Pintu gedung olahraga tertutup keras hingga Arya terperanjat. Melihat sikap kakak tingkatnya itu nampaknya baik Doni maupun Coach Alex benar-benar serius mengenai Arya yang tak diperbolehkan lagi mengikuti latihan bersama UKM basket. Ia tak langsung pergi begitu menerima lampiasan dari Doni, melainkan berdiam diri di depan gedung olahraga sambil memikirkan apa yang harus ia lakukan mulai sekarang.
Mengingat hari-hari Arya begitu bersemangat ketika latihan bersama teman-temannya. Kabar di mana dirinya harus diberhentikan sebagai pemain profesional, membuat Arya merasa terasingkan setelah berjuang semaksimal mungkin. Arya juga sempat berpikir jika sebenarnya tujuan dirinya dikeluarkan dari tim karena apa. Apa karena dirinya sebentar lagi akan meninggalkan tempat tinggalnya dan mengelilingi berbagai kota?
Tapi semua itu untuk turnamen dan Arya sangat yakin dirinya tak terlalu dibutuhkan oleh timnya sebaik apapun permainannya sekarang. Ia masih percaya dengan pepatah "Di atas langit masih ada langit". Mengaitkan anggota Karesso saja, Arya mengakui jika semua senior-seniornya memiliki kemampuan jauh di atas Arya dari aspek apapun.
Jika pun memang alasan tiu yang menjadikan Arya ditendang oleh pelatih dan kapten tim, mau tak mau Arya hanya bisa pasrah, melawan pun juga tak ada gunanya sebab keributan besar akan terjadi dan dirinya benar-benar dikeluarkan dari tim, tak peduli Arya adalah pemain terbaik paling muda saat ini.
Membalikkan badan dan menghela napas panjang, Arya meninggalkan gedung itu. Meski ini memang hari terakhirnya bisa menginjakkan kaki di gedung olahraga, setidaknya Arya ingin mengucapkan kata perpisahan dengan benar pada teman dekatnya. Ia sempat berpikir apakah Marlon saat ini bertanya-tanya tentang ketidakhadirannya atau tidak, mengingat temannya itu selalu menempel Arya ketika sedang latihan bersama.
Arya kembali terkejut, mengetahui ia belum kabar Amelia sama sekali tentang mereka yang akan bertemu. Dengan perasaan campur aduk, Arya mengirim pesan pada pacarnya.
[Arya: Kebetulan aku luang sore ini. Jadi mau ketemu sekarang?]
Di sisi lain Amelia masih menunggu pesan dari Arya, ketika gadis itu sedang asyik bergurau dengan Vivi, suasana di sekitar mereka sangat cair. Namun begitu ponselnya berbunyi, tawa mereka perlahan semakin mengecil lalu hilang terlalu cepat. Berada di genggamannya sejak tadi, Amelia langsung menyalakan ponselnya dan membalas pesan pacarnya.
[Amelia: Oh, syukurlah. Aku sudah menunggumu dari tadi?]
[Arya; Eh? Kau menungguku? Bukannya kau ada kesibukan sendiri?] Arya terperanjat setelah mengetahui pacar kesayangannya telah menunggu selama itu sedangkan dirinya sampai saat ini masih ada keinginan menerobos masuk gedung olahraga basket.
[Amelia: Lupakan soal itu. Bisa kita ketemu sekarang?]
[Arya: Baiklah, aku akan menjemputmu langsung di depan fakultasmu. Bagaimana?]
Wajah Amelia mendadak panik begitu mendapatkan pesan itu. Ia memukul tangan temannya berulang kali dan memberitahu pesan apa yang disampaikan Arya baru saja. Namun reaksi Vivi justru sangat di luar ekspektasinya.
"Kenapa kau heboh seperti itu? Bukankah Arya sekarang pacarmu?" tanya Vivi kebingungan, raut wajah seperti itu sangat jarang diperlihatkan banyak orang.
"Ta… tapi, kan. Kami baru saja pacaran. Aku juga malu kalau… Arya tiba-tiba datang ke sini untuk menjemputku."
"Lalu kenapa?"
"Orang-orang nanti bakal membicarakanku yang aneh-aneh. Aku tak mau dibicarakan oleh orang lain jika itu menyangkut hubunganku dengan Arya."
