"Tidak, Tuan. Tidak ada yang kusembunyikan darimu. Saya hanya bertanya saja, Tuan," sahut Alessia dengan ekspresi bimbang penuh pemikiran mendalam di hatinya.
Christian hanya melirik sekilas lalu menjentikkan jari tengahnya dengan ibu jari hingga menimbulkan bunyi yang cukup mengejutkan bagi Alessia.
Alessia tampak tergagap mendengar itu. Ia pun berinisiatif mendorong pemuda itu melalui pegangan yang ada pada kursi roda tersebut.
"Ambil cardigan yang ada di dalam lemari! Jangan biarkan para hidung belang yang ada di sana menatap punggungmu itu!" titah Christian yang seolah tahu bagaimana kegelisahan dalam diri Alessia.
Perempuan muda itu mengangguk cepat. Tanpa perlu diminta dua kali, ia pun berlari kecil menuju lemari dan mengambil salah satu cardigan lalu membalut tubuh bagian atasnya agar tak begitu kedinginan.
Sejujurnya, ia merasa heran, kenapa semua pakaian yang ada di dalam lemari itu bisa pas pada lekuk tubuhnya?
Mungkinkah…
Ah, tidak mungkin!
"Ingat, kau hanya boleh memperlihatkan tubuhmu di depanku! Kau istriku sekarang, paham?" tegas Christian menyadarkan Alessia yang sempat melamun.
Alessia mengangguk tanpa bantahan.
"Bagus! Aku suka perempuan yang penurut dan tak membuatku terlibat dalam masalah," puji Christian yang terdengar menyejukkan di telinga Alessia.
Alessia mengulas senyum tipis di wajahnya. Meski ia tahu pria itu tak benar-benar bermaksud untuk membela atau memujinya, tapi hal itu sudah membuatnya senang. Ia merasa dari sikap dingin dan kata-kata yang terdengar ketus itu diam-diam memiliki maksud yang baik dan terselip kepedulian padanya. Meskipun kemungkinan itu sangat kecil. Tapi lebih baik daripada tidak sama sekali.
"Kenapa kau senyam-senyum seperti itu? Kau tidak gila, kan?" ledek Christian pada Alessia. Ia menangkap basah gerak-gerik istri kecilnya.
"Eh, tidak, Tuan," sahut Alessia cepat.
Gila?
Yang benar saja?
Hendak merajuk, tapi hal itu tak mungkin ia lakukan. Siapa dia berani-beraninya merajuk pada tuan mudanya?
Mengingat itu, senyum di wajah Alessia memudar dengan begitu cepat.
"Ya sudah, ayo kita segera berangkat! Aku tidak mau kakekku terlalu lama menunggu. Ingat kata-kataku tadi, jangan berbicara apa pun pada orang-orang yang menanyaimu mengenai pernikahan ini!
Karena tidak semua orang yang ada di sana akan selamanya baik padamu. Banyak orang munafik di sekeliling kakekku, kau harus berhati-hati!" kata Christian mengingatkan.
Alessia tak banyak bicara. Mengangguk adalah tindakan sempurna dan paling tepat yang harus dilakukan olehnya.
***
Allen Hotel
"Waw," tanpa sadar, Alessia takjub pada pemandangan di hadapannya.
Perempuan muda berusia 19 tahun itu tak menyangka bisa menginjakkan kaki di tempat ini.
Terukir namanya di sana, meski hanya sebuah inisial sudah membuatnya merasa beruntung.
Mungkinkah ini mimpi?
Alessia menggelengkan kepalanya sembari menepuk-nepuk kedua pipinya.
"Kau ini kenapa? Kau baik-baik saja, kan? Kuperhatikan sedari tadi kau bertindak aneh dan menggelikan. Tak salah kan aku menikahi perempuan sepertimu?" serang Christian pada perempuan muda itu.
"Saya hanya merasa takjub, Tuan Christian. Serasa mimpi yang terwujud menjadi nyata bisa berada di sini," ungkap Alessia jujur.
"Oh," sahut Christian singkat. Sepertinya ia tak mau tahu dengan apa yang perempuan itu alami atau lakukan.
Bagi Christian, asalkan Alessia tak membuat masalah untuknya itu sudah lebih dari cukup.
Christian tahu ia akan bertemu siapa saja di dalam sana.
Tak hanya kakek Hamish, di sekelilingnya nanti ia bisa memprediksi akan bertemu dengan beberapa benalu yang akan menyerangnya habis-habisan. Tapi ia tak peduli. Karena dirinya terlahir sebagai pewaris. Ia tak mau tahu dengan para benalu yang ada di sekitarnya.
"Maaf Tuan, saya baru bisa menyusul," ucap Raymond tiba-tiba.
