"Mungkin enak ya jadi kekasih simpanan? Apa lagi simpanan orang kaya. Haha!" Gelak tawa riuh dari genk Novia. Terlebih Novia yang selalu memancing amarah ketika Grizelle berjalan dekatnya. Kebetulan pula arah rumah Griz searah dengan Novia juga lainnya.
"Namanya juga butuh uang, Nov. Jelas enak saja lah tanpa ada rasa takut." Sahut lainnya.
"Yaelah, karena uang? Yang benar saja? Tapi tidak ada yang salah sih. Karena kehidupan keluarganya kan tahu sendiri lah kalian."
"Haha, sudah ah. Kasihan dia?"
"Haha, mungkin sebentar lagi pasti dia hamil tuh." Begitulah percakapan mereka yang kompak tanpa melihat perasaan orang lain. Namun, Griz sudah sangat biasa menerima perlakuan Novia dan temannya.
"Griz, tunggu!" Teriak Martin dari belakangnya. Griz pun menoleh kearah Martin dan melemparkan senyum di bibirnya.
"Pulang bareng yuk!"
"Ayuk!" sahut Griz. Setidaknya pulang bareng dengan Martin bisa menghindari percakapan Novia dan lainnya. Yang padahal sebelumnya, Griz selalu menolak ajakan Martin untuk pulang bareng.
Drrrzzhhhh Drrrzzhhhh..
Tiba-tiba handphone Martin bergetar, tanda panggilan masuk dari mamanya. Berhenti sejenak untuk menerima telepon, Griz pun menunggu Martin untuk menyelesaikan pembicaraannya.
"Duh, Grizelle. Maaf banget ya? Mama telpon dia minta belikan sesuatu, dan aku harus balik lagi kebelakang. Kamu duluan saja tidak apa-apa kan?"
"Oh, tidak apa-apa kok. Aku duluan ya!" ucap singkat Griz tanpa keberatan karena dia merasa sudah aman dari gangguan Novia. Sampai di gang, mereka berpisah arah. Griz kembali melangkah untuk melanjutkan perjalanan pulang yang sudah tidak jauh lagi. Kampus Grizelle dekat, maka dari itu dia pilih untuk jalan kaki seperti yang lainnya.
"Heh, mau kemana kamu!"
Baru beberapa langkah dari depan gang, Griz di tarik ke tempat sepi oleh Novia juga lainnya. Lagi-lagi Novia mengganggu Grizelle.
"Lepaskan!" Grizelle mengibaskan tangan Novia yang sudah menarik kerah baju Grizelle.
"Hey, Kamu kira kami tidak tahu apa yang terjadi sama kamu? Kamu butuh uang 'kan? Makanya jual diri. Aku pastikan semua orang tahu perbuatan kamu di luar dan kamu pasti akan malu. Apa lagi sudah tidak punya harga diri kayak kamu!"
"Apa urusan kamu, Nov? Kenapa kamu senang sekali ganggu aku."
"Jelas dong. Karena aku tidak suka sama kamu. Mending kamu cepat keluar deh dari kampus. Agar aku tidak punya saingan lagi."
"Tidak, aku akan selesai kan pendidikan aku di kampus ini."
"Uh, bandel ya!"
Buk! Tubuh Grizelle di dorong kuat hingga terjatuh ke tanah. Tepatnya pada tempat yang penuh genangan air kotor.
"Haha, mampus loh. Kamu memang pantas kena air kotor itu. Cocok dengan diri kamu yang sudah kotor dan hina itu!"
Grizelle hanya bisa menangis sedih dengan apa yang sudah terjadi. Perbuatan Novia dan temannya sudah sangat keterlaluan kali ini.
"Rasain nih!" Lagi-lagi salah satu teman Novia menarik rambut Grizelle. Ada juga yang menambahkan air kotor pada baju Griz.
"Stop! Ada apa ini?"
"Waw, gantengnya." Ucap Novia memuji Kiano yang kebetulan lewat dan berhenti.
"Tega banget ya kalian, teman sendiri malah di perlakukan seperti ini!" Kiano menghampiri Grizelle yang masih terduduk. Kebetulan dia lewat dan menolong Griz untuk berdiri.
"Eh, Kak. Ngapain bantu Grizelle. Dia itu tidak pantas di bantu."
"Jaga ucapan kamu, sudah pergi sana!" Dengan berani Kiano mengusir genk Novia. Karena tidak ingin berurusan dengan Grizelle lagi, akhirnya pun mereka pergi meninggalkan Kiano dan Griz.
"Terima kasih ya, Kak!"
"Sama-sama. Ayo kita duduk dulu di sana!" Kiano menunjuk sebuah warung kecil yang menyediakan tempat duduk untuk bersantai menikmati kopi.
