Shazia langsung tersenyum setelah mendengar pertanyaan Zayn. Oh, tidak. Aku tidak mempunyai masalah. Aku hanya teringat bahwa besok ada tugas, Hehehe. Jadi, aku sedikit memikirkannya." Shazia mencoba mengelak.
Zayn pun langsung terdiam dan sejenak melihat ke arah Bryan. "Bryan, sekarang kamu sudah menjadi pengusaha sukses, ya," ucap Zayn dengan kedua mata yang kembali melirik ke arah Shazia.
Bryan langsung tersenyum setelah melihat kedua mata Zayn yang hanya terfokus kepada adik bungsunya. "Kamu berbicara dengan siapa? Denganku atau dengan adikku?" ledek Bryan sekaligus membuat Zayn memijak kakinya. Bryan pun langsung tertawa keras setelah mendapati itu.
"Zayn, sampai jumpa besok."
Zayn masih malu-malu menjawab sapaan dari Shazia. Karena sejak tadi Bryan selalu menatapnya dengan sedikit senyuman.
"Hm, iya. Kalau begitu, aku pulang duluan, ya." Zayn masih melirik ke arah Bryan.
"Oke, hati-hati dijalan ya, Zayn."
Setelah Zayn berlalu, Shazia dan Bryan langsung memesan taxi online. Ditengah perjalanan menuju apartemen. Bryan selalu tersenyum ketika melihat Shazia.
"Bryan, kenapa kamu selalu tersenyum ketika melihatku? Apakah ada sesuatu hal yang lucu dari wajahku?" tanya Shazia merasa penasaran.
Bryan langsung mengelus pucuk kepala Shazia. "Adikku sudah besar. Tetapi, kenapa tidak tahu tentang sebuah perasaan cinta."
Shazia langsung memegang tangan Bryan. "Maksud kamu apa, Bryan? Aku sama sekali tidak mengerti dengan perkataanmu." Shazia langsung mengernyitkan dahinya.
Bryan kembali mengelus kepala adiknya dan berkata, "Nanti kamu juga mengerti apa yang aku katakan ini." Bryan langsung mengacak-acak tatanan rambut Shazia.
Shazia pun merasa kesal mendapati kejahilan Bryan. "Ih, Bryan! Kamu ini kenapa, sih? Rambutku kusut karena ulahmu!" Shazia langsung membereskan tatanan rambutnya yang sudah sangat berantakkan.
Setelah sampai di apartemen, Shazia langsung masuk ke dalam kamarnya. Bryan pun secepat mungkin menahan pintu kamar Shazia.
"Ada apa lagi, Bryan?"
"Kamu masih marah dengan diriku?" tanya Bryan karena sejak kejadian tadi. Wajah Shazia masih terlihat datar.
"Tidak, aku tidak marah. Aku hanya merasakan lelah yang sangat-sangat, wah! Aku mau mengistirahatkan diriku, Bryan. Yaudah, ya. Aku mau beristirahat dulu." Shazia langsung menutup pintu kamarnya. "Iyalah, aku masih marah denganmu, Bryan. Perawatan rambutku ini mahal. Kamu dengan seenaknya mengkintamisainya dengan tanganmu itu. Argh! Menyebalkan sekali," gerutu Shazia seraya berjalan menuju ranjangnya.
Malam harinya, Shazia mendapatkan pesan singkat dari Zayn. Pesan tersebut berisi tentang tugas yang diberikan oleh dosen kesenian. Awalnya Shazia mau menolak permintaan Zayn untuk mengerjakan tugasnya. Namun, mengingat Zayn sudah hampir lima tahun belum tamat. Shazia pun menjadi tidak tega untuk menolak permintaan dari Zayn.
[Aku akan mengerjakan tugasmu ini sebisaku, ya. Aku juga menjamin tugas yang aku kerjakan akan mendapat nilai bagus.] balas Shazia kepada Zayn.
[Aku akan dengan senang hati menerimanya, Zia. Aku juga tidak mementingkan nilai. Yang terpenting, semua tugasku selesai dengan semestinya.]
[Oke, aku akan mengerjakannya. Besok temui aku di taman seperti biasa, ya.]
[Terima kasih, Zia.]
