Bryan pun membuka pintu kamarnya separuh. "Ada apa? Kamu mengganggu diriku saja!" gerutu Bryan merasa tidak senang dengan kehadiran Shazia di depan pintu kamarnya
"Heh, aku tidak akan mengganggu aktivitasmu jika wanita mu itu bisa sedikit lebih teliti!" Shazia langsung melemparkan pakaian dalam itu ke wajah Bryan. "Kamu tahu? Aku terpaksa berbohong kepada nyokap untuk menutupi kesalahanmu ini! Kamu harus membayar mahal perihal ini, Bryan!" Shazia sudah sangat kesal melihat Bryan.
Bryan langsung mengambil pakaian dalam yang ada di wajahnya. Ia pun langsung tersenyum melihat wajah Shazia. Ia juga langsung mengecup dahi Shazia dengan lembut. Shazia juga langsung menyeka dahinya dari keringat Bryan yang membekas di sana. Rasanya ia sangat najis terkena air tersebut.
"Terima kasih, Adikku. Aku akan memberikanmu hadiah atas bantuanmu ini," ujar Bryan seraya mengelus kepala Shazia.
"Singkirkan bibirmu itu dari tubuhku, Bryan! Aku tidak mau setitik bekas dari keringat wanita itu menempel di tubuhku! Ingat, Bryan. Kamu harus lebih berhati-hati lagi dalam bertindak. Aku akan angkat tangan jika nyokap dan bokap mengetahui kenakalanmu ini." Shazia sudah melotot melihat Bryan yang masih sedang di mabuk asmara.
"Iya, kamu katakan saja apa yang kamu mau. Aku akan memberikannya kepada diriku, Adik." Bryan mengedipkan matanya sebelah.
Shazia langsung pergi dari hadapan Bryan. Ia pun langsung membersihkan tangan beserta wajahnya. "Ih, najis! Najis! Bryan, aku tidak tahu seburuk apa perlakuanmu di luar sana. Tetapi, aku tidak akan memaafkanmu jika kamu terlibat pada kelompok yang ketergantungan obat-obatan. Aku tidak akan memaafkanmu, bila perlu aku akan segera membunuhmu! Aku tidak mau kamu mencoreng nama baik keluarga kita!" gerutu Shazia di wastafel yang ada di dalam kamar mandinya.
Setelah selesai mencuci tangan dan wajahnya. Shazia kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Di pikiran Shazia spontan mengingat kejadian di belakang halaman sekolah. Itu adalah kecupan pertamanya dengan seseorang. Shazia langsung tersipu malu setelah mengingat kejadian tersebut.
Kedua mata Shazia sudah terpejam lama. Namun, pikirannya masih belum bisa tenang. Banyak sekali gangguan yang ia dengar dari luar kamarnya. Sepertinya, Bryan bertengkar lagi dengan Adam. Karena merasa penasaran, Shazia langsung memasang telinganya lebar-lebar.
"Argh! Kenapa sih, Bryan susah sekali diatur? Apa susahnya mengikuti semua kemauan papa? Padahal, dia itu lebih dimanja daripada Shazia. Seharusnya dia memanfaatkan kesempatan itu untuk memperkaya dirinya sendiri. Bodoh sekali, aku bahkan tidak bisa banyak berkomentar kepada papa. Hanya mama yang menyayangiku di rumah ini. Mama juga tidak bisa berbuat banyak karena dia juga takut melawan kebijakan papa. Malangnya nasibku!" gerutu Shazia dengan mata yang masih dalam kondisi yang tertutup.
Karena tidak bisa menahan rasa tertekannya. Shazia langsung keluar dari dalam kamarnya. Ia pun menyaksikan perdebatan antara Bryan dan Adam dari atas. Kepala Shazia terus bergerak ke samping kanan dan kiri dengan jelas. Angela pun dengan bahasa isyarat menyuruh Shazia untuk segera kembali masuk ke dalam kamarnya. Angela juga tidak mau Shazia ikutan kena semprot oleh suaminya. Sebelum Shazia beralih, Adam sudah terlebih dahulu melihat kehadiran Shazia. Shazia pun akhirnya dengan berat hati turun ke lantai dasar. Shazia juga langsung merubah ekspresi wajahnya menjadi anak yang baik dan patuh.
