Chereads / ZOMBIE : To The Shelter / Chapter 5 - Kabur

Chapter 5 - Kabur

"Brumm Brum Brum!"

Roda mobil berputar dengan sangat cepat, menghindari para mahkluk yang menerjang dari berbagai arah. Kepiawaian sopir diuji jika seperti ini, mobil berkelok layaknya ular, mencoba lolos dari sergapan para mahkluk mengerikan yang berlari mengejar.

Wajah Anya terlihat sangat pucat, kala melihat keganasan para mahkluk yang mengejarnya. Terlebih, dia tadi hampir saja menjadi bagian dari mahkluk itu. Untung, Indro bergerak cepat menembak kepala si mahkluk, hingga darah hitam kental muncrat mengenai baju dan wajah Anya. Karena saking terkejutnya, ia mematung seketika layaknya sedang dikutuk.

Indro yang tak mau anaknya menjadi sasaran empuk gigi penuh darah dari mahkluk mengerikan yang datang, langsung menarik Anya masuk ke dalam mobil dan menutup pintu.

Sekarang pun Anya masih tak begitu sadar, sampai mobil ditabrak oleh seorang mahkluk yang mengejar mereka.

"BRUAK!"

Anya tersadar seketika. Dia menjerit, ketika mahkluk itu hendak mencakarnya dari jendela mobil yang tak berkaca.

"AAAAA!" pekiknya penuh keterkejutan, dan rasa takut yang nampak jelas di manik mata berwarna hitam pekat itu.

Mobil dibelokkan dengan cepat, hingga hanya udara yang terkena cakaran dari mahkluk itu. Anya menatap penuh kengerian. Tiba-tiba asmanya kambuh lagi, jemarinya yang lentik berusaha mencari obat yang sudah menemaninya sejak kecil itu, di saku celana jeans warna biru.

Inhaler berwarna biru ditemukan dengan cepat, lantas meluncur masuk ke dalam mulut yang sudah terbuka.

"Shh shh shh."

Indro menatap cemas ke anaknya yang bertubuh semampai itu. Tak lama, Anya menghembuskan napas lega.

"Kamu tak apa Nak?" tanya Indro dengan membagi perhatiannya pada jalan dan Anya.

Anya mengangguk, dia menelan ketakutannya sembari menggenggam erat pegangan mobil. Raut wajahnya begitu tegang. Sang ayah tahu, kalau dirinya sedang berusaha menguasai diri.

Dari kejauhan, Anya seperti melihat dua orang yang tak asing. Dia menajamkan matanya di belakang kaca mobil depan. Pandangannya menjadi jelas, kala rambut kedua orang itu terlihat, yang satu berambut kribo dan satunya lagi bergaya mullet. Kedua orang yang berjenis kelamin pria itu, sedang dikejar oleh para mahkluk mengerikan. Sontak, dia terbelalak.

"Jefri Yah!" serunya dengan menunjuk Jefri yang sedang berjuang lolos dari maut.

"DECIIIITTTTTTTT!!!"

Di persimpangan jalan, Indro menghentikan mobilnya. Mereka menunggu Jefri dan Boni yang sedang berlari kencang. Jantung Anya berdebar layaknya genderang bertalu, rasa takut semakin menjalar ketika melihat salah satu mahkluk hampir saja berhasil meraih Jefri.

Indro pun cemas, dia masih menghidupkan mesin mobil agar bisa lekas pergi dari mahkluk buas itu.

"MASUK! CEPAT!!!" pekik Anya dengan membukakan pintu mobil pada Jefri dan Boni yang terlihat kelelahan.

Jefri dan Boni meluncur masuk, lantas menutup pintu dengan cepat.

"BROMMMM!! CITTTTTT!!!!"

Mobil berbalik arah, mencari jalan keluar lain karena semua gang sudah dipenuhi oleh para mahkluk. Mobil itu akhirnya melaju di jalan sawah, dengan diikuti oleh para mahkluk mengerikan yang membuka mulut selebar mungkin. Dan ditambah iringan raungan penuh kebengisan, yang membuat bulu kuduk merinding.

Jalan yang tak rata, membuat tubuh mereka terlonjak di dalam mobil.

"Pakai sabuk pengaman!" titah Indro.