"kamu mau kopi?"
"Kopi? Em," ucap Griz sedikit ragu.
"Kenapa? Kamu tidak suka?"
"Bukan begitu, aku tidak pernah ngopi."
"Oh, bagus kalau begitu. Mulai sekarang kamu harus cobain. Pasti nagih deh!"
"Terserah, Kakak saja deh!"
"Oke. Em, ngomong-ngomong jangan panggil kakak. Panggil saja nama aku, Kiano. Nama kamu tadi Grizelle ya?"
Griz menganggukkan kepala.
"Oh, nama yang cantik. Seperti orangnya!" goda Kiano. Oh iya, Sampai lupa! Mbak, pesan kopi dua ya?"
"Baik, Mas!"
Sembari menunggu kopi, mereka berdua bercerita satu sama lain.
"Senang bisa ketemu kamu lagi di sini. Kamu kuliah di kampus dekat sini ya?"
"Iya, Kak. Eh, Kiano. Kampus aku dekat kok."
"Oh, kebetulan juga rumah aku dekat juga di sini. Lebih tepatnya ngontrak sih."
"Loh, Kamu tidak masuk kerja?"
"Kerja kok, tapi aku hari ini shift malam. Duh, baju kamu kotor." Kiano melepaskan jaket dan memakaikan pada tubuh Griz agar tidak terlihat kotor atau pun kedinginan.
"Sekali lagi terima kasih ya."
"Em, sebenarnya apa sih masalah kamu sama teman kamu tadi? Kok mereka sampai berani keroyok kamu begitu. Kamu ada salah sama mereka?"
"Entahlah, aku rasa aku tidak punya masalah dengan mereka. Mungkin saja mereka lakukan itu karena tidak suka sama aku."
"Oh, lain kali kamu lawan saja deh mereka. Jangan biarkan hal itu sampai terjadi lagi!"
"Untuk apa melawan orang yang bukan selawan?"
"Maksud kamu?"
"Ya intinya, mereka bukan musuh aku kok. Terserah mereka saja mau lakukan apa."
"Wah, keren kamu. Tapi kamu harus tetap hati-hati ya. Eh, nih kopinya sudah jadi. Yuk diminum dulu!"
Perasaan Grizelle kali ini sedikit tenang saat bersama Kiano yang dia jumpai di hotel kemarin. Ternyata Kiano adalah pria yang baik. Selain dia tampan, tinggi, bersih, dan bahkan dia terlihat seperti orang kaya. Tapi kenyataannya dia hanyalah office boy disebuah hotel.
"Bagaimana kopinya?"
"Sumpah, baru kali ini aku rasain kopi. Ternyata enak ya."
"Nah, baru tahu kan rasanya itu enak. Aku sering nongkrong di sini. Kamu tidak apa-apa 'kan kalau aku ajak minum di sini!"
"Tidak masalah. Di mana saja bagiku tempat itu sama saja."
"Iya sih, Oh iya. Kalau boleh tahu kemarin kamu kenapa menangis dan peluk aku?"
"Duh, maaf ya aku sudah refleks peluk kamu."
"Tidak apa-apa. Kamu ada masalah!"
"Sebenarnya," Baru ingin cerita, tiba-tiba ayahnya lewat.
"Grizelle! Pulang sekolah bukannya langsung ke rumah malah nongkrong tidak jelas bersama pria ini! Ayo pulang!"
"A-ayah!" ucap Grizelle gugup.
"Ayo pulang! Kamu? Jangan sampai ganggu anakku lagi!" ayah Rinton menunjuk muka Kiano dengan jari telunjuknya. Kiano hanya terdiam sejenak melihat perilaku ayah Rinton yang sedikit kasar dengan Grizelle. Griz dan ayahnya pulang bersama, sedangkan Kiano hanya menggeleng kan kepala sembari menikmati kopi yang masih setengah gelas.
"Wah, Bapaknya galak ya!" Sambung penjual. "Hati-hati kalau dekat dengan anak yang bapaknya galak, Mas."
"Memang kenapa, Mbak?"
"Bisa-bisa di cincang nanti kamu, Mas."
"Haha, bisa saja kamu, Mbak!"
Kiano terkekeh mendengar ucapan tukang jualan.
"Hehe, tapi tidak apa-apa kok. Tadi cantik ya, cocok sama kamu, Mas. Pepet saja terus! Anggap saja, ayahnya tantangan buat, Mas."
"Ye, memangnya apaan! Ada-ada saja kamu, Mbak!"
Keduanya terkekeh. Namun Kiano masih memikirkan masalah apa sebenarnya yang sudah terjadi pada Grizelle. Tiba-tiba saja dia merasa simpati dengan keadaan Griz.