"Zia, kenapa kamu berdiri di atas sana?" bentak Adam seraya melirik ke arah Angela.
"Maaf, Pa. Zia tidak sengaja melihat perdebatan kalian. Tadinya, Zia mau turun ke bawah. Zia mau makan malam, tapi melihat kalian berdua bertengkar. Zia hanya bisa berdiri diatas sana. Zia takut kalau melihat kalian berdua terus berkelahi," jelas Shazia mencoba menyelamatkan dirinya dari amarah Adam.
Angela spontan membela Shazia. Ia juga mengatakan kepada suaminya untuk tidak memarahi Shazia. Karena Shazia juga tidak tahu menahu tentang masalah Bryan. Adam pun tidak bisa berkata-kata lagi karena sudah mendengar bujukan dari istrinya. Namun, kedua matanya masih menatap tajam ke arah Shazia yang sedang menuruni anak tangga.
"Zia, kalau kamu lapar. Segera pergi ke ruangan makan. Papa tidak mau melihat kamu ikut campur apalagi membela Kakak kamu yang sulit untuk diatur ini!" ucap Adam seraya menatap Bryan dengan sinis.
"Baik, Pa. Pa, kalau bisa jangan terlalu keras dengan Kak Bryan, ya. Kasihan Kakak. Ka—" Shazia mencoba bersandiwara agar terlihat baik di depan semua orang.
Angela pun langsung memotong perkataan Shazia. "Nak, cepat kamu pergi ke ruangan makan. Kamu pasti sudah lapar, 'kan?" Angela memberikan kode agar Shazia tidak berbicara lagi.
Shazia langsung mengerti dengan kode yang diberikan oleh Angela. Shazia pun langsung beranjak dari tempat itu. Setelah sampai di ruangan makan. Shazia spontan menghempaskan tangannya di atas meja makan.
"Arhg! Orang-orang dewasa itu selalu saja membuatku kesal. Tiada hari tanpa bertengkar. Kalau tidak bertengkar dengan Bryan, pasti bertengkar dengan diriku. Sebenarnya mau papa itu apa, sih? Selalu saja di permasalah dengan reputasi, uang, tahta, kedudukan, perjodohan, bla bla bla! Otakku bisa pecah dengan sendirinya kalau terus seperti ini." Shazia langsung duduk di atas kursi.
Sungguh, suntuknya Shazia setelah duduk kurang lebih setengah jam di dalam ruangan makan. Ia juga tidak mempunyai nyali untuk melintasi perdebatan yang masih sedang berlangsung itu. Shazia pun akhirnya tertidur di meja makan. Hak tersebut ternyata terlihat oleh Adam. Adam pun langsung menghela nafas panjang melihat Shazia. Setelah selesai memberikan nasehat kepada Bryan, Adam bergegas mendekati Shazia.
Shazia juga langsung terbagun setelah Adam memegangi kepalanya. "Eh, Papa. Maaf, Pa. Zia tidak sengaja tertidur di meja makan, hehehe," ucap Shazia merasa takut melihat wajah Adam.
"Nak, ayo kembalilah ke dalam kamar kamu."
"Baik, Pa. Kalau begitu, Zia mau balik ke kamar. Papa dan Mama juga jangan lupa makan malam." Shazia langsung beranjak dari ruangan makan.
Shazia masih berpikir keras dengan sikap yang ditunjukkan oleh papanya. Tidak biasanya ia bertingkah selembut itu kepada Shazia. Biasanya Shazia selalu menjadi bulan-bulanan Adam. Shazia pun masih merasa bingung dengan apa yang ia lihat di meja makan tadi.
"Ah, sudahlah. Jiwaku akan semakin terguncang apabila selalu memikirkan hal ini. Sebaiknya sekarang aku beristirahat dan bersiap untuk menjalani hari esok." Shazia langsung masuk ke dalam kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.
Shazia langsung membersihkan wajahnya dan melakukan perawatan rutin pada wajahnya. Ia juga langsung mengganti baju biasa dengan piyama. "Huft. Hari sudah semakin larut, tetapi mataku ini masih belum bisa terpejam dengan santuy."
Shazia pun terpaksa memakai penutup mata agar ia bisa tertidur. Tetapi, lagi-lagi ada yang mengetuk pintu kamarnya dengan sangat keras dan mengganggu pendengarannya yang sudah hampir hening.