Makanan pesanan keluarga Odilio tidak lama datang.
"Makanan, kita datang kita coba dulu," kata Agatha semangat.
Hanna memegang kepalanya yang mendadak sakit. "Aku pamit ke kamar mandi dulu, Sayang," kata Hanna pada Edgar.
"Aku temani kamu, Sayang," tawar Edgar.
"Sayang, aku tidak ke mana-mana kok. Cuma ke kamar mandi aja," tolak Hanna agak kesal.
"Oke, Sayang. Hati hati. Aku tunggu," balas Edgar.
Hanna keluar dari ruangan VIP itu lalu encari toilet. Dia bertanya pada manajer restoran.
"Iya, ada yang bisa saya bantu?" tanya Iis.
"Kamar mandi ada di mana?" tanya Hanna.
"Nona, di sana," jawab Iis sambil menunjukkan letaknya.
Hanna memasuki kamar mandi. Dia masuk ke bilik yang kosong dan duduk di atas kloset yang dia tutup. Mendadak ingatan di mimpinya benar benar mengganggu. Dia selama ini tidak pernah mencari mengenai yang orang-orang katakan di kampus bahwa dia mirip dengan seorang gadis yang diculik dan sudah tiada. Dia membuka ponselnya dan mencari tahu tentang seorang gadis yang teman temannya bilang. Dia membaca tiap artikel dan membaca nama orang tua gadis itu. Bahkan gadis itu memiliki adik.
"Kenapa aku merasa aku ada hubungan dengan keluarga ini? Ada apa denganku? Kepalaku benar-benar sakit kalau berpikir? Apa besok aku coba berdiskusi dengan teman kampusku?" gumam Hanna masih sibuk dengan pikirannya.
"Sayang, kamu masih lama?" tanya edgar di luar sana.
Hanna meneguk saliva. Dia menyimpan ponselnya lalu berjalan keluar dari bilik toilet. Dia mencuci tangan dan wajahnya terlebih dahulu lalu berjalan kembali menemui Edgar yang menunggunya di luar.
"Sayang," sapa Hanna.
"Kamu kenapa, Sayang? Kamu baik-baik aja? Aku khawatir tadi saat kamu tidak menjawab," kata Edgar menangkup wajah kekasihnya dan mengecup lembut bibir Hanna duluan.
"Sayang, nanti dilihat orang," tegur Hanna melepaskan tautan bibir mereka.
"Tidak akan ada yang berani melihat kita, Sayang," balas Edgar membawa masuk kekasihnya ke dalam kamar mandi menuju bilik yang kosong.
"Kamu mau apa, Sayang? Nanti mama dan papa menunggu kita terlalu lama," kata Hanna lembut.
"Sayang, lihat wajahku. Aku menginginkan kamu," pinta Edgar mengecup leher kekasihnya.
"Iya, tapi nanti ada yang mendengar suara kita," tolak Hanna gugup begitu tangan kekasihnya menangkup miliknya di balik gaun.
"Aku menginginkan ini, Sayang. Kita bermain sebentar," pinta Edgar.
"Kamu kenapa mendadak begini saat baru datang?"Aku tidak mau," tolak Hanna sambil menjauhkan tangan kekasihnya.
"Sayang, aku ingin mencoba di sini. Kamu tidak penasaran?" tanya Edgar memberikan kecupan-kecupan kecil di leher kekasihnya.
"Aku akan melayani kamu aja, tapi aku tidak mau yang lain. Aku takut," kata Hanna.
"Aku mau mendengar suara kamu yang indah, Sayang, bukan hanya melayani aku. Kamu kekasih aku dsn bukan budak aku," balas Edgar menatap tajam Hanna membuat nyali Hanna menciut.
"Hmm," gumam Hanna merasakan desiran di tubuhnya dan mendamba sentuhan Edgar.
Gaun Hanna diturunkan dan digantung di pintu kamar mandi.
"Sayang, aku suka wangi tubuhmu ini, membuat aku benar-benar gila," kata Edgar mengecup-ngecup setiap inci tubuh Hanna.
Edgar menelusupkan tangannya ke dalaman yang menutupi milik perempuan di hadapannya. Dia menyentuh titik sensitif Hanna hingga Hanna bergejolak karena merasakan sentuhan jarinya. Hanna menggigit bibirnya, dia menahan suara kenikmatannya agar tetap sekecil mungkin.
"Edgar," kata Hanna merasakan miliknya saat ini basah.
