"Hei, Yak! Sudah lama tak melihatmu! Bagaimana kabarmu? Apa kakimu sudah sembuh?" Denny bertanya dengan suara yang cukup menyaring di telinganya.
Seniornya itu terlalu bersemangat sampai lupa kalau tak boleh banyak bicara ataupun basa-basi selama latihan sedang berlangsung. Hanya saja apapun yang terjadi ia sama sekali tak peduli walaupun Coach Greg memberi mereka hukuman secara bersamaan. Tak hanya Denny, di belakangnya Arya juga bisa melihat satu persatu rekan-rekannya datang mendekatinya dengan senyuman tulus. Rasanya sudah cukup lama tak melihat wajah-wajah itu dengan sukarela menebar kebahagiaan dan kehangatan.
"Hahaha, kau terlalu bersemangat, kak. Aku baik-baik saja dan sebenarnya sudah sembuh sejak beberapa hari lalu. Hanya saja sebelum aku latihan di sini, aku beradaptasi di rumah dan di kampus terlebih dulu." Arya menjawab sembari menatap mata Denny yang masih berbinar-binar, menjawabnya pun juga perlu kewaspadaan atau bisa-bisa ia membuat ekspresi itu menghilang bersama udara yang melewati wajah mereka.
"Oh, syukurlah jika kau baik-baik saja. Aku pikir kau perlu waktu 6-12 bulan untuk menangani kakimu itu, ternyata tak sampai 2 bulan kau sudah kelihatan bugar. Apa kau sudah siap berlatih?" tanya Denny buru-buru, wajahnya juga terlihat panik mendadak.
Arya di depannya mendadak sedikit mengerutkan keningnya, merasa heran dengan perubahan tingkahnya yang terjadi sangat cepat. "Er… yah, mungkin. Lagi pula kedatanganku ke sini untuk latihan. Memang kenapa?" Arya balas bertanya.
"Baiklah, kalau begitu cepat pakai sepatumu atau Coach Greg marah besar karena kedatanganmu membuat teman-teman yang lain jadi ikut meninggalkan lapangan."
Padahal sejak tadi seniorya itu sama sekali tak menghadap ke manapun selain dirinya. Namun firasatnya tentang Coach Greg akan marah besar sepenuhnya benar. Terlihat kepalanya menggeleng sambil kedua tangannya bersedekap di depan dadanya. Salah satu kakinya terus menerus mengetuk lantai secara teratur seakan ada tempo tersendiri di baliknya.
Apa yang dikatakan Denny sebelumnya benar-benar terprediksi, walau wajahnya tak terlihat marah, namun Arya bisa langsung mengetahui kalau di balik gerakannya itu menyimpan luapan emosi begitu besar. Selama ia latihan bersama pemain Karesso, memang sudah berulang kali melihat pelatihnya mengamuk dan berteriak cukup kasar ketika melatih para pemainnya. Hanya saja Arya sendiri belum menerima semua itu dan tak mau terkena amukannya karena ia tahu semenakutkan apa pelatihnya ketika sudah naik darah.
Tanpa basa-basi lagi, Arya menyelesaikan menggunakan sepatu di kedua kakinya, sebelumnya talinya belum disimpulkan sama sekali. Detik berikutnya ia mengangkat pantatnya dari bangku lalu bersama rekan-rekan lainnya kembali menuju lapangan. Ada sedikit kekecewaan selintas keluar dari wajah mereka. Mereka sendiri memiliki rasa khawatir dan penasaran tersendiri selama Arya izin selama satu bulan lebih demi perawatan kakinya.
Hanya saja Denny tahu-tahu menyuruh mereka kembali ke lapangan dan menganggap kedatangan Arya bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Beberapa dari mereka tak terima dengan ucapannya sebab di antara mereka semua Denny lah yang paling semangat sebelumnya dan hanya ia sendiri mendapat kesempatan berbicara pada Arya walau sebentar.
***
Ketika Coach Greg memberi hukuman pada pemainnya, termasuk Arya karena sebab membuat keributan dan datang terlambat pula, kini mereka semua diberi waktu istirahat selama 10 menit untuk mengatur napas mereka setelah melakukan lari back to back selama sepuluh kali. Bahkan selama menjalani hukuman itu para pemain senior juga terlihat kritis dan napasnya terengah-engah seakan udara di sekitar mereka dikunci dan tak boleh dihirup oleh hidung mereka.
