"Hei, kenapa cepat sekali?" tanya Shazia seraya mencoba menahan tas ransel Harshad.
"Aku harus pergi sekarang. Lihat, nyokap terus menghubungiku. Aku bisa direpeti jika terlambat pulang ke rumah." Harshad berusaha untuk menghindar.
"Biasanya juga kamu selalu pulang terlambat!" celetuk Shazia.
"I–iya, Zia. Tapi, kali ini aku ada kegiatan yang harus aku kerjakan. Kalian berdua tidak apa kalau aku tinggal, kan? Aku tidak bisa nongkrong terlalu lama," ucap Harshad seraya membereskan semua barang-barangnya yang masih berserakan di atas meja kantin.
Shazia dan Freya juga tidak bisa berbuat banyak. Shazia juga tidak mau duduk berdua terlalu lama dengan Freya. Ia juga langsung berpamitan pulang dengan alasan ingin beristirahat lebih awal. Akhirnya, hanya tertinggal Freya di kantin sekolah. Perubahan sikap yang terjadi kepada Shazia dan pacarnya Harshad. Membuat Freya merasa terancam. Ditambah lagi ia melihat kedua bibir mereka yang memerah.
"Apa mungkin mereka saling berpagutan bibir? Ah, Freya! Kendalikan pikiranmu!" gerutu Freya di meja makan.
Shazia tidak bisa berhenti tersenyum terpesona ketika mengingat kejadian di halaman belakang sekolah. Ternyata, pesonanya juga bisa membuat Harshad melupakan Freya. Hal tersebut semakin membuat semangat Shazia semakin menggebu-gebu. Shazia masih dalam kondisi yang berbahagia. Setibanya sampai di dalam rumah, rasa kebahagiannya langsung runtuh. Ia merasa sangat kesal melihat Bryan.
Bryan sedang bercumbu dengan kekasihnya di ruangan tamu. Emosi Shazia langsung memuncak setelah melihat wanita yang ada di bawah Bryan sudah setengah polos. Shazia juga sangat jelas melihat kejadian memalukan itu di atas sofa. Bryan dengan ganasnya melahap kedua kebanggaan kekasihnya. Shazia spontan berteriak dan memisahkan keduanya.
"Kalian! Kenapa melakukan perbuatan memalukan ini di ruang tamu?" bentak Shazia seraya melemparkan pakaian yang sudah tergeletak di atas lantai ke hadapan kekasih Bryan. "Kalian, kalau mau melakukan ini seharusnya pergi dan bermain saja di dalam kamar! Gila sekali!" kedua mata Shazia sudah terbelalak melihat wanita yang sibuk merapikan pakaian dalamnya.
Bryan juga tidak menyangka bahwa Shazia pulang secepat itu ke dalam rumah. Bryan pun langsung memakai celana boxer dan kaos oblongnya. Sedangkan, wanita yang ada di sebelahnya sibuk mengaitkan pengait pakaian dalamnya.
"Babe, tolong pasangkan pakaian dalam ku ini," ucap wanita yang ada di hadapan Shazia tanpa rasa malu.
Shazia spontan berdesis, "Sangat tidak tahu malu dan tidak punya sopan santun! Kalian berdua itu sudah melakukan tindakan asusila! Kalian, Cih! Aku dengan jelas melihat adegan ranjang itu. Bagaimana kalau hal itu dapat merusak pikiranku, Bryan!?" celetuk Shazia dengan tangan yang sudah menempel di pinggangnya.
"Please, Zia. Don't tell, bisakah kamu merahasiakan ini dari nyokap dan bokap?" Bryan sudah sangat ketakutan.
Kedua mata Shazia masih sinis melihat wanita yang berdiri di sebelah Bryan. "Wanita ini seperti wanita murahan! Aku juga tidak mau mempunyai kakak ipar seperti dirinya!" gerutu Shazia di dalam hatinya. "Aku akan pikirkan kembali! Semua itu tergantung kepada sikapmu kepadaku diriku, Bryan. Wanita ini, kekasihmu atau wanita bayaranmu?" tanya Shazia dengan wajah sinisnya.
Wanita yang ada di sebelah Bryan langsung menatap kedua mata Shazia. Shazia juga semakin menantang tatapan dari kekasih Bryan. Ia pikir wanita yang ada di sebelah Bryan akan melayangkan sebuah tamparan. Wanita itu dengan rasa tidak tahu malunya memperkenalkan diri kepada Shazia.
