Chereads / ZOMBIE : To The Shelter / Chapter 9 - Celana Dalam

Chapter 9 - Celana Dalam

Anya makin cemas, tatkala melihat kerumunan mahkluk itu yang terlihat lebih agresif daripada yang tadi. Dia mondar-mandir sembari memainkan jemarinya dengan gelisah. Dan sesekali ia melihat jalan raya untuk melihat kedatangan sang bapak.

Jefri yang melihat Anya cemas, segera menenangkan Anya setelah mengisi mobil yang mereka tumpangi dengan solar.

"Tenang, Om Indro pasti kembali dengan selamat," ujar Jefri lembut sembari menepuk pundak Anya.

"Kalau ayah nggak balik gimana?" sergah Anya takut.

"Stttt! Nggak boleh ngomong kayak gitu. Om Indro pasti kembali!" tegas Jefri dengan menatap Anya lembut.

Anya ingin membantah lagi namun tiba-tiba ada suara di balik toko yang dekat dengan mobil mereka. Jefri langsung bersiap melindungi Anya dengan berdiri di hadapannya.

Suara itu makin dekat, Anya menegang takut. Jefri mengepalkan tinjunya, karena tak ada alat untuk melawan. Dia menatap tajam arah suara itu.

"Hahhh, capek Ommm!" keluh seseorang yang muncul dari balik toko, rambut keribonya muncul terlebih dulu. Disusul dengan tubuh tambun yang berkeringat sangat banyak hingga kaos di bagian dadanya basah kuyup.

Boni muncul dengan Indro yang berada tepat di belakangnya, mereka nampak kelelahan.

"Ayahh!" seru Anya lega, kemudian berlari memeluk Indro. "Ayahh, kenapa lama sekaliiii. Anya takutttt," lanjutnya, terlihat sekali dia sangat menyayangi Indro hingga sangat takut kehilangan.

Indro mengelus kepala anaknya. "Ayah tak apa-apa nak. Maaf buat kamu khawatir," sahut Indro, dia menepuk pelan punggung Anya yang tertutup rambut hitam panjang itu. Dia tahu perasaan anaknya, setelah ibunya berubah, hanya dialah satu-satunya anggota keluarga yang Anya punya.

"Sudah, kita harus bergerak. Sebelum mereka melihat kita," ujar Indro dengan melepas pelukan Anya.

Anya mengusap air matanya yang mengalir di pipi. Dia mengikuti Indro menuju mobil.

"Bagaimana? Kalian dapat solar?" tanya Indro ke Jefri dan Anya.

"Dapat Om," jawab Jefri cepat.

"Tapi, cuma satu botol Yah," tambah Anya.

"Tidak apa, tadi ayah lihat ada pom bensin di pertigaan. Kita harus putar balik biar tak bertemu dengan mereka," terang Indro.

Mereka langsung bergegas masuk ke dalam mobil. Boni sudah lebih dulu masuk ke sana. Ketika masuk mobil Jefri mencium bau tak enak.

"Bau apa ini? Kamu kencing lagi Bon?" tebak Jefri kepada Boni dengan menutup hidungnya.

"Hehe, maaf," sahut Boni malu, lantas merapatkan kakinya.

Anya pun mengernyit dan menutup hidungnya. Boni makin malu. Meski begitu mereka tetap satu mobil dengan Boni dan melanjutkan perjalanan.

15 menit kemudian, mereka berhenti di pom bensin yang disebut Indro. Sepi, tak ada orang. Mereka bergegas turun dan mengisi solar.

"Jef, jaga di sana," titah Indro dengan menunjuk area masuk SPBU.

Jefri mengangguk dan langsung menuju area itu bersama Boni. Indro meminta Anya untuk mengambil gerigen besar yang sudah setengah terisi. Indro mencium bau dalam gerigen itu setelah Anya mengambilnya.

"Ini bensin," gumamnya. "Ambil yang kosong itu di sana," titah Indro dengan menunjuk gerigen kosong yang tergeletak sembarangan di pelataran SPBU.

Anya bergerak cepat melaksanakan perintah Indro. Indro mengisi penuh gerigen yang terisi bensin itu. Lantas mengisi gerigen yang dibawa Anya dengan solar. Setelah selesai, mereka menjemput Boni dan Jefri. Ketika baru melanjutkan jalan dan berbelok ke persimpangan, Boni menghentikan mereka.

"STOP! STOP! STOP!" serunya.

"Ada apa?" tanya mereka berbarengan.

"Saya mau ganti celana dulu," jawabnya dengan menunjuk sebuah swalayan berlantai dua yang terletak di sebelah kiri mereka.

"Jef, temani Boni. Kami akan menunggu kalian di sini, jangan ambil barang yang tak penting," pesan Indro.

"Baik Om," sahut mereka berdua sebelum masuk ke swalayan itu.

Boni dan Jefri masuk dengan sangat hati-hati. Di bagian belakang area supermarket ada beberapa mahkluk, sontak Boni berdiri di tempat. Jefri menepuk pelan punggungnya dan mengajak ke atas dengan kode.

Mereka berdua naik tangga dengan menunduk, mengintip perlahan, takut ada mahkluk yang sama di lantai 2. Dan benar, memang ada mahkluk mengerikan juga di sana, wajah-wajah pucat yang berdiri dengan posisi siapa menyerang. Seketika mereka merunduk serendah mungkin di atas tangga.