Mereka semua patuh dan langsung mengeratkan sabuk pengaman di tubuh masing-masing.

"BRUK!" Tiba-tiba ada yang mendarat di atas mobil, sepasang mata putih muncul dari samping mobil. Di susul sebuah mulut yang terbuka lebar, berserta raungan penuh keinginan untuk menghabisi. Tangan yang sangat kotor, penuh noda darah dan tanah, merangsek masuk ke dalam mobil kemudian menarik rambut Boni yang berada paling dekat.

"AAAAA TOLONGG!" teriak Boni penuh ketakutan.

Semuanya terkejut dan takut. Jefri berusaha menarik kembali rambut temannya itu.

"AAAAA SAKITTTT!! RAMBUTKUUU!!" pekik Boni. "TOLONGG!!!

Semua panik. Pasalnya rambut Boni yang kribo itu, akan terlepas dari singgasananya, jika tak segera ditolong.

"Jefri! Ambil senapannya Om!" titah Indro.

"Tapi Jefri tidak bisa menembak Om!" sergah jefri takut, masih dengan berusaha menarik kembali rambut Boni.

"Jangan takut! Ambil cepat! Tembak kepalanya! Jangan yang lain!" seru Indro dengan sangat tegas.

Jefri nampak takut sekali, seumur-umur dia tak pernah memegang senapan. Dia bukan tipikal pria pemberani yang suka tantangan. Dia adalah pria yang banyak keraguan dalam diri. Saling pukul dengan temannya saja tak pernah, apalagi menembak. Itu adalah hal yang tak mungkin.

Jefri yang tak berkutik, mendapatkan perhatian dari Anya.

"Kamu bisa Jef!" seru Anya dengan menatap lekat Jefri dan memberikan senapan milik sang ayah.

Untuk pertama kalinya, seorang Anya berbicara dengannya setelah sekian lama. Itu adalah suatu hal yang baru, karena selama ini hanya senyum ramah yang terukir di wajah cantik Anya, ketika keduanya tak sengaja berpapasan.

Dengan masih takut juga ragu, Jefri mengambil senapan itu.

"CEPET JEP! CEPETTTTT!! SAKITTTTTTT! KEPALAKU MAU COPOTTTTT!!!" pekik Boni.

Dengan keberanian yang dikumpulkan, dia menembak mahkluk itu dalam sekali bidikan, agar tak mengecewakan Anya.

"DUAR!!!!" Kepala mahkluk itu bolong, tangan yang mencengkram rambut Boni terlepas dan tubuh mahkluk itu terkulai jatuh ke tanah. Boni yang hampir keluar dari mobil karena sabuk pengamannya tak terpasang sempurna, kembali masuk lagi dengan bantuan Anya.

Jefri tak percaya dia bisa menembak orang yang berubah menjadi mahkluk mengerikan itu. Seketika, dia menaruh kembali senapan yang dia pakai di samping Indro dengan perasaan bersalah.

"Dia bukan manusia. Dia sudah berubah menjadi monster!" tegas Indro yang mengetahui rasa bersalah Jefri.

Jefri terdiam, manik matanya yang berwarna hitam gelap menatap kakinya sendiri yang tak terbungkus sepatu. Hanya sandal jepit murah dan sandal itu pun ikut bergetar, akibat ketakutan yang mendalam di sekujur tubuhnya. Sesuatu hal tiba-tiba datang melintas. Dia mendongak dengan cepat.

"Emak," gumamnya kembali sadar. "EMAK!!!" pekiknya dengan mencengkram kursi Indro.

Anya melihat keluar jendela. Bangunan Sekolah Dasar itu sudah tak terlihat jelas.

"Aku harus turun!" ujar Jefri dengan tergesa dan rasanya ingin langsung melompat dari mobil.

"Turun?" ulang Indro dengan mengernyit.

"Emakku masih di sana, aku harus menolong emak sekarang!" terang Jefri tak sabar.

"Kalau kamu melihat monster-monster tadi, menurutku tak ada yang selamat," sahut Indro memberitahukan kenyataan pahit.

"Emakku pasti selamat, emak ada di dalam plafon SD!" sergah Jefri yakin.

"Kalau memang berada di dalam sana, kemungkinan masih aman. Tapi kalau kamu yang ke sana, maka kamu yang tak aman," sergah Indro.