Shazia langsung tersenyum setelah membaca pesan terakhir dari Zayn. Ia pun secepat mungkin mengerjakan makalah tersebut. Hampir tengah malam, Shazia belum juga menyelesaikan tugas makalah Zayn. Namun, mata Shazia sudah tidak bisa diajak untuk bekerja lagi. Akhirnya, Shazia pun tertidur di meja makan. Bryan yang tak sengaja melihat adiknya tertidur di ruangan makan.
"Zia kenapa tidur di sini?" pikir Bryan, ia kemudian melihat layar laptop Shazia. "Hm, ternyata ia masih mengerjakan … Apa? Tugas Zayn? Hahaha, ternyata sampai detik ini Zayn tidak pernah berubah. Ia masih saja malas mengerjakan tugasnya. Aku akan menyelesaikannya, ini juga tugas yang sangat mudah bagiku," batin Bryan dengan bibir yang sudah melebar.
Tak butuh waktu lama untuk Bryan mengerjakan tugas tersebut. Ia hanya membutuhkan waktu setengah jam untuk menyelesaikannya. Setelah selesai menyelesaikan tugas Zayn. Bryan kemudian memindahkan tubuh Shazia. Karena sangat kelelahan, Shazia sampai tidak tersadar ketika Bryan sudah memindahkan tubuhnya di dalam kamar. Sebelum meninggalkan kamar Shazia, Bryan meninggalkan sebuah kecupan selamat malam kepada Shazia.
"Selamat tidur adikku sayang," ucap Bryan.
Bryan dengan sangat berhati-hati menutup pintu kamar Shazia. Ia juga tidak lupa untuk membereskan semua peralatan belajar Shazia yang masih berantakan di meja makan. Setelah itu, ia pun kembali masuk ke dalam kamarnya.
"Sepertinya Zayn adalah orang yang tepat untuk Shazia. Aku juga sudah mengenalnya lama. Aku juga sudah tahu bagaimana sifatnya. Aku juga akan sangat setuju jika Shazia berpacaran dengan Zayn. Zayn juga dari keluarga terpandang. Papa juga tidak akan menolak jika Shazia berhubungan baik dengan Zayn, 'kan? Tapi, sayangnya perjodohan antara Shazia dan Harshad sudah ditetapkan. Tetapi, aku juga tidak bisa menolaknya. Ini adalah bukan sembarangan pernikahan. Pernikahan ini juga dilakukan untuk reputasi perusahaan kedua keluarga. Hm, tapi aku juga tidak mungkin membiarkan adikku menikahi lelaki yang tidak mencintainya. Ditambah lagi, Harshad dan Freya saling mencintai dan mereka juga sahabat Shazia." Bryan langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang. "Hm, seandainya saja aku mampu melawan titah papa. Aku akan merubah segalanya sejak awal."
Jam weker berwarna biru yang terletak di sebelah ranjang Shazia berdering dengan keras. Shazia secara perlahan-lahan pun membuka kedua matanya. Ia langsung terkejut setelah sepenuhnya tersadar. Shazia langsung berlari ke dalam kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.
"Sumpah! Bukankah tadi malam aku tidur di meja makan? Tapi, kenapa sekarang aku ada di dalam kamar? Apakah semalam aku mengigau? Ah, tidak mungkin. Aku tidak punya riwayat buruk tentang itu. Aku harus bertanya kepada Bryan! Iya," ujar Shazia seraya berjalan keluar kamarnya.
Shazia langsung terkejut setelah melihat meja makan. Sudah ada beberapa hidangan di atas sana. Bryan langsung tersenyum setelah melihat Shazia yang sudah berdiri di depan pintu kamar. Ia bergegas melepas celemek masak dan mendekati Shazia. Ia juga tidak lupa mengecup pipi Shazia.
"Selamat pagi adikku sayang. Bagaimana tidurnya tadi malam?" tanya Bryan seraya mengajak Shazia untuk duduk di meja makan.
Shazia langsung melipat tanganya di atas meja makan. "Kakak, aku tadi malam tidur di sini. Tapi, kenapa setelah terbagun aku ada di dalam kamar?" wajah Shazia sudah terheran melihat Bryan yang terus tertawa. "Bryan, aku tidak sedang melawak! Aku bertanya kepada dirimu."
"Aku hanya merasa lucu melihat wajahmu itu, Zia. Aku yang memindahkan kamu tadi malam." Bryan langsung menyantap sarapan paginya.
