Chereads / Athlete vs Academician: After Dating / Chapter 28 - Coach Alex Salah Tempat

Chapter 28 - Coach Alex Salah Tempat

"Sampai di rumah, kalian harus istirahat sejenak dan menyiapkan keperluang yang akan digunakan selama turnamen. Mungkin saya sering kali mengatakan ini, tapi persiapan yang baik akan menghasilkan akhir yang baik pula."

Coach Greg sedang bicara di hadapan para pemainnya yang sedang duduk di atas pinggir lapangan. Mereka menempati tempat yang sangat berantakan. Beberapa dari mereka ada yang melepas bajunya sambil dikibaskan ke arah tubuhnya, berusaha mencari angin buatan ketika tubuh mereka dipenuhi keringat dan mengakibatkan suhu tubuh yang meningkat pesat.

Arya sendiri mencontoh apa yang Denny dan Indra perbuiat. Saat ini mereka bertiga bersandar pada sebuah bangku panjang yang tak digunakan oleh siapapun. Bukan menggunakan bangku tersebut dengan benar, namun setiap orang memiliki tempat ternyaman mereka tersendiri.

"Kalau kau mau duduk di bangku, tak perlu menunggu kami karena kami tak akan melakukannya," bisik Denny pada Arya.

"Hahaha, tak apa. Sesekali mencoba seperti ini tak ada salahnya juga." Arya tak bisa mengatakan jika pemilihan tempat istirahatnya sangat konyol.

Di lain sisi Coach Greg masih terlihat profesional menjalankan tugasnya sebagai pelatih. Melihat cara tersebut tidak cukup efektif untuk menyampaikan satu dua pesan, pada akhirnya sang pelatih menyuruh mereka untuk berbaris rapi dalam hitungan 5 detik. Lantas mereka yang tak sempat menggunakan seragam mereka, harus berbaris dengan tubuh bagian atas yang terbuka. Terlihat bodoh dan konyol, namun selama Coach Greg tak mempermasalahkan, bukanlah suatu yang harus dilakukan.

***

Tak lama kemudian Coach Greg membubarkan barisan itu. Para pemain Karesso sangat mendengarkan dan memahami apa yang dikatakan sang pelatih. Mereka cepat-cepat membereskan barang mereka dan meninggalkan tempat latihan. Arya bisa menyaksikan bagaimana mereka bisa menghilang dari pandangannya sedangkan ia baru saja melepas sepatunya dan berencana memasukannya ke dalam tas olahraganya.

Bahkan Denny dan Indra sekalipun juga meninggalkan Arya, seakan perintah Coach Greg lebih utama dibanding sosok dirinya yang baru saja pulih. Well, lagi pula Arya telah mengatakan pada mereka semua jika ia sudah seratus persen sembuh dan tak perlu dikhawatirkan lagi. Tapi apa mereka sama sekali tak penasaran dan membimbingnya menjadi pemain yang sedikit lebih matang?

Arya menghela napas panjang dan meninggalkan lapangan, saat ia melewati ruang manajer, ia mendengar suara gagang pintu ditarik, spontan menghentikan langkahnya. Ia lupa kalau kenalannya memiliki jabatan penting di tim ini. Sembari menunggu sosok itu menampakkan tubuhnya, Arya menarik napasnya sangat dalam dan ditahan. Begitu melihat sosok yang keluar dari ruang manajer, terbelalak matanya menyaksikan orang yang tak asing.

"Coach Alex? Kenapa Coach ada di sini?" tanya Arya kebingungan.

"Ah, Chayton, ya, kau benar-benar mengejutkan bapak. Bapak pikir kau sudah pulang. Di mana teman-temanmu? Apa kau belum terbiasa di Karesso sehingga tak memiliki teman?" tanya Coach Alex sedikit menghina.

"Ah, saya tak menyedihkan seperti itu. Coach Alex sendiri mengapa ada di sini?"

"Steve ada di dalam ruangannya. Kau bisa menanyakan apa yang membuat penasaran. Kebetulan orang itu juga ingin bicara denganmu."

Arya mengerutkan keningnya, tak mengerti. Kepergian dua senior terdekatnya saja sudah membuatnya kesal, sekarang harus bertemu Coach Alex untuk pertama kalinya di tempat ini. Lagi pula apa salahnya mengatakan langsung apa yang dikatakannya pada Mr. Steve. Entah sebuah kebetulan atau tidak, ia baru ingat jika pelatihnya menyuruh mengambil seragamnya yang baru datang pagi tadi. Bukannya dipegang oleh sang pelatih, justru alih-alih diserahkan pada Mr. Steve.