"Tetap saja, aku harus ke sana!" Jefri masih tak mau menyerah, dia sangat khawatir dengan keadaan sang ibu.

"JANGAN GILA KAMU JEP! Kita baru aja lolos dari maut, tadi aja aku hampir mati. Kamu mau balik ke sana lagi? Mau bunuh diri kamu?" sembur Boni dengan mempertanyakan keputusan Jefri yang terlihat sangat emosional.

"Tapi Bon--"

"Udah! Yang penting kita lolos dulu, cari tempat aman. Baru bahas masalah ini. Monster itu masih ngejar kita!" sela Anya dengan melirik spion mobil.

Jefri dan Boni melihat ke belakang dari jendela. Jumlah mahkluk itu semakin bertambah, mereka langsung bergidik ngeri.

"Hiiiii! Aku nggak akan balik ke sana. Kamu sendiri aja Jep kalau mau pergi," tukas Boni takut.

Jefri terdiam, hatinya gelisah melihat raut wajah ibunya tadi yang terlihat tak ingin ditinggal. Dia sangat takut, jika mahkluk itu berhasil naik dan sang ibu tercinta menjadi korban. Dia tak mau ibunya menjadi mahkluk mengerikan yang ingin sekali menggigit itu.

Indro melihat belakang dari kaca spion. Dia terlihat ngeri, kala melihat tumpukan mahkluk yang saling bertabrakan itu.

"Semua, pegangan!" titahnya dengan kencang.

Semua yang berada di dalam mobil berpegangan sekenanya dengan erat.

Indro menekan tombol penambah kecepatan.

"WUSHHHHH!!!"

Semua yang berada di dalam mobil, terkejut dengan tambahan kecepatan yang menakjubkan itu, hingga badan mereka terdorong rapat di kursi masing-masing. Karena kecepatan yang begitu kencang, angin menerobos masuk dan menerbangkan rambut Anya, hingga memperlihatkan bentuk wajahnya yang sempurna.

Hidung mancung, bibir tipis, pipi tirus, bulu mata lentik dan kulit yang begitu mulus meski ternoda oleh darah hitam yang mengganggu.

Jefri yang melihat itu, terpesona dengan kecantikan Anya yang alami. Dia masih terlihat mempesona, walaupun wajahnya nampak pucat dan begitu tegang.

Ketika dia menoleh ke Boni, dia sangat terperanjat, sebab mulut Boni terbuka dan bergoyang menggelikan. Sahabatnya itu juga berusaha berbicara, "Kuennncueenggg syeeekaaalleee."

Jefri menggelengkan kepala, melihat tingkah teman sejak kecilnya itu.

Setelah berkendara melewati persawahan dan toko-toko yang sudah porak poranda, bahan bakar yang terkuras habis menghentikan roda mobil. Mereka menatap sekitar dengan takut.

"Gimana ini, Yah?" tanya Anya dengan takut sembari melihat sekitar, sebab mereka terhenti di pinggir jalan raya, di mana semua toko yang ada di pinggir jalan nampak sepi.

Indro memutuskan untuk turun dari mobil.

"Ambil tas itu Jef!" titah Indro kepada Jefri.

Jefri melihat tas yang ditunjuk oleh Indro di bagian belakang kursi penumpang. Dengan segera, dia mengambil dan menggendongnya. Indro memimpin di depan dengan mengacungkan senapan. Mereka berjalan dengan hati-hati sembari melihat kemungkinan adanya mahkluk itu di sekitar mereka.

Ada sebuah toko dengan pintu yang terbuka lebar. Mereka menuju ke sana dengan mengendap-endap, Indro masuk terlebih dulu dengan diikuti yang lain.

Toko itu sudah porak-poranda. Mereka berjalan dengan sangat waspada. Ketika sampai di ujung ruangan, ada seseorang yang terlihat tergeletak. Dengan ujung senapan, Indro menggoyangkan kaki orang itu. Namun tak ada respon meski sudah digoyangkan berulang kali.

Berbeda ketika Boni menjatuhkan kaleng sodanya yang sedang diminum dan membuat kaleng-kaleng lainnya berjatuhan.

"Klang klang klang klang klang Klang!"

"HUARRRRRRGGHHH!!!!