, hanya kamu yang bisa saya manfaatkan. Jika ada beberapa hal yang ingin kamu revisi dari penawaran saya barusan, maka kamu bisa menyampaikannya sekarang juga… atau jika butuh waktu untuk mengkaji kontrak pernikahan kita, maka saya akan memberi kamu waktu seminggu. Saya akan mengirim surat kontrak itu ke emailmu. Dan jangan lupa, kontrak itu memiliki nilai yang sangat besar. Kamu akan menjadi Nyonya Lim yang kaya raya, bagaimana? Hutang dua ratus juta bukan hal sulit jika kamu mau menjadi istri saya!"
***