"Rasakan, Sayang. Bagaimana tubuh kamu menyukai sentuhanku. Buka lebar kaki kamu," pinta Edgar dengan suara berat dan seksi menghipnotis perempuan di hadapannya.
"Oh, Sayang," kata Hanna anna merasakan jari pria di hadapan dia menghentak cepat di bawah sana.
Hanna memeluk leher Edgar dan menggigit bahu kekasihnya, meredam suara nakalnya yang akan menjadi-adi. Edgar bisa merasakan milik Hanna yang menjepit jarinya dan Hanna sudah menatap dia sayu saat ini.
"Keluarkan, Sayang," bisik Edgar berbisik lembut.
"Oh!" teriak Hanna dengan tubuh bergetar.
Pinggang Hanna ditahan oleh pria di hadapan dia agar tidak oleng. Edgar menarik jarinya dari bawah sana, menjilat di depan Hanna membuat perempuan itu sedikit malu walaupun mereka sudah sering melakukannya.
"Aku ingin segera punya anak dengan kamu, Sayang," pinta Edgar.
"Hah, anak? Jangan bercanda, aku masih kuliah dan aku tidak mau berhenti di tengah jalan," tolak Hanna.
"Apa aku tidak pantas mendapat anak dari kamu, Sayang?" tanya Edgar dengan suara pelan membuat Hanna merasa tidak enak hati.
"Bukan begitu. Kamu jangan marah," mohon Hanna.
"Oke, lupakan. Aku tidak akan marah. Sekarang giliran aku menikmati hidangan pembuka sebelum kita makan malam," balas Edgar.
"Nanti mama dan papa menunggu, bagaimana?" tanya Hanna.
"Mereka sudah makan duluan. Tadi aku sudah minta mereka makan dulu saja," jawab Edgar tersenyum manis pada kekasihnya.
Edgar membalik tubuh kekasihnya membuat Hanna menegur pria itu.
"Jangan terlalu lama. Aku tidak enak sama mama dan papa," tegur Hanna merasakan milik Edgar sudah menempel di celahnya yang basah dan berkedut-kedut.
"Iya, Sayang. Kita nikmati dulu. Kamu penasaran dan mau mencoba di tempat seperti ini?" goda Edgar sudah melesakkan miliknya hingga mentok.
"Argh!" teriak Hanna merasakan milik kekasihnya memasukinya dengan sekali hentakkan.
"Suka?" tanya Edgar bermain sedikit kasar agar Hanna bisa mencapai pelepasannya dengan cepat.
"Suka," jawab Hanna.
Hanna menahan suara yang bisa membuat orang berpikir aneh. Mereka saling mengejar kenikmatan mereka hingga Edgar menumpahkan benihnya ke dalam rahim kekasihnya kembali.
"Sayang, aku bantu merapikan penampilan kamu," tawar Edgar tersenyum miring menatap kekasihnya yang begitu lemas di pelukan dia saat ini.
"Iya. Makasih. Kita harus segera kembali biar mama dan papa tidak curiga," ajak Hanna.
"Mereka juga kalau curiga, kenapa? Kita ini sepasang kekasih," balas Edgar terkikik geli.
"Sudah, ayo kita keluar dari sini. Aku mau cuci tangan dan wajahku," kata Hanna berusaha melepaskan diri dari kekasihnya.
Edgar melepaskan Hanna, dia membukakan pintu. Hanna menengok ke sana kemari, untung tidak ada orang. Edgar dengan santainya mencuci tangan dan wajahnya juga. Mereka keluar dari sana setelah selesai mencuci tangan dan wajah mereka. Hanna menengok pintu ditulis bahwa toilet rusak.
"Aku sudah memikirkan semuanya, Sayang. Jadi jangan khawatir," kata Edgar melihat tampang kekasihnya yang terkejut.
"Ya aku tidak mau kayak begini lagi dan aku harus minum obat pencegah kehamilan, Sayang. Aku seharian belum minum," balas Hanna merasa takut dirinya hamil. Dia belum siap.
"Sayang, aku selalu ada untuk kamu kalau kamu hamil. Aku akan selalu menjaga kamu," kata Edgar.
"Iya, tapi aku belum siap," balas Hanna.
"Baiklah, Sayang. Aku akan menunggu kamu sampai siap," lirih Edgar.
Hanna menatap mata kekasihnya yang terlihat sedih, tapi dia tidak mau dipaksa untuk saat ini.
"Aku mau mencari jati diriku siapa dulu. Aku harus mencari tahu semuanya. Maafkan aku. Aku janji tidak akan berubah setelah mengetahui diriku," gumam Hanna.