Chereads / Edgar's Prisoner / Chapter 75 - Mourn

Chapter 75 - Mourn

Helen dan Adel sampai di tempat keluarga Hanna. Jasad Hanna sudah dimasukkan ke dalam peti dan dibawa ke ambulans.

"Paman, kami mau bicara sebentar," kata Adel.

Louis yang menenangkan istrinya yang menangis histeris meminta Niko untuk menemani mamanya dulu. Adel, Helen dan papanya Hanna ke pojokkan.

"Ada apa?" tanya Louis dengan wajah yang sembab.

"Paman, lebih baik kita melakukan otopsi dulu. Kami takut jasad yang tadi bukan Hanna," jawab Helen.

"Maaf, saya tidak mau membuat anak kami Hanna menderita lagi. Otopsi membutuhkan waktu yang lama, kami ingin segera menguburkan putri kami. Terima kasih atas saran kalian. Kami akan berusaha merelakan putri kami dan mendoakannya," balas Louis.

Helen menatap Adel. Dia meminta maaf pada Louis karena masih ragu dengan jasad Hanna yang ditemukan.

"Saya juga ragu, tapi ciri-ciri jasad tadi sudah persis seperti Hanna kami walaupun tidak mengenali wajahnya," kata Louis saat mengingat wajah cantik putrinya tidak berbentuk sama sekali.

"Baik. Kita kembali ke tante sama Niko dulu," kata Helen.

Mereka kembali ke tempat Niko dan Elsa. Mereka lalu menuju ambulans yang membawa peti yang berisi jasad Hanna ke rumah duka. Mereka sudah memberitahu keluarga, teman dan juga tetangga yang terdekat.

***

Di pesawat pribadi Edgar, Hanna menonton film yang diputar oleh Edgar. Dia mendadak bosan dengan film yang diputar menatap Edgar.

"Sayang, kamu kenapa kayaknya tidak semangat?" tanya Edgar.

"Aku bosan. Aku mau ganti film yang lain," jawab Hanna.

"Oke kamu ganti saja. Aku mau ke toilet dulu sebentar," balas Edgar.

"Oke," kata Hanna.

Edgar melangkah ke kamar mandi, sedangkan Hanna mengganti channel film. Hanna mendadak terpanah pada sebuah acara.

"Kenapa wajah orang itu mirip dengan aku? Dia sudah tidak ada di dunia ini dan namanya Hanna Silvan," gumam Hanna sambil memegangi wajahnya sendiri.

"Serius amat, lagi nonton apa?" tanya Edgar sambil memanggil pramugari untuk membawakan jus.

Edgar seketika melotot. Dia terkejut dengan apa yang ditonton Hanna.

"Kamu lihat deh wajah gadis ini, mirip denganku dan namanya sama. Cuma beda belakangnya aja," kata Hanna sambil menunjuk televisi.

"Sayang, kamu menonton apaan? Tidak baik menonton orang yang sudah tidak ada," balas Edgar.

"Sayang, ini cuma berita," kata Hanna sambil menatap Edgar dengan tatapan aneh.

Edgar menatap Hanna dengan tatapan yang sulit diartikan membuat Hanna merasa heran dengannya.

"Kamu kenapa menatap aku begitu? Kamu terlihat gelisah melihat gadis di layar ini," kata Hanna.

"Sayang, jangan berpikir aneh-aneh. Kamu baru sembuh dari sakit, terus kamu menonton berita seperti ini. Tidak bagus tahu," balas Edgar.

"Sejak kapan kekasih aku percaya sama hal-hal takhayul?" tanya Hanna cekikikan.

"Kamu ini menggoda aku terus," jawab Edgar sambil memeluk-meluk Hanna.

"Apa sih? Geli!" teriak Hanna.

"Sudah, ganti siaran yang lain. Aku tidak suka melihatnya," balas Edgar.

"Iya, ini aku ganti. Galak banget sih," kata Hanna.

"Aku galak karena ingin yang terbaik untuk kekasih kesayangan aku," baals Edgar.

"Sayang, sampai sana kita tinggal di mana?' tanya Hanna.

"Kita tinggal di apartemenku yang ada di sana," jawab Edgar.

"Oh, apa dekat sama rumah sakit tempat aku berobat?" tanya Hanna.

"Iya, tapi kita akan panggil dokter dan terapisnya ke apartemen aku aja biar kamu tidak bolak-balik," jawab Edgar.

"Aku melihat pemandangan di London," kata Hanna.

"Iya nanti, jangan sekarang," balas Edgar lembut.

"Baiklah," kata Hanna.

