Suara deru mesin mobil terdengar di halaman rumah. Sophia melirik sekilas sebelum beranjak dari sofa. Dia bergegas keluar untuk menyambut kepulangan suami tercinta meski hatinya sedang dilingkupi dengan kekhawatiran serta kesepian sekalipun, Sophia tetap berusaha untuk memasang wajah yang tampak baik-baik saja.
"Apa ada banyak pekerjaan di kantor?" Sophia mengerutkan keningnya setelah menerima tas kerja milik Radit.
Radit menghela napas lelah. Tanpa perlu memberikan jawaban apapun wajah suaminya itu sudah menampakan kelelahan.
Radit melenggang masuk ke dalam rumah diikuti dengan Sophia. Pria jangkung itu mendaratkan pantatnya tepat ke atas sofa diiringi dengan napas berat. Sophia tersenyum tipis sebelum mengelus lembut pundak Radit.
"Aku buatkan teh hangat, ya."
Sophia berbalik. Namun sebelum dia melangkah lebih jauh, Radit menggenggam tangannya dengan erat.
Sontak Sophia kembali membalikkan badan dengan dahi yang mengerut. "Ada apa?"
Radit hanya diam tanpa menjawab. Dia justru semakin menggenggam tangan istrinya dengan erat lalu mengecupnya dengan lembut beberapa kali.
Sophia mengernyitkan dahinya. Pria dihadapannya ini seolah berubah drastis. Kemarin dia bersikap cukup acuh seolah tak memiliki waktu untuk menghabiskan waktu dengan Sophia. Namun hari ini, Radit bersikap sangat lembut.
Seharusnya Sophia merasa senang namun entah mengapa dia merasa ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya.
Radit mendongakkan kepalanya dan menatap intens ke arah wanita yang telah menemaninya selama lebih dari dua tahun. Sophia masih sama, dia tetap lembut dan perhatian. Tapi satu hal yang membuatnya semakin mencintai sang Istri. Sophia sangat polos.
"Aku merindukanmu,"
Kalimat yang cukup mengejutkan baru saja terlontar dari bibir Radit. Biasanya Sophia akan terbuai hanya dengan satu kalimat manis. Tapi entah kenapa degup jantungnya berdetak dengan normal. Wajah yang biasanya akan memerah menahan malu dan juga salah tingkah kini tampak sayu.
"Aku juga," lirih Sophia.
Radit mengejutkan dari hingga kedua alisnya saling berkaitan satu sama lain. Apa wanita ini benar istrinya?
Namun pertanyaan itu tetap belum menemukan jawabannya. Radit hanya bisa memandangi punggung istrinya yang mulai menjauh memasuki dapur.
Aneh. Sophia tak pernah bersikap sedingin ini. Biasanya dia akan bermanja-manja dengan suara yang menggoda. Radit menajamkan pandangannya. Sebelum semenit kemudian suara pekikan terdengar dari arah dapur.
Sontak pria itu langsung berlari ke arah dapur dan mendapati sosok istrinya yang tengah memegang tangannya dengan raut wajah menahan rasa sakit.
Radit memandang ke arah lantai yang kini diselimuti dengan air panas. Tak perlu bertanya lagi sebab jawabannya sudah jelas. Sophia pasti tersiram air panas saat menyeduh teh.
Radit meraih tangan Sophia dan dengan telaten merawat tangan istrinya yang melepuh. Sesekali terdengar suara mendesis menahan rasa sakit.
"Lain kali berhati-hatilah, Sayang. Apa kamu akan terus bersikap ceroboh seperti ini, heh?"
Sophia hanya diam dan larut dalam lamunan. Dia memandangi wajah suaminya yang kini tampak sangat serius saat merawat lukanya. Pria ini begitu baik. Lalu bagaimana jadinya jika Radit bertemu dengan pria yang telah menghabiskan malam panas bersama dengannya?
Ingatannya kembali pada siang tadi. Pria itu bahkan tak segan mengancam akan menemui Radit. Padahal Sophia pikir semuanya telah usai. Dia bahkan telah menambahkan beberapa lembar uang sebagai bayaran. Tapi nyatanya masalah ini terus berlanjut dan makin membuatnya kalut.
Ctak!
Sebuah pukulan ringan mendarat di kening Sophia. Sontak saja ia mendongak dengan wajah yang ditekuk karena menahan rasa kesal.