"Perkenalkan namaku Bella." Bella mengulurkan tangan kanannya kepada Shazia.
Shazia hanya menatap Bella dengan tatapan semula. "Wanita ini, sungguh tidak tahu malu. Dia masih bisa memperkenalkan dirinya kepadaku? Hahaha, dasar murahan!" gerutu Shazia di dalam hatinya sebelum merespon perkataan Bella. "Oh, iya. Kamu juga tahu nama diriku siapa, kan? Tidak harus aku mengatakannya kepada dirimu?" Shazia langsung menyapa tangan Bella.
"I–iya, aku sudah mengetahuinya dari Bryan." Bella sedikit menoleh ke arah Bryan.
"Ya sudah, kalau begitu aku mau beristirahat ke dalam kamarku. Hei, kalian juga harus ingat kalau ingin bermain jangan lupa pakai pengaman! Jangan sampai kalian membuat malu keluarga besar!" celetuk Shazia seraya menatap kedua mata Bryan dengan sinis.
Shazia pun langsung beranjak ke lantai dua. Kedua tatapan sepasang kekasih yang ada di ruang tamu masih dalam kondisi yang khawatir. Namun, Bryan tak memperdulikan hak tersebut. Ia pun kembali melanjutkan permainannya bersama dengan Bella di dalam kamar. Shazia juga masih memantau hal tersebut dari lantai yang ada di atas kamar Bryan. Shazia masih dengan jelas melihat kedua lawan jenis itu berpagutan bibir ketika mau memasuki kamar Bryan yang ada di lantai dasar.
"Cih! Sungguh menjijikkan! Mereka masih bisa melanjutkan kegiatan menjijikan itu secara terang-terangan? Bryan, kartumu sekarang ada dalam genggamanku. Kamu tidak bisa menindasku untuk seterusnya, hahaha. Aku hanya merasa kamu itu adalah sainganku. Papa lebih menyukaimu meskipun kamu sering sekali melawan semua perintah papa." Shazia kembali melangkahkan kakinya ke dalam kamar.
Shazia langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang berukuran king size berwarna cream itu. Kedua mata Shazia mulai terpejam. Namun, ia mendengar suara panggilan dari lantai dasar. Shazia pun spontan memutar bola matanya. Ia pun langsung membuka pintu kamarnya dan berteriak dari atas sana.
"Ada apa, Ma?" teriak Shazia dari lantai dua.
"Ini, celana dalam siapa?" Angela langsung menjinjing celana dalam berwarna hitam yang terhimpit di dalam sofa.
Kedua mata Shazia langsung membulat melihat hal tersebut. "Bedebah! Ini itu, argh! Bryan kenapa pacarmu itu terlalu ceroboh? Dia bahkan, melupakan celana dalamnya! Aku harus bagaimana?" batin Shazia sudah sangat berantakan memikirkan hal tersebut.
"Shazia! Kenapa kamu diam saja?" teriak angela dari lantai dasar.
"Eh iya, Ma. Tunggu sebentar, Zia mau melihatnya dulu." Shazia langsung beralih dari pijakannya.
Setelah sampai di lantai dasar. Shazia langsung menutup kedua matanya. Ia juga dengan terpaksa mengakui bahwa itu pakaian dalamnya. Angela juga tidak mempermasalahkan kenapa dalaman itu ada di selipan sofa. Tetapi, ia hanya merasa kalau anak bungsunya terlalu sembrono dalam bertindak.
"Lain kali, kamu harus teliti ya, Nak. Untung saja mama yang menemukan ini. Bagaimana kalau tamu-tamu mama atau papa kamu?" Angela langsung memberikan pakaian tersebut kepada Shazia.
Shazia dengan sangat terpaksa mengambil pakaian itu. "Baik, Ma. Maaf ya, Ma." Shazia sudah sangat jijik memegang pakaian itu.
"Iya, Sayang. Ya sudah, kamu kembalilah lagi ke dalam kamar kamu." Angela langsung mengelus kepala Shazia.
Shazia hanya tersenyum setelah melihat mamanya sudah berlalu dari hadapannya. Setelah mamanya sudah tak tampak dari lantai atas. Shazia langsung menggedor pintu kamar Bryan dengan sangat kasar.
"Bryan! Open the door! Now!" teriak Shazia dari luar.