"Masuk!" Teriak ayah Rinton.
"Auuu!" Griz terlempar dalam rumah dengan posisi terduduk ketika didorong ayah.
"Awas saja kalau sampai Ayah lihat kamu bersama pria lain di luar sana. Kamu tidak akan dapat ampun lagi dari Ayah."
"Ayah jahat!" Teriak Griz sembari terisak tangis yang amat sakit. Lalu ayah menarik lengan Grizelle untuk di masukkan dalam kamar. Tidak lupa dia kunci kembali kamar Griz agar tidak bisa keluar dari kamar.
"Terserah kamu mau bilang apa," Ayah membuka pintu kembali dan keluar entah ke mana.
Tidak berselang lama, ibu datang dengan membawa sisa dagangan yang tidak laku. Sejenis makanan ringan dan kue yang dia jajakan di jalanan. Terkadang keuntungan berpihak padanya, terkadang pula ibu mengalami kerugian. Namun dia tetap bersyukur dengan penghasilan yang dia dapatkan. Bekerja bangun jam 3 pagi, demi menyiapkan jualan hingga jam 6 pagi sudah berangkat untuk berjualan. Begitulah setiap hari yang dia lakukan. Jika ada waktu, terkadang Griz ikut membantu proses pembuatan ataupun ketika jualan. Jika tidak seperti itu, ayah yang hanya suka meminta akan marah besar jika tidak di beri sepeserpun uang.
"Rasanya lelah sekali." Sesekali ibu menyeka keringat yang sudah membasahi kening juga di lehernya. Karena dia merasa lapar, dia buka tudung nasi. Namun hanya tersisa sedikit makanan. Kembali dia teringat pada Griz.
"Grizelle mana ya? Dia sudah makan belum. Griz! Grizelle!" Panggil ibu sembari berjalan menuju kamar. Namun Grizelle tidak menyahut sedikit pun. Kembali terdengar suara tangisan Griz dari dalam.
"Griz, kamu kenapa? Kamu tidak apa-apa kan?" Ibu mendorong pintu. Namun tidak bisa di buka. Setelah dia lihat, ternyata pintu terkunci dari luar.
"Ya Allah. Ini pasti perbuatan ayahnya lagi. Sebenarnya apa yang sudah di lakukan ayah?" Dengan buru-buru ibu membuka pintu kamar griz. Setelah membuka pintu, ibu mendapati Griz sudah meringkuk di bawah kasur dengan tangisannya.
"Ya Allah, kenapa dengan kamu anakku?"
"Bu!" Griz memeluk ibunya dengan erat.
"Sebenarnya apa yang sudah Ayah kamu lakukan sampai kamu seperti ini? Ayo ceritakan sama Ibu, Nak!" Ibu terus memaksa Griz untuk menceritakan yang sebenarnya. Dengan suara parau dan terbata-bata, Griz belum bisa menceritakan dengan jelas.
"Pelan-pelan, tarik nafas dulu baru ceritakan!"
"Bu, sebenarnya Ayah sudah menjualku waktu itu."
"Maksud kamu apa? Jual apa?"
"Kemarin aku di jual sama Om Rio. Ayah sudah jual kehormatan aku demi hutangnya, Bu!"
"Apa? Ayah kamu sudah lakukan itu?"
Ibu langsung syok mendengar pernyataan dari Griz. Ibu memegang dada yang terasa amat sesak, lalu dia terduduk lemas dan menyandar pada dinding.
"Maafkan aku, Bu. Maafkan aku yang tidak bisa menjaga diri ini. Aku sudah buat malu Ibu."
"Tidak, bukan kamu yang salah. Kamu tidak perlu minta maaf. Ini adalah kesalahan Ayah kamu. Ibu akan beri pelajaran untuk Ayah kamu. Lihat saja nanti." Sembari masih memegangi dada dan nafas mulai tidak teratur, ucapan ibu penuh rasa kesal dan sakit atas apa yang sudah menimpa anak semata wayangnya itu. Ibu tidak ingin membiarkan semua itu terus berlarut.
"Jangan, Bu. Jangan lakukan apapun. Aku tidak ingin Ayah marah sama Ibu nantinya. Aku juga tidak ingin kalau sampai Ibu terluka lagi gara-gara Ayah. Sudah cukup selama ini Ibu tersiksa."
"Tidak Griz. Biarkan Ibu yang terluka. Tapi Ibu tidak akan pernah rela kalau sampai kamu di buat seperti ini."
"Lalu apa yang akan Ibu lakukan?"
Ibu tidak menjawab, namun dengan memegang dada lalu terbatuk-batuk, Ibu nekat berdiri meninggalkan Grizelle sendiri.
