Chereads / Athlete vs Academician: After Dating / Chapter 29 - Pernyataan Tak Langsung

Chapter 29 - Pernyataan Tak Langsung

"Saya akan lebih senang kalau Mr. Steve mempersingkat waktu atau saya akan keluar dari ruangan ini tiba-tiba jika lebih dari 7 menit."

Bukan waktu yang banyak untuk membicarakannya namun tak bisa dikatakan sangat singkat mengingat pembahasan mereka tak jauh lebih penting dari keinginan Arya yang ingin mempersiapkan segalanya sebelum berangkat.

"Baiklah, baiklah." Anak ini sama sekali tak diajak bergurau, pikir Mr. Steve. "Mungkin kedatangan Alex sangat mengejutkanmu, mengingat tak seharusnya pelatih yang lebih memilih merangkul anak-anak kuliahan dibanding tim-tim besar di negara ini. Aku sudah cukup lama tinggal di Indonesia walau kedengarannya sangat sombong mengingat kemampuanku bicara bahasa Indonesia masih sedikit kurang nyaman di dengar. But it's okay.

"Aku tak tahu bagaimana reaksimu detik-detik ini mengingat Alex memohon padaku yang melibatkan dirimu. Ia selalu bilang jika kau adalah pemain muda dengan segudang bakat yang belum mampu kau asah dengan baik. Maka dari itu ketika aku mencoba menarikmu sebagai pemain Karesso, Alex tak mau menyia-nyiakan bakatmu itu dan terus membiarkan teman-temanmu menghambat perkembanganmu."

Arya menghela napas sedikit dan spontan mulutnya menganga, serta alisnya mengerut terlalu dalam. "Teman-temanku menghambat perkembanganku?" Arya tak sadar jika ia terkekeh singkat. "Maaf jika ini sedikit kasar, tapi pernyataan itu benar-benar konyol. Kalau tak ada teman-temanku di sisi saya, saya tak punya tempat latihan yang benar-benar membangkitkan bakat saya. Selama tak bersama mereka, saya hanya berlatih seorang diri dan tak ada lawan atau siapapun yang bisa digunakan sebagai kelinci percobaan.

"Saya tak tahu bagaimana pandangan Coach Alex ketika mengawasi anak-anaknya selama latihan. Jarang ada komplain dan lebih melepaskan kekuasannya pada kapten tim kami, saya bisa beranggapan jika Coach Alex benar-benar percaya pada teman-temanku. Mendengar mereka hanya menghambatku… benar-benar alasan konyol dan tak masuk akal setelah saya sendiri melihatnya langsung jika Coach Alex tak pernah membiarkan satu pun anaknya bersenda gurau selama latihan."

"Kau hanya melihat dari satu sisi saja, sedangkan Alex melihat kalian semua dari segala sisi hingga tahu apa yang harus dipertimbangkan ke depannya. Walau orang itu menyuruhku agar mengatakannya padamu, tapi aku tak akan bicara soal Alex yang selalu bersikap kerasa pada anak-anaknya."

"Dari pandangan saya sendiri, Coach Alex melakukan itu karena tak ingin ada satu pemainnya yang bermain ceroboh dan asal-asalan. Sederhana saja, Coach Alex benar-benar pelatih yang paling saya idamkan selama saya terjun ke dunia basket. Berbeda dengan beberapa pelatih di luar sana yang lebih fokus melatih keras mereka dengan bakat sejak lahir dibanding segelintir orang awam yang ingin terjun dan mendalami dunia basket.

"Tiap pelatih punya kelebihan dan kelemahan masing-masing ketika ada tekanan untuk membuat para pemain yang tadinya sangat awam menjadi paling berbakat. Jangan salah seutuhnya pada pelatih kalau kau sendiri juga tak bisa melihat bagaimana mereka yang ingin berkembang namun itu semua hanya sebatas keinginan.

"Orang semacam itu memang tak pantas dilatih oleh pelatih manapun, kecuali jika dari awal ia mengatakan niatnya terjun ke dunia basket karena ingin mendapat perhatian dari gadis yang dicintainya. Kalau kau tahu, tujuan orang bermain basket juga berbeda-beda. Contohnya kau yang ingin menjadi atlet basket, dan begitu juga dengan pemain lainnya.

