"Ini seperti bekas jalan yang dilalui," gumam Wisley ketika sadar yang mereka lakukan mengikuti arah jalan kecil yang sepertinya sengaja dibuat. Meski itu hanya jalan setapak.
Mereka sampai pada puncak bukit, ada sebuah pohon besar tanpa daun, yang tersisa ranting dan cabang besar, sekarang sudah masuk waktu tengah hari. Hingga mereka memutuskan untuk berhenti sejenak. Berlindung di bawah pohon dengan bantuan kayu, lalu kain di kaitkan untuk tempat bernaung agar terik matahari tak langsung mengenai mereka.
Dari sana pula mereka memandangi dinding kokoh tersebut.
Di bawah bukit, mulai nampak ada rerumputan, seperti ada perbedaan mencolok.
Di kedua sisinya.
Kai mendekat ke arah sang kakak dengan jemari kecilnya ia memijit kaki
kakaknya hingga membuat yang lain tertawa.
"Adikmu sangat berbakti ya," cicit Zed agak iri kelihatannya.
"Ya, begitulah," sahut Mave.
"Kurasa masih ada harapan." Theodore tersenyum senang begitu sadar sudah nampak rerumputan, sesuatu yang jarang dijumpai di dalam dinding.
Belum ada hal aneh yang terlihat.
"Kurasa di luar dinding tak seburuk itu," kekehnya.
"Kita baru berjalan sedikit, pasti ada maksud lain kenapa orang-orang mengatakan di luar dinding itu berbahaya," sahut Wisley pada Theodore.
"Jangan mematahkan semangat ku," keluh Theo tiba-tiba jadi cemas kembali.
"Tetap waspada, itu yang ingin Wisley sampaikan," sambung Mave menepuk bahu Theo untuk menguatkan.
"Kurasa sebentar lagi kau harus mengucapkan selamat tinggal pada lemakmu," cicit Zed tertawa, ia bukan mengolok-olok hanya sedikit bercanda untuk mencairkan suasana.
Untungnya Theo bukan tipe orang yang mudah marah, hingga ia hanya membalas dengan santai. Lagipula tubuhnya membuat ia tak bisa berbuat leluasa.
"Aku akan sangat senang jika hal itu terjadi Zed, dan Aku berharap kita bisa naik kuda," gumamnya terdengar cukup mustahil.
"Pasti pohon ini akan sangat menakjubkan jika memiliki daun lengkap," kata Theo melihat ke arah pohon besar itu, rasanya sayang sekali melihatnya dalam keadaan seperti sekarang.
Mave mengusap rambut adiknya, lalu membentulkan topinya yang miring. Ia juga merapikan pakaian kebesarannya.
"Kita harus melanjutkan perjalanan, berhenti terlalu lama hanya akan membuat malas," kata Wisley mengomando. Baginya cukup istirahat, mereka tak boleh diam di sana lama-lama.
Theodore bangkit paling cepat, ia merengangkan badannya sudah siap untuk pergi.
"Kau bersemangat sekali," kata Wisley berkomentar.
"Tentu saja."
"Hei, bantu bereskan tempat ini," kata Zed memecahkan konsentrasi Theodore.
Kayu-kayu itu tidak mungkin ditinggalkan begitu saja. Senjata sederhana yang sepertinya akan sangat diperlukan untuk ke depannya.
"Iya, iya kau bawel sekali astaga," keluh Theo.
"Ya, Theo memang semangat, tapi lihat saja sebentar lagi, dia akan mengeluh panjang sekali.
"Hei! Kapan aku begitu?" balas Theo tidak terima.