***
"Hei, kamu masih di sini anak muda?"
Dengan gaya santai mendekat, lalu satu kaki di angkat di sebuah kursi yang di duduki Kiano. Kiano tetap santai sembari menikmati kopi yang tinggal setengah. Ayah Rinton sengaja datang kembali untuk menanyakan sesuatu pada Kiano.
"Eh, Om. Ada apa?"
"Sudah lama kamu kenal anak aku?"
"Baru kemarin, Om." Jawab Kiano singkat.
"Oh. Orang seperti kamu, tidak pantas dekat dengan anak aku. Di lihat saja, kamu seperti anak baru kemarin sore. Pasti kamu tidak punya apa-apa 'kan?"
"Om benar. Aku anak miskin, tidak punya apa-apa. Cari uang saja harus bekerja keras, tinggal juga di sebuah kontrakan. Aku memang merasa tidak pantas dekat dengan anak Om." Jelas Kiano singkat dan apa adanya. Dia tetap santai menghadapi Ayah Rinton.
"Bagus deh kalau kamu sadar. Mulai sekarang jangan dekati anakku lagi. Karena dia sudah punya calon yang lebih mapan daripada kamu."
"It's oke! No problem. Asal benar-benar Om percayakan dia dengan pria yang benar. Bagiku tidak masalah menjadi orang miskin asal bisa menjaga etika."
"Pasti. Pria itu pasti lebih baik daripada kamu! Huh!" Dengusnya dengan nada sombong lalu pergi meninggalkan Kiano. Kiano kini baru mengerti dan menyadari, bahwa mata Griz yang bening dan berkaca-kaca itu penuh makna dan masalah yang menimpanya. Griz memang belum sempat menceritakan semua, namun Kiano bisa paham apa yang Griz rasakan.
"Oh, jadi ini masalah wanita itu. Walaupun aku belum kenal banget sama dia, tapi aku bisa paham masalahnya. Semakin ayahnya larang, semakin buat aku penasaran dengan tentang Grizelle."
Kiano justru malah tambah penasaran dengan kisah Grizelle yang sebenarnya. Kiano semakin ingin cari tahu tentang Grizelle lebih dalam.
Drrrzzhhhh, handphone Kiano tiba-tiba bergetar yang berada dalam sakunya. Namun dia tidak pedulikan hal itu. Berkali-kali seseorang itu berusaha menghubungi Kiano, tapi Kiano tetap tidak peduli ketika melihat nama Shella dilayar handphone miliknya. Shella terus berusaha menelepon Kiano sampai puluhan kali berharap respon Kiano. Sampai pada akhirnya, Kiano mengangkat telpon dari Shella dengan malas-malasan.
"Hallo, ada penting apa? Kalau tidak penting sudah ya, matikan saja!" Jawab Kiano dengan ketus.
"Loh, kamu kok ngomong begitu sih, Sayang. Aku tuh telpon kamu berkali-kali dari tadi tapi tidak kamu respon. Kamu lagi apa sih? Sibuk apa sih? Jelas aku telpon kamu karena penting."
"Menurut kamu?"
"Please deh, jangan mulai lagi. Aku telpon kamu baik-baik. Kamu tahu ini sudah jam berapa? Memangnya kamu tidak jemput aku? Nanti kita telat loh masuk kerjanya."
"Ya sudah, kamu 'kan bisa berangkat sendiri naik ojek."
"Kamu tega ya suruh aku naik ojek, kamu kenapa sih kok berbeda gini. Ada wanita lain ya?"
"Sudah ya? Aku tidak mau ribut, aku lagi ingin sendiri tidak mau di ganggu. Kita hari ini berangkat kerja sendiri-sendiri saja." Dengan cepat pula Kiano menonaktifkan handphone langsung agar tidak di hubungi lagi dengan Shella.
"Mbak, ini semua berapa?"
"Biasa, Mas!"
Kiano mengambil selembar uang dalam dompet dan memberikan pada penjual. Setelah itu dia kembali menghampiri motor yang dia bawa. Kiano cepat menunggangi motor kesayangan untuk pergi kerja. Dia tidak peduli dengan Shella kali ini, yang ada di pikirannya hanya Grizelle wanita yang baru dia kenal. Griz memang tampak lebih menggoda yang sangat jauh dari Shella. Terlebih lagi, sikap Griz yang ramah dan sederhana. Hal itu yang membuat Kiano terus memikirkan Grizelle.
"Aku harus mendapatkan informasi lebih banyak lagi tentang Grizelle. Jujur saja, mulai dari awal aku ketemu dia di hotel kemarin, aku sudah tertarik dengan dia." Gumamnya dalam hati sembari menyetir motornya.