"Apa kau takut kau yang dianggap sebagai gadis pintar dan cantik, ternyata memiliki sisi buruk dan memiliki pacar sederhana seperti Arya?" Vivi memastikan apakah hal yang membuat Amelia itu terletak pada Arya atau orang-orang di sekitarnya.
Amelia spontan tertegun lalu menelan salivanya. Wajahnya tiba-tiba memerah begitu apa yang ditakutkan dirinya diungkapkan secara terang-terangan oleh temannya. Namun apa yang dibicarakan Vivi ada benarnya sedikit. Saat ini mahasiswa yang satu angkatan dengan mereka, lebih 95% mengenal siapa sosok Amelia ketika sudah berhadapan dengan perkuliahan ataupun masalah di sekitarnya.
Berdasarkan penjelasan mereka, Amelia selalu menyelesaikan masalahnya dan masalah orang lain sangatlah mudah dan tak menguras banyak waktu dan tenaga. Namun itu semua dilakukannya ketika di depan banyak orang. Sehingga Amelia mendapat pengakuan dari kebanyakan teman satu angkatan juga beberapa kakak tingkatnya.
Haikal sekali pun pada akhirnya bisa mencurahkan perasaannya pada Amelia walau laki-laki itu tetap ditolak oleh Amelia dengan alasan yang begitu klasik. Dari semua kejadian dan apa yang telah ia perbuat, pasti akan menjadi pembicaraan yang begitu meresahkan ketika dirinya dilihat banyak orang sedang dijemput oleh Arya.
"Mungkin kurang lebih seperti itu. Aku hanya belum percaya diri menunjukkan statusku sekarang," sahut Amelia sambil mengangkat bahunya.
Vivi menggeleng pelan sambil memegang keningnya. "Astaga. Aku tahu kau tak pernah pacaran. Tapi setidaknya banggalah dengan pilihanmu sendiri."
Mendengar pernyataan temannya, kening Amelia spontan mengerut hingga alisnya menjadi satu. "Aku bangga pacaran dengan Arya, kok. Lagi pula kalau aku tak senang, buat apa juga aku melanjutkan hubungan ini?" katanya mendadak nadanya meninggi dan semakin kencang.
"Iya, iya, kau dan Arya pasangan paling bahagia." Vivi menggeleng sekali lagi sembari mengangkat kedua bahunya.
Kemudian Amelia membalas pesannya dengan perasaan gundah.
[Amelia: Kalau kamu menjemputku di depan gerbang kampus bagaimana? Kebetulan di depan fakultasku sedang banyak orang dan sangat susah dilalui kendaraan] Amelia terpaksa membohongi Arya demi kebaikan dirinya sebagai gadis yang mendapat banyak perhatian belakangan ini.
[Arya: Eh? Kau yakin? Bukannya cukup jauh jaraknya?]
[Amelia: Tak apa. Bukan masalah besar.]
Kemudian Arya tak membalas Amelia dan kembali ke parkiran motor untuk mengambil motornya. Jauh di lubuk hati terdalam, justru alasan Arya ingin menjemput Amelia untuk menunjukkan pada mahasiswa lain jika laki-laki paling handal berolahraga dan perempuan paling pintar sedang menjalani hubungan spesial. Namun semua itu sirna begitu Amelia berkata sebaliknya. Dikecewakan dua kali di saat waktu yang sama benar-benar membuat suasana hati Arya menjadi kurang bersemangat. Namun bagaimana juga janji tetaplah janji, Arya tak ingin mengecewakan pacarnya entah apa yang akan diperbuatnya mulai detik ini selama mereka berpacaran.
***
Beberapa menit kemudian, Arya tiba di depan gerbang, namun belum melihat tanda-tanda Amelia akan datang. Sembari menunggu, Arya menyempatkan diri membaca komik walau hanya 5 menit. Waktu sedikit itu sangat berharga daripada dirinya menunggu sambil melihat banyak mahasiswa lalu lalang memasuki kampus. Namun baru saja memegang saku celananya. Tiba-tiba saja ada seseorang menepuk pundaknya dari belakang.
Terkejut, Arya langsung mengangkat tangan kanannya dan mengarahkan sebuah pukulan maut ke arah orang itu. Namun begitu melihat siapa sosok itu, Arya memutuskan menarik tangannya kembali dengan kedua mata yang terbuka lebar. Sedangkan orang yang hendak dipukulnya tentu juga melakukan reaksi yang sama dan hampir dibuat menangis oleh Arya di hadapan ratusan orang.