Pria yang bertugas sebagai tangan kanannya alias kepercayaannya itu tampak tergopoh-gopoh.
"Bagus, akhirnya kau datang juga! Apakah kau sudah menyelesaikan tugas yang kuberikan?" tanya Christian pada Raymond.
"Sudah, Tuan. Sesuai instruksi dari tuan muda," jawab Raymond.
"Bagus!" puji Christian sambil menyeringai penuh misteri.
Alessia sedikit was-was pada perubahan sikap Christian. Entah kenapa ia merasa sepertinya tuan mudanya menyimpan begitu banyak dendam. Apakah itu karena Isabella Crews?
***
"Cucuku sudah datang, akhirnya kau bisa memperkenalkan aku dengan perempuan pilihanmu," sambut kakek Hamish pada sang cucu.
Christian bukan cucu satu-satunya kakek Hamish. Kakek Hamish memiliki dua orang cucu laki-laki dari kedua anak kandungnya.
Christian adalah cucu pertama dari pasangan Jeremy Allen dan Sonia White. Orang tua Christian telah tiada sejak pemuda itu berusia 16 tahun.
Sementara cucu keduanya adalah David Allen. Terlahir dari pasangan Michael Allen dan Louise Harris.
Christian dan David berlomba-lomba semenjak mereka belia untuk membuktikan pada sang kakek bahwa salah satu dari mereka adalah kandidat terkuat sebagai penerus Allen Group.
Allen Group bergerak dalam bidang finansial, pembangunan dan banyak lagi. Perusahaan besar itu memiliki banyak anak cabang. Dari hotel sampai department store dimiliki oleh Allen Group.
Jadi, sudah pasti terdapat persaingan antara Davida dan Christian demi mendapatkan warisan tersebut.
"Maaf aku terlambat, Kakek," ucap Christian pada sang kakek.
"Tidak masalah. Mana cucu menantu Kakek?" sahut kakek Hamish terdengar santai. Pria tua itu sibuk mencari-cari di mana perempuan yang seharusnya bersanding dengan cucu kesayangannya.
Nihil.
Lalu di mana perempuan itu?
"Kakek, sebenarnya aku menikahi seseorang yang sudah kau kenal lama. Dan perempuan itu bukan Isabella Crews," ungkap Christian pada akhirnya. Ia menundukkan wajahnya karena merasa malu pada sang kakek. Terdengar nada keputusasaan dari setiap kata-katanya.
Kakek Hamish mengangguk paham.
"Aku sudah tahu, Chris," ucap sang kakek yang membuat kepala pemuda itu langsung terangkat naik.
"Apa maksud, Kakek?" tanya Christian penuh selidik.
"Bukankah aku pernah berkata padamu bahwa Isabella bukan wanita yang baik? Apakah kau masih mengingat jelas kata-kataku itu?
Oh iya, mungkin saat itu kata-kataku hanya kau anggap sebagai angin lalu. Tapi bagaimana sekarang? Apakah kau sudah mulai memercayai ucapan pria tua ini?" kata kakek Hamish mengingatkan.
Setahun lalu, pada perjumpaan pertama kali dengan kekasih sang cucu kesayangan, kakek Hamish pernah berkata bahwa Isabella bukan wanita yang baik dan tidak serasi bersanding dengan Christian.
Tapi apa mau dikata?
Dulu, cinta membutakan segalanya.
Kini, menggelikan sekali!
"Bisakah kita tidak mengungkitnya, Kek?" pinta Christian yang dengan sengaja mengalihkan topik.
Kakek Hamish terkekeh geli. Ia menepuk lengan kekar sang cucu yang terduduk di atas kursi roda.
Raymond yang berada di samping Christian memilih diam dan menjadi pendengar yang baik. Ia hanya akan angkat bicara ketika diperlukan.
"Lalu perempuan mana yang kau nikahi tadi pagi, Cucuku? Apakah kau sudah menemukan perempuan yang tepat untuk kau nikahi dan pantas bersanding denganmu?" tanya kakek Hamish dengan penuh arti. Tatapannya begitu berbeda.
Dalam benak Christian mulai menerka-nerka, apakah sang kakek sudah mengetahui hal ini? Mengingat sang kakek adalah pria tua dengan pengalaman yang tak bisa dipandang sebelah mata, membuat Christian Allen gugup membayangkannya.
"Di mana perempuan itu, kakak sepupuku tersayang? Bolehkah aku berkenalan dengan kakak iparku?" tanya David yang tiba-tiba datang lalu bergabung dengan pasangan kakek dan cucu tersebut. Pria itu mengulas senyum remeh yang tampak menyebalkan di mata seorang Christian Allen.
To be continue…
***