"Baiklah, kalau begtiu saya akan masuk."

Hanya sebatas itu basa-basi mereka. Arya dan Coach Alex sempat saling membaik ketika pemuda itu sudah mengakui kesalahannya menjelang turnamen lalu, namun masalahnya pada pelatih kembali muncul begitu ia tiba-tiba diberhentikan dari tim basket di kampusnya. Namun Arya sangat yakin jika itu hanya sebuah gertakan agar ia bisa fokus pada turnamennya sekaligus membela Karesso mulai besok.

Tanpa membalas, Coach Alex meninggalkan Arya begitu saja setelah merasa urusannya di stadion ini telah selesai. "Astaga, sepertinya aku harus lebih berusaha membangkitkan kemampuan anak itu." Coach Alex berkata sambil menggeleng pelan.

Mengikuti ucapan pelatihnya, Arya perlahan membuka pintu ruang manajer di depannya setelah ia mendapat jawaban dari pemiliknya. Begitu pintu terbuka sepenuhnya, ia bisa melihat Mr. Steve sedang melipat kedua tangannya di atas meja, seolah sudah menunggu kedatangan salah satu pemain yang paling dinanti.

Suasana ruangan di sana benar-benar tak dapat diprediksi, ada tawa dan serius menjadi satu ketika Arya menginjakkan kakinya. Apakah pembicaraan serius itu jauh lebih kental hingga membuatnya berjalan sedikit gemetar?

"Oh, Arya. kau sudah datang ternyata."

"Saya dengar kalau Mr. Steve yang membawa seragam saya. Tapi kenapa? Bukannya biasanya hal seperti itu diserahkan pada pelatih?"

"Hei, jangan pikir yang harus dekat dengan pemain hanya pelatih saja. Kalau semua tugas yang berhubungan dengna pemain diserahkan pada Coach Greg, aku tak bisa mengenal pemain lainnya. Kau sendiri tahu betul bagaimana aku mendapatkanmu, kan?"

Arya mengangkat kepalanya sedikit, mengingat kembali bagaimana Mr. Steve berhasil merujuknya menjadi salah satu pemain Karesso waktu itu. Kepalnya seketika bergetar atau lebih tepatnya ia menggeleng terlalu cepat. Masa di mana ia dijauhi oleh teman-temannya dan kakak tingkat yang paling dipercaya.

"Baiklah kalau begitu cepat apa yang ingin Mr. Steve katakan. Coach Greg menyuruh kami segera pulang. Melihat pemainnya yang tak mendengarkan ucapannya, saya tak mau menerima hukuman karena tingkah Mr. Steve yang selalu mengulur waktu."

"Hahaha, baiklah, baiklah kalau itu yang kau mau. Kau pasti bertemu dengan Alex di depan ruanganku?" tebak Mr. Steve mengingat perbedaan waktu mereka meninggalkan dan memasuki ruangannya sangat cepat.

Arya hanya mengangguk pelan, menunggu manajer di depannya melanjutkan.

"Apa sebelumnya orang itu mengatakan sesuatu tentangku?"

"Justru sebaliknya. Coach Alex sama sekali tak memberitahuku apapun dan menyuruhku menemui Mr. Steve. Mungkin kalau ditarik kembali, andai aku tak bertemu Coach Alex di depan ruangan Mr. Steve, bukan hal yang musathil jika sekarang saya sudah perjalanan menuju rumah."

Penekanan Arya ketika bicara begitu jelas dan Mr. Steve menyadari hal itu. Bagaimana cara bicaranya sama sekali tak menerima dan mendengarkan apa yang dikatakannya. Memang Arya sendiri sudah sangat lelah ketika menjalani latihan sejak pagi tadi dan kini waktunya untuk istirahat harus terpangkas sedangkan persiapannya di rumah belum selesai.

"Begitu, ya. Baguslah kalau orang itu tak mengatakan apapun padamu. Lagi pula ia sudah bicara panjang lebar sebelumnya dan menyuruhku menyampaikan hal ini padamu."

Panjang lebar? Arya menyesal mendengar kata-kata itu dan mengapa semuanya harus terjadi ketika ia ingin bersantai sebelum meninggalkan rumahnya selama 3 bulan.