"Reva tunggu!"
"Sumpah ya, gue punya temen kupingnya kalengan semua."
"Re!"
Langkah kaki wanita di depan terhenti, lalu menoleh ke belakang. Masih dengan wajah datarnya dia tersenyum, seperti tidak ada beban sedikitpun.
Pagi ini memang Reva memutuskan untuk bekerja. Lagipula, untuk apa di rumah? Apa dengan berdiam diri semua masalahnya selesai? Tentu saja tidak. Karena sejatinya, masalah itu ada untuk di selesaikan, bukan di bawa lari.
"Lo kenapa sih gue panggil bukannya berhenti? Minta digunting ya rambut lo?" sentak Nisa dengam emosi. Hari masih pagi, tetapi emosinya sudah dipanaskan.
"Sengaja, biar lo lari ngejar gue."
"Idih? Haus akan kejaran lo ya? Oh iya, kemarin lo ke mana? Kenapa tiba-tiba ga masuk? Udah gitu ga ada keterangan apapun, ga kasih tau gue. Asal lo tau, Pak Sean marah!"