Beberapa dari mereka sampai tiduran di pinggir lapangan sambil mengatur napas walau sebenarnya mereka sudah tahu kalau metode semacam itu hampir tak membantu. Di lain sisi Arya, Denny, dan Indra memilih mencari dinding dan bersandar di depannya. Sudah cukup lama mereka tak melakukan hal itu bersama-sama.
Denny dan Indra sendiri sudah menyimpan banyak pertanyaan dan sangat penasaran dengan Arya sejak turnamen hingga ia mendapati luka itu. Pasalnya mereka berdua sangat kokoh dengan pendiriannya, tak akan menanyakan apapun melalui pesan dan memilih mendengarnya secara langsung. Di sini fitur komunikasi yang semakin canggih seakan tak dianggap walau sekarang semuanya sudah serba modern.
Namun ketika Denny dan Indra hendak bertanya, tiba-tiba saja Coach Greg memanggil Arya. Spontan ia langsung bangkit dari tempatnya dan di belakangnya terlihat Denny menjulurkan tangannya dan kesempatannya mendengar cerita Arya sejenak sirna. Ingin meluapkan emosinya, ia sadar bukan siapa-siapa di hadapan sang pelatihnya yang sudah memiliki pengalaman begitu banyak dalam melatih setiap tim yang dididik
Tak ingin pelatihnya menunggu lebih lama, Arya berlari pelan menuju Coach Greg, lalu memperlambat langkahnya ketika perbedaan jarak mereka hanya sekitar 4 meter. Sudah cukup lama ia tak melihat wajah sang pelatih dari jarak sedekat ini. Berminggu-minggu dilewati Arya belum bisa menghilangkan kegugupannya ketika di hadapan Coach Greg.
Bagaimana tidak, garis wajahnya benar-benar menakutkan bahkan pemain senior sekali pun juga gugup di momen tertentu ketika berbicara dengannya. Selalu tegas, suaranya lantang, serta penuh semangat ketika melatih mereka, benar-benar sangat berbeda dengan Coach Alex yang selalu pasif.
Arya menghembus napas pelan, lalu penasaran tujuan dirinya dipanggil oleh sang pelatih. Apakah ia akan terkena hukuman berlapis? Siapa tahu?
"Setelah melihat latihanmu tadi, aku lihat kakimu sepertinya benar-benar pulih. Apa aku benar?" Coach Greg bertanya untuk memastikan.
"Tak sepenuhnya benar, Coach. Sebenarnya semangat latihan saya karena sudah lama tak bertemu dengan rekan-rekan. Kalau masalah sudah pulih atau belum, jauh sebelum hari ini sudah sembuh. Hanya saja perlu adaptasi terlebih dulu.
"Beruntungnya di rumah saya ada tempat latihan tersendiri untuk saya bermain basket. Setelah mulai aman digerakkan, tahap berikutnya saya mulai aktif kembali mengikuti latihan di kampus di bawah didikan Coach Alex." Arya sedikit menepuk dahinya mengingat kedua pelatih itu tak saling mengenal namun namanya tersebut tanpa ada pemberitahuan lebih awal.
"Kemudian… pada akhirnya keputusan saya latihan kembali sepertinya terlalu egois mengingat sebentar lagi turnamen akan datang."
"Kenapa kau berpikir seperti itu?"
"Kak Denny, Kak Indra, dan lainnya pasti sudah latihan setiap hari sebelum menjelang turnamen, kan? Sedangkan aku baru muncul ketika Karesso mendapat jadwal hari pertama di turnamen kali ini. Seperti aku berharap pada diriku sendiri kalau Anda akan menurunkan saya di pertandingan besok."
"Hmm… aku tak bisa menjawab penasaranmu sekarang. Masih ada waktu 2 hari sebelum turnamen mulai dan kebetulan kau datang di malam terakhir karena besok kita latihan di pagi hari dan sorenya berangkat menuju Jakarta. Sudah sejak dulu pertandingan pertama selalu diadakan di Ibu Kota karena biasanya jumlah supporter meledak di hari itu.
"Mungkin ini sedikit keterlaluan, tapi Denny maupun Indra ada kemungkinan kalau mereka akan tergeser posisinya oleh pemain lain, itu juga berlaku untukmu."