"Gimana ini?" tanya Boni tanpa suara dengan takut.

Jefri mengintip kembali, dia melihat kemungkinan mereka bisa menyelinap. Sebelah kanan ruangan itu kosong tak ada mahkluk yang menjaga, Jefri merayap perlahan ke area itu diikuti Boni dengan bergidik. Mereka masuk ke dalam area baju dan celana pendek. Jefri mengambil celana pendek yang ada di dekatnya dengan sembarangan dan segera memberikan ke Boni.

Boni menerima celana itu dan membukanya. Dia menepuk pelan Jefri yang sedang mengintai para mahkluk yang terlihat buta namun tidak itu.

"Kurang besarrrr," protesnya tanpa kata dengan memperlihatkan celana yang diambil oleh Jefri. Celana itu adalah celana untuk remaja yang tentu saja tak akan cukup di pinggang Boni yang lebar.

Jefri lantas merayap kembali bersama Boni, mencari celana ukuran pria dewasa. Untungnya mereka menemukan dan letaknya berada di sudut ruangan. Hal itu mempermudah mereka untuk bergerak sedikit bebas. Jefri mengambil kembali celana yang nampak besar dan memberikan ke Boni. Ketika hendak berganti celana, Boni menunjuk etalase tempat celana dalam yang bergambar hewan melata itu berada. Dia meminta Jefri untuk mengambilkannya juga.

Jefri mengendap di bawah etalase, menggeser sedikit demi sedikit pintu kaca. Sayangnya, karena pintu itu macet, ada bunyi yang timbul.

"Hargh!"

Jefri sembunyi kembali. Zombi itu mendengar suara gesekan pintu.

"Nggak usah ganti celana," bisiknya ke Boni.

"Kamu mau kebauan terus?" sergah Boni, karena pastinya celana dalamnya basah kuyup akibat kencing dua kali.

Terpaksa Jefri kembali berusaha mengambil celana dalam itu. Sedikit demi sedikit pintu bisa terbuka, jika ada suara yang timbul Jefri akan langsung sembunyi. Dan akhirnya, dia bisa mengambil satu celana dalam. Segera ia kembali dan memberikan celana dalam itu ke Boni.

Boni menatap celana dalam itu dengan bingung. Dia menepuk pundak Jefri kembali.

"Ini punya ibu-ibuuuuu," protesnya lagi tanpa suara dengan membuka lebar celana dalam warna kulit dengan motif bunga kecil itu.

"Sudah, pakai aja. Yang penting cukup, 'kan?" sergah Jefri dengan pelan namun tegas.

Boni tak bisa menolak, karena keadaan sangat genting. Terpaksa dia memakai celana dalam itu yang pastinya akan sangat memalukan jika dilihat oleh orang lain, untung ukuran celana dalam itu cukup besar dan tak akan ada yang melihat celana dalam yang sedang ia pakai.

Tak lama, ia menyusul Jefri yang sudah merangsek ke dekat tangga. Setelah keadaan cukup aman, mereka hendak turun. Namun sayang, mereka harus kembali sembunyi karena ada satu mahkluk yang naik ke atas dengan mengendus udara kosong.

Jefri dan Boni kembali ke sudut ruangan, mahkluk itu bergerak masuk dan menuju ke arah mereka dengan mengendus-endus. Mereka tersudut, Jefri memutar, menyelinap bersama Boni dicelah-celah rak baju yang di gantung. Hampir saja mereka tertangkap jika tak gesit bersembunyi.

Mahkluk yang memakai seragam salah satu produk kecantikan itu sudah nampak sangat buruk rupa, lipstiknya berganti dengan noda merah darah, softlens biru yang ia pakai tak menutupi kekosongan matanya yang berwarna putih. Rambutnya yang pasti tadinya tergelung indah menjadi sangat berantakan, yang masih terlihat bagus hanyalah bentuk alis lancip sempurna seperti model iklan.

Mereka berdua menyelinap dan mengendap. Karena mahkluk itu terus mengendus dan menyisir ruangan. Kesialan pun terjadi, kaki Boni tersandung kaki gantungan baju yang terpajang hingga gantungan itu terjatuh dan membuat rentetan gantungan berjatuhan. Kebisingan pun terjadi. Mereka terpaku dan kaku, namun langsung berlari setelah salah satu mahkluk meraung, menimbulkan aura mengerikan.

"HUARGHHHHH!!"

Mereka lari turun tangga dengan melompati beberapa anak tangga, mahkluk mengerikan yang berada di area supermarket pun ikut mengejar mereka.

"KABURRRRRR!!!" seru Jefri ketika sudah berada di luar swalayan.

Indro langsung menghidupkan mesin mobil dan melajukan setelah mereka berdua masuk. Hanya saja, mereka terhadang oleh para mahkluk yang keluar dari area pasar. Puluhan bapak dan ibu pedagang yang beberapa Jefri kenal sudah berubah bentuk menjadi mahkluk buas. Tak ada pilihan lain, mereka harus putar arah menuju jalan lain.

Para mahkluk yang meraung kencang itu mengejar mereka dengah jarak yang begitu dekat. Salah satu mahkluk berhasil masuk dan langsung dipukul oleh Jefri. Namun, sialnya lagi tangan mahkluk itu menarik Boni, hingga setengah badan Boni tertarik keluar.

"TOLONGGGGGG!!!"