***

Di rumah duka, banyak tamu yang datang untuk melayat Hanna Silvan. Elsa histeris sambil memeluk peti putrinya yang sudah ditutup dan memang tidak diperbolehkan untuk melihat kembali. Louis berterima kasih pada semua orang yang datang.

"Louis, kamu harus menenangkan istri kamu dulu biar aku saja yang menangani para tamu," kata Nita.

"Iya. Terima kasih, Nita," balas Louis.

Louis pergi mendekati istrinya lalu membawa Elsa ke dalam pelukan.

"Mama harus tenang," kata Louis.

Tamu-tamu yang ada di sana terdiam begitu melihat siapa yang datang ke rumah duka.

"Itu siapa?" tanya Helen.

"Oh, dia majikan mamanya Hanna deh. Mantan majikan sih," jawab Adel.

"Oh, orang yang memecat mamanya Hanna. Dia jahat sekali," balas Helen.

"Sudah, jangan banyak bicara. Mereka orang kaya," kata Adel.

Adik dari Elsa memberi salam pada Agatha dan Oscar. Agatha menitikkan air mata saat melihat betapa hancurnya Elsa saat ini, dia merasa sangat bersalah.

"Kalian silakan duduk dulu," kata Nita.

"Iya, terima kasih. Kami juga tidak lama. Kami ucapkan turut berduka cita," balas Oscar.

"Iya. Terima kasih banyak," kata Nita.

"Saya boleh menemui Elsa?" tanya Agatha.

"Tentu saja boleh. Mari saya temani," jawab Nita.

"Saya bersama istri saya mau menemui mereka," kata Oscar dengan raut wajah datar.

Nita mengangguk lalu mengantar Oscar dan Agatha, sampai di depan peti. Agatha meneguk salivanya saat melihat Elsa berjongkok sambil memeluk peti yang berisi jasad putrinya.

"Maaf," kata Agatha dengan bibir bergetar.

Oscar memperhatikan istrinya yang susah mengontrol dirinya.

"Kami berdua mau mengucapkan turut berdukacita," kata Oscar.

Elsa terisak dan menatap orang yang datang bersama dengan suaminya. Louis membawa istrinya berdiri dan merangkul pinggang Elsa.

"Terima kasih atas kedatangannya. Kalian doakan saja putri kami damai di alam yang baru," kata Louis dengan raut wajah sedih dan lelah.

"Kalian sepertinya masih punya muka untuk datang ke sini," kata Elsa sambil tertawa membuat orang-orang yang di sana menatap Elsa heran.

"Sayang, jangan begitu," kata Louis.

"Elsa, kamu harus sabar," balas Agatha.

"Anda sudah gila karena menyuruh saya sabar. Saya meminta tolong pada kalian untuk mencari putriku, tapi kalian tidak membantu dan lebih memilih memecat saya. Kalian para orang kaya memang bisanya berbicara omong kosong pada orang miskin seperti kami!" teriak Elsa.

"Tolong bilang pada istrimu jangan bersikap kurang ajar," kata Oscar.

Agatha menitikkan air matanya. Dia berusaha menggapai tangan Elsa, tapi Elsa menolak uluran tangan Agatha.

"Nyonya kenapa sedih? Seharusnya kalian berpesta di hadapan peti putriku. Putri kesayanganku," kata Elsa sambil tertawa.

Nita yang tidak enak dengan Oscar dan Agatha meminta maaf pada mereka.

"Bawa Elsa menjauh," bisik Boni pada Louis.

"Tidak apa-apa, kami saja yang pergi," kata Agatha.

Agatha meminta maaf pada Elsa karena tidak bisa membantu apa pun dalam pencarian Hanna.

"Kalian pergi. Jangan injakkan kaki kalian di hadapan kami!" teriak Elsa.

Elsa ingin menyerang Agatha, tapi ditahan oleh keluarga dan beberapa pengawal yang mengawal. Oscar dan Agatha keluar dari rumah duka lalu berjalan ke mobil mereka.

"Aku tidak bisa berkata jujur pada Elsa soal Hanna. Aku enggak mungkin melawan suamiku," gumam Agatha.

Di dalam mobil, Oscar menghelakan napas kasar dan mengusap wajahnya. Dia memerintahkan Rey untuk melajukan mobilnya.

"Pa, lihat apa yang sudah kita lakukan pada keluarga itu," kata Agatha.

"Agatha jangan banyak berbicara. Aku pusing mendengar perkataanmu. Kita ke sini karena menghormati perempuan bodoh itu," balas Oscar.

"Papa, kita salah!" teriak Agatha.

"Agatha, jangan pernah berteriak padaku atau aku akan memukulmu di sini," kata Oscar dengan suara tajam.

Agatha terdiam. Dia menghapus air mata yang terus mengalir di pipinya.