"Maka itulah perbedaan antara tim profesional dengan tim gadungan. Maksudku tim gadungan yang sama sekali tak memilah antara pemain yang serius dengan pemain yang hanya ingin menaikkan derajatnya di mata orang-orang terdekatnya.

"Jika kau bertanya-tanya 'mengapa ada orang yang serius ingin menjadi pemain basket tapi tak bisa berkembang baik setelah latihan bertahun-tahun?' Ada kata yang harus kau ingat baik-baik, kesadaran diri dan takdir. Dulu aku iseng-iseng terjun ke dunia masak walau aku tahu sama sekali tak berbakat di sana. Aku berlatih keras dan menghabiskan waktu selama bertahun-tahun, ikut kelas masak, dan mengeluarkan uang yang tak bisa aku hitung jumlahnya.

"Tapi, apa yang aku dapat sekarang? Aku hanya bisa merebus air ketika aku menginginkan kopi panas."

"Tak mungkin. Setelah bertahun-tahun hanya bisa memasak air? Anda pasti bergurau Mr. Steve."

"Aku telah mengatakan sejujurnya. Percaya atau tidak aku kembalikan padamu, tapi lupakan saja tentang itu. Itu hanya gambaran kalau kerja keras juga tak bisa terbayarkan kalau takdirmu bukanlah mendalami hal itu. Memang beberapa orang percaya jika takdir bisa diubah dengan kerja keras, tapi aku tak yakin takdir mana yang mereka maksud hingga mereka sangat optimis jika semua hal bisa dilakukan bersama-sama."

Arya merenung sejenak setelah perbincangan yang semakin keluar dari tujuan awal. Hanya saja ia sudah terpincut dengan pancingan Mr. Steve yang tak seharusnya menyalahkan pelatih ketika melihat pemainnya yang gagal. Pelatih hanya bertugas mengasah kemampuan para pemainnya, bukan merubah takdir dan nasib mereka.

"Aku pikir kau sudah tahu maksudku, dan langsung saja masuk ke inti pembicaraan. Coach Alex memohon padaku untuk melarangmu kembali latihan bersama mereka."

"Ah, kalau itu sudah tahu. Saya sudah merelakan waktu demi membela Karesso sepenuhnya dan cukup menderita sebelumnya, lagi pula itu hanya berlangsung selama 3 bulan saja, jadi bukan bukan masalah besar." Arya membalas dengan tenang, ia benar-benar tak lagi memaksakan diri untuk menembus pertahanan yang kokoh ketika ia melewati pintu masuk gedung olahraga di kampusnya.

"Sepertinya kau salah paham, Arya. Alex memohon padaku bukan hanya selama 3 bulan saja. Orang itu ingin aku melarangmu kembali ke tim kampusmu untuk selamanya."

"Oh, begitu… apa?!" suaranya meledak ketika kesadarannya telat menyerap perkataan Mr. Steve. "Maksud Anda… aku dikeluarkan secara paksa?"

"Itu sepenuhnya keputusan Alex karena tak ingin menghambatmu berkembang di Karesso. Aku memang sesekali memperhatikan para pemain berlatih di dalam sana, tak terkecuali kau. Tapi sampai saat ini aku belum melihat bakatmu yang benar-benar menonjol seperti yang dikatakan Alex.

"Aku sudah lama mengenalnya dan tak mungkin ia membohongiku mengenai kualitas para pemain di bawah didikannya. Mungkin kau sudah pernah dengar kalau aku mengatakan hal ini sebelumnya, tapi memang begitu faktanya. Di balik pasifnya sebagai pelatih ia bisa menilai mana yang benar-benar berbakat dan memisahkan pemain itum, lalu diserahkan pada tim yang jauh lebih unggul.

"Ah, maaf aku terlalu banyak bicara. Yang penting aku sudah menyampaikan semua perkataan Alex sebelumnya. Jika kau masih tak terima dengan keputusannya, kau jangan melibatkanku dan temuilah orang itu secara langsung."

Mr. Steve kemudian membuka laci kecil di mejanya dan mengeluarkan 3 seragam dengan warna yang berbeda, dan diberi pada Arya ketika perasannya campur aduk. Marah, kesal, dan kekecewaan itu ia ekspresikan sebab pelatihnya yang suka bertingkah sebebas mungkin tanpa ada perundingan dengan pemainnya.