Tangan Hanna digenggam erat. Dia dibawa paksa keluar dari sana.
"Lepaskan!" teriak Hanna.
Hanna memberontak. Dia menggigit tangan pria itu hingga berbekas.
"Perempuan kurang ajar!" teriak Edgar meringis terkena gigitan Hanna.
"Aku harus segera kabur dari sini. Dia pasti mau menjual aku seperti yang lain," kata Hanna.
Hanna berlari menuju pintu keluar tanpa peduli suara teriakan Edgar yang terus memanggilnya. Dia melihat para pria besar itu mengejarnya berjongkok di samping pilar besar hingga tubuhnya tidak terlihat sama sekali.
"Hanna, keluar sekarang sebelum aku menghukum kamu," kata Edgar dengan amarah memuncak.
Hanna menutup mulutnya. Dia tidak mau bersuara sama sekali, dia memilih bersembunyi terus sampai mereka pergi.
"Tuan, sepertinya sebelah sana," kata Tobi.
"Kamu cari di sebelah sana, saya tetap di sini. Saya sangat yakin Hanna masih di sekitar sini," balas Edgar mengobrak-abrik barang yang ada di sana.
Hanna mengintip di balik pilar besar itu, dia melihat pintu belakang yang terbuka langsung berlari cepat ke arah pintu itu.
Edgar menoleh saat mendengar suara tapak kaki yang berlari.
"Hanna!" teriak Edgar sembari mengejar Hanna.
Hanna memanjat pagar yang ada di halaman belakang.
"Kaki aku pendek banget sih," kata Hanna.
Hanna menengok ke belakang, Edgar sudah mau dekat. Dia langsung melompati pagar lalu menoleh ke sana ke mari.
"Aku harus segera kabur dari sini," kata Hanna.
Hanna berlari masuk ke dalam hutan. Dia melihat Edgar masih saja mengejarnya terus berlari tanpa peduli dengan napas dia yang sudah mulai terengah-engah.
"Hanna kembali ke sini sekarang!" teriak Edgar.
Hanna membalikan badan lalu menunjukkan jari tengahnya pada Edgar dan berlari lagi membuat Edgar menyipitkan matanya.
"Tuan, apa kita berpencar saja?" kata Tobi.
"Iya kita berpencar," jawab Edgar dengan mata menyorot tajam ke depan.
Hanna yang sudah berhasil kabur dari pandangan Edgar bersembunyi di balik pohon.
"Lelah, perutku jadi sakit. Aku harus bertahan, tapi aku tidak tahu cara keluar dari sini bagaimana caranya. Ma, aku takut," kata Hanna.
Hanna melihat ke belakang, belum ada yang mengejar dia. Perlahan dia menyelonjorkan kakinya.
***
Beberapa menit telah berlalu, Edgar menggeram marah karena tidak ada yang berhasil menemukan gadisnya.
"Kalian semua tidak becus mencari satu gadis saja!" teriak Edgar.
"Tuan, maaf, ini sudah mulai sore," kata Tobi.
"Biar saya yang mencarinya, kalian tetap berjaga-jaga," balas Edgar.
"Baik, Tuan. Kami akan di sekitar sini," kata Tobi.
***
Hanna yang sudah berlari kembali dan melihat ada jalanan besar di luar hutan tersenyum lebar, tapi perlahan senyum itu runtuh saat melihat tidak ada kendaraan yang lewat.
"Tidak apa-apa, aku harus semangat," kata Hanna.
Mata Hanna menangkap sebuah truk yang akan lewat melambai-lambaikan tangannya.
"Hanna!" teriak Edgar membuat Hanna terkejut.
Hanna menengok ke arah orang yang memanggilnya.
"Edgar," gumam Hanna.
"Hanna menyingkir dari sana!" teriak Edgar berlari kencang ke arah Hanna.
Hanna tidak memedulikan Edgar. Dia melambaikan tangannya ke truk itu.
"Argh!" teriak Hanna terkejut saat tubuhnya tertarik.
Truk itu melewati Hanna membuat perempuan itu sedih.
"kamu baik-baik saja? Ada yang terluka?" tanya Edgar menangkup wajah Hanna.
Hanna syok, dia benar benar kaget karena truk itu tidak mau berhenti.
"Mama," kata Hanna sambil menangis seperti anak kecil membuat Edgar terkejut.
"Sayang, kita kembali ke rumah kita," kata Edgar.
Edgar menggendong tubuh Hanna yang gemetaran karena ketakutan. Perempuan itu memalingkan wajahnya ke tubuh Edgar, dia sampai melupakan bahwa pria yang menggendongnya itu kejam.