"Sakit tau!"
Radit menyeringai lebar, "Memangnya apa yang sedang kamu pikirkan sampai melamun seperti itu, sih?"
"Tidak ada." Sophia memilih untuk melengos tanpa perlu lebih lama bertatapan dengan suaminya. Dia tak ingin pria ini mencurigai apapun.
Tiba-tiba Radit mendekatkan wajahnya. "Hm, atau mungkin kamu sedang memikirkan sesuatu yang mesum?"
Sophia memundurkan tubuhnya sambil berusaha menutupi wajahnya yang kini telah merah merona seperti kepiting rebus. Malu dan salah tingkah campur aduk menjadi satu. Bagaimana mungkin suaminya ini begitu agresif?
"I-itu tidak mungkin! Kamu sendirilah yang berpikiran mesum seperti itu.''
Radit tersenyum tipis sebelum mengedikkan bahu dengan acuh. "Ya, mungkin saja kamu berpikiran sama denganku."
Degup jantungnya tak teratur. Sophia menggigit bibir bawahnya sambil memejamkan mata. Entah kapan terakhir kali mereka berdua menghabiskan waktu bersama bahkan diiringi dengan perbincangan yang santai dan intim. Jujur saja di dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Sophia rindu dengan Radit.
Akhir-akhir ini dia lebih sering melamun. Bagaimana tidak? Bayangan pria asing itu terus muncul seolah tidak berniat untuk melepaskannya.
Meski mencoba sekuat tenaga untuk menghapuskan ingatan itu. Namun kesalahan yang manis itu terus menerus hinggap di dalam kepalanya.
Ini cukup gila. Bahkan rasanya, Sophia tak lagi bergairah saat bersama dengan Radit. Pria asing itu hanya menyentuhnya satu kali, namun sensasinya terus membekas. Radit yang memperlakukannya cukup kasar di ranjang, tak lagi bisa memberi rasa nikmat. Ini memang salah. Dan Sophia juga tak menginginkan hal ini terjadi.
"Betul kataku, bukan? Kamu sekarang lebih sering melamun dan mengabaikan diriku. Sebenarnya apa yang terjadi, Sayang?"
Radit memandangi wajah istrinya yang kini tampak banyak pikiran. Sophia tak biasanya bersikap seperti ini. Meskipun memiliki banyak pikiran, wanita itu pasti akan langsung berterus terang padanya dan meminta saran. Tapi apa ini? Akhir-akhir ini istrinya sering menjauh dan mengabaikannya.
Sophia memijat keningnya yang terasa berdenyut nyeri. "Aku tidak apa-apa."
"Semua orang bisa berkata tidak ada apapun yang terjadi. Tapi lihat dirimu?" Radit menghela napas panjang. Menatap tak percaya ke arah wanita yang telah dia nikahi selama 2 tahun.
"Aku bukannya tidak ingin berterus terang padamu tapi memang tidak ada apapun yang bisa aku ceritakan. Lagipula aku hanya merasa lelah saja." jelas Sophia. Meski tergambar jelas raut wajahnya itu menyimpan banyak rahasia.
Radit menatap intens lawan bicaranya itu. Barangkali wanita itu berubah pikiran dan melunak. Tapi selama beberapa menit, Sophia tetap bungkam. Radit menghela napas panjang sambil mengusap wajahnya dengan cukup kasar.
"Terserah. Aku tidak akan memaksamu untuk bercerita. Hanya saja aku sedikit kecewa dengan sikapmu yang terus memendam semua masalah sendirian. Kita bukan hanya mengenal satu sama lain dalam jangka waktu yang pendek. Kita bahkan sudah menikah dengan kurun waktu yang cukup lama. Dan jika memang ada masalah yang menganggu pikiranmu, tolong ceritakan padaku. Setidaknya aku cukup berguna sebagai seorang suami."
Radit berlalu pergi setelah berucap panjang lebar dan diakhiri kalimat penuh penekanan. Berguna sebagai suami, katanya?
Sophia hanya bisa memandangi kepergian suaminya itu dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Dia sekarang berada dalam dilema.
"Aku harus bersikap seperti apa? Menceritakan yang sebenarnya sama saja dengan bunuh diri. Jika kamu tau kalau istrimu ini telah menghabiskan malam panas bersama dengan pria asing, apakah kamu tidak akan merasa jijik?"