Chereads / Edgar's Prisoner / Chapter 74 - The Victim

Chapter 74 - The Victim

Edgar membelai lembut pipi Hanna lalu memeluk perempuan itu.

"Iya aku memiliki musuh karena usaha kami yang berkembang membuat banyak orang iri," kata Edgar.

"Pasti banyak orang yang iri kalau kita sukses, tapi kita tidak perlu terlalu memikirkannya," balas Hanna.

"Iya. Sekarang kamu istirahat, besok pagi kita harus berangkat. Aku mau menemui pengawal di depan," kata Edgar.

"Oke," balas Hanna.

Edgar menarik selimut hingga menutupi tubuh hanna. Dia keluar dari kamar dan langsung disambut David yang berada di depan. David menunduk hormat bersama pengawal lainnya.

"David, ke ruangan kerjaku. Gustav di mana? Katanya dia datang," kata Edgar.

"Ada. Sebentar saya telepon," balas David.

"Oke," balas Edgar.

Mereka berjalan menuju ruangan Edgar buat membicarakan misi untuk hari besok.

***

Keesokan paginya, Niko yang berada di kediamannya sudah membantu papanya menyiapkan sarapan. Elsa termenung di meja makan.

"Ma, ayo sarapan dulu," kata Louis.

"Hanna belum datang?" tanya Elsa.

"Ma, sabar. Hanna lagi sibuk bekerja," jawab Louis.

"Mama, Niko suapin," kata Niko.

Elsa menganggukkan kepalanya. Mereka sarapan bersama di ruang makan. Ponsel Louis tiba-tiba berbunyi, dia tersenyum saat mendapatkan telepon dari kepolisian.

"Halo. Selamat pagi," kata Louis antusias.

"Tuan Louis, selamat pagi. Ini dari kepolisian, saya ingin meminta kalian datang untuk ke alamat yang akan saya kirim," balas Baron.

"Iya. Bagaimana keadaan putri saya? Apakah sudah ketemu?" tanya Louis.

"Maaf, kami belum bisa memastikan terlebih dahulu apakah ini putri kalian atau bukan," jawab Baron.

"Apakah putriku sudah meninggal?" tanya Louis.

Sendok yang dipegang Elsa terjatuh. Elsa langsung berdiri saat mendengar ucapan suaminya. Niko merangkul mamanya, dia mencoba menenangkan Elsa.

"Tuan, kami belum tahu ini putri kalian atau bukan. Kami meminta kalian mengidentifikasinya dulu," kata Baron.

"Baik, saya akan segera ke sana sekarang," balas Louis.

Louis menatap istri dan putranya setelah sambungan telepon itu dimatikan.

"Papa, apakah kakak sudah tidak ada?" tanya Niko.

Louis mengangkat tangannya, dia menyuruh Niko diam.

"Papa mau ke sana dulu untuk memastikan apakah perempuan itu kakak kamu atau bukan," kata Louis dengan suara bergetar.

Niko menghelakan napas. Dia berusaha tegar untuk menguatkan orang tuanya.

"Mama ikut," kata Elsa sambil menitikkan air matanya.

"Sayang, kamu di sini aja sama Niko. Banti aku kabarin," balas Louis lembut.

"Tidak. Mama mau ke sana untuk memastikan itu Hanna atau bukan," kata Elsa.

"Oke, kalian harus bersiap-siap sekarang," balas Louis.

"Papa jangan lupa izin kerja," kata Niko.

"Iya. Papa sekarang mau kirim pesan ke bos," balas Louis.

Niko membantu mamanya ke kamar, mereka akan bersiap-siap dulu. Louis menatap makanan yang tersaji saat ini dia tidak bisa makan.

"Hanna, putriku, aku harap perempuan itu bukan kamu. Hanna, kamu pasti masih hidup," gumam Louis sambil menutup wajahnya.

Louis terisak sendiri. Dia buru-buru menghapus air matanya dengan cepat karena dia tidak mau terlihat lemah di depan keluarganya.

***

Di bandara, Edgar dan Hanna sudah sampai di ruang tunggu. Mereka sedang menunggu pesawat pribadi keluarga Odilio siap.

"Ini sudah baru semua? Tidak ada yang terlewat?" tanya Edgar saat menerima data-data Hanna.

"Iya," jawab Gustav.

"Itu kartu identitas aku? Aku mau lihat," kata Hanna dengan mata berbinar.

"Oh, boleh," balas Edgar sambil memberikan kartu identitas Hanna pada Hanna.

Hanna membaca nama yang tertera di kartu identitas itu.

"Hanna Cherry Freud," kata Hanna.

"Iya itu nama kamu. Bagaimana kalau kita menggunakan nama panggilan kesayangan baru saat sampai di sana?" tanya Edgar.

"Bukannya kamu selalu memanggil aku sayang?" tanya Hanna.

"Aku mau panggil kamu Cherry," jawab Edgar.

"Cherry, bagus juga. Cherry kesayangan Edar," balas Hanna sambil memeluk Edgar.

"Iya kesayangan aku," kata Edgar sambil membalas pelukan Hanna.

"Kalian bikin aku sedih deh. Aku jadi pengen ikut," kata Agatha.

"Mama, aku juga bakal kangen sama kalian. Mama harus sering datang ke sana," balas Hanna.

"Iya. Kamu di sana jaga diri baik-baik," kata Agatha.

"Siap, Ma," balas Hanna sambil tersenyum lebar dan memeluk Agatha.

"Pesawat kalian sudah siap, lebih baik kalian segera pergi. Hanna, semoga kamu segera sembuh," kata Oscar.

"Iya, Pa. Terima kasih," balas Hanna.

"Kami berangkat sekarang. Titip salam untuk Max," kata Edgar.

"Oke. Sayang, sini peluk aku dulu," pinta Agatha.

Edgar memeluk mama dan papanya juga sebelum naik ke pesawat, sedangkan Hanna melihat ke belakang.

"Asisten dan pengawal pada ikut?" tanya Hanna saat memasuki pesawat dan disambut pramugari.

"Iya sayang. Nanti untuk Gustav akan membantu aku di sana. Max sepertinya akan dibantu asisten papaku. Kalau sekretaris, dia mau cari sendiri," jawab Edgar.

"Oke,' balas Hanna.

Edgar menggendong Hanna ke tempat duduk mereka. Dia menyelimuti kaki Hanna supaya tidak kedinginan.

"Kita di sana cuma berdua?" tanya Hanna.

"Tenang, di sana aku akan banyak menemani kamu," jawab Edgar.

"Aku jadi merepotkan kamu," kata Hanna.

"Kamu tidak merepotkan aku. Kata siapa kamu merepotkan aku? Kalau ada yang bilang kamu merepotkan aku, aku akan buat dia menyesal," balas Edgar.

"Kamu ini menyeramkan amat," kata Hanna.

"Enggak, Hanna. Aku cuma bercanda," balas Edgar sambil memasangkan sabuk pengaman.

Pesawat yang mereka tumpangi sudah lepas landas dari bandara.

***

Di ruang tunggu bandara, Agatha dipeluk oleh suaminya.

"Pa, aku bakal kangen sama anak kita," kata Agatha.

"Kita akan menemui mereka nanti. Kamu jangan sedih dan jangan ada yang tahu soal ini," balas Oscar.

"Iya, Pa," kata Agatha lesu.

"Kita kembali sekarang. Aku ada rapat soalnya. Kamu harus izin sama aku kalau mau pergi," balas Oscar.

"Iya, Pa. Aku juga akan disupiri," kata Agatha.

Oscar menoleh ke televisi saat terdengar mengenai berita terheboh. Oscar menatap televisi di mana disiarkan jasad tubuh seorang perempuan yang wajahnya ditutupi karena hancur dan tubuhnya tidak menggunakan pakaian apa pun. Agatha terkejut saat melihat siapa yang dia kenal terlihat histeris di berita itu.

"Ini pasti bukan kamu!" teriak Elsa.

Agatha menarik napasnya saat melihat berita di televisi. Dia berjanji pada dirinya sendiri akan menjaga Hanna dengan baik.

"Aku tidak bisa berbuat apa pun," gumam Agatha.

Oscar membawa istrinya keluar dari bandara. Agatha diantarkan pulang ke rumah, sedangkan Oscar pergi ke kantor.

***

Di rumah sakit, jasad yang dinyatakan sebagai Hanna Silvan dibawa ke tempat mandi mayat untuk dibersihkan dan dimasukkan ke dalam peti. Elsa beberapa kali pingsan, sedangkan Louis terduduk di kursi rumah sakit. Niko mengurus seluruh administrasi dibantu oleh Adel dan Helen yang langsung datang begitu mendapat kabar mengenai Hanna.

"Niko, kamu temani mama dan papa kamu. Kuatkan mereka. Aku tahu ini berat untuk kamu," kata Helen sambil memeluk Niko.

"Iya. Kak Helen, terima kasih atas bantuannya. Aku tidak nyangka kakak akan ditemukan dalam keadaan mengenaskan," balas Niko.

"Iya. Kita semua tidak mau ini terjadi, tapi sudah terjadi. Kita sekarang harus mendoakan yang terbaik untuk kakak kamu," kata Helen.

"Sudah, biarkan Niko sekarang ke orang tuanya. Ini sudah hampir selesai berkas-berkasnya," balas Adel.

"Oke, Kak. Aku ke mama dan papa. Makasih," kata Niko.

"Iya sama-sama, Niko," balas Helen sendu.

"Sudah selesai nih, kita bisa langsung membawa Hanna ke rumah duka," kata Adel.

"Adel, apa kamu yakin yang meninggal Hanna?" tanya Helen.

"Entahlah. Aku tidak tahu, Helen. Aku tidak yakin dia Hanna, tapi rambut dan tanda lahir di tubuh perempuan itu sama persis seperti milik Hanna," kata Adel.

"Iya aku merasa seharusnya diperlukan otopsi untuk lebih meyakinkan," balas Helen.

"Kita tanya keluarganya dulu. Kita butuh persetujuan mereka," balas Adel.

"Iya sih. Oh iya, kamu ingat tidak kalau Hanna pernah punya pacar? Bukannya kamu pernah kenal sama pacarnya?" tanya Helen.

"Sepertinya tidak mungkin pria itu yang membunuh Hanna," jawab Adel.

"Kenapa kamu yakin? Apakah pria yang dekat dengan kamu itu ada hubungan sama kekasih Hanna?" tanya Helen.

"Sudah, kita kepanjangan bahas ini. Sekarang lebih baik kita menemui mereka,' jawab Adel.

"baiklah," balas Helen.

Mereka pergi menuju tempat keluarga Hanna berada.