"Kamu hanya milik aku," kata Edgar.
Edgar memicingkan mata dan tersenyum miring. Dia membawa Hanna kembali ke dalam rumah besar itu yang bisa saja disebut neraka bagi gadis yang saat ini berada di dekapannya.
"Aku mau pulang," kata Hanna pelan.
"Sayang, kamu harus istirahat. Untung saja tadi kamu tidak tertabrak. Jangan sembarangan menyuruh truk berhenti begitu,' balas Edgar.
"Lebih baik aku mati daripada bersama kamu!" teriak Hanna penuh kebencian dan matanya menatap tajam ke arah Edgar.
"Hanna, jangan menatap aku sinis," kata Edgar.
"Memang kamu pantas diperlakukan seperti ini. Kau gila dan jahat!" teriak Hanna.
"Tobi, waktunya Hanna istirahat," kata Edgar.
"Iya, Tuan," balas Tobi yang berdiri tidak jauh dari mereka.
"Mana obatnya?" tanya Edgar.
Hanna menatap Edgar yang diberikan suntikan dan sebuah cairan.
"Apa yang mau kamu lakukan?" tanya Hanna.
"Tobi pegang tangan gadis ini," perintah Edgar.
"Apa-apaan ini? Lepas!" teriak Hanna histeris.
Hanna berusaha menarik tangannya, tapi tidak bisa.
"Edgar, kamu tega," kata Hanna.
Hanna perlahan mulai kehilangan kesadaran saat cairan dimasukan ke tubuhnya menggunakan suntikan.
"Sayang, saatnya, kamu sudah selesai bermain," kata Edgar membelai puncak kepala Hanna
"Tuan, maaf saya lancang, kenapa dia tidak digabung dengan perempuan lain?" tanya Tobi.
"Tobi, dia berbeda karena dia milikku. Jangan ada yang berani menyentuh milikku," jawab Edgar.
"Baik, Tuan," balas Tobi menundukkan kepalanya.
"Kamu boleh keluar dari sini. Suruh para pengawal lain berjaga dengan ketat. Jangan sampai ada yang kabur lagi," perintah Edgar.
"Iya, Tuan," balas Tobi.
"Satu lagi, apa sopir truk bodoh itu sudah kamu bereskan?" tanya Edgar.
"Saya tembak kepalanya," jawab Tobi.
"Oke, kamu boleh pergi," balas Edgar mengibaskan tangannya.
"Baik, Tuan," balas Tobi.
Tobi pergi dari hadapan Edgar yang masih sibuk memandangi wajah Hanna.
"Sayang, aku sangat merindukan kamu yang manja pada aku, tapi aku tidak bisa terlalu lama seperti itu. Aku ingin kamu bersamaku dan menurut pada aku karena aku tidak rela ada yang menyakiti kamu seperti tadi. Jadi aku suruh pengawalku untuk menembaknya," kata Edgar sambil mengecup singkat bibir Hanna lembut.
Edgar sangat rindu pada bibir Hanna yang begitu manis baginya.
"Menyebalkan," gumam Edgar sambil mengepalkan tangan saat mendengar suara ponselnya berdering.
Edgar mengangkat panggilan itu dengan malas-malasan.
Edgar, kamu tidak pergi ke kantor?" tanya Oscar.
"Pa, sebentar lagi aku ke kantor," jawab Edgar.
"Kamu lagi mengurus gadis itu? Kamu menyukai dia? Buang jauh-jauh perasaan itu," kata Oscar dengan penekanan.
Oscar tahu putranya menyukai gadis yang seharusnya tidak disukai.
"Iya, Pa. Aku tidak menyukai dia kok, tenang saja. Dia dari kemarin mencoba kabur," balas Edgar.
"Terus kamu tidak menghukumnya dan membuat dia jera? Segera jual dia," kata Oscar.
"Iya aku akan segera membawanya ke tempat hiburan," balas Edgar.
"Lakukan segera, hasilkan uang yang banyak dan jangan sampai terendus oleh siapa pun. Tutup mulut teman-teman kamu yang menjadi rekan kerja supaya semua aman," perintah Oscar.
"Iya, Pa," balas Edgar sambil melirik wajah polos Hanna yang tertidur pulas.
"Ya sudah segera ke kantor, jangan di sana terus," kata Oscar ketus.
"Iya, Pa," balas edgar kesal.
Edgar mematikan sambungan telepon lalu menatap Hanna sekali lagi sebelum keluar dari kamar dan memukul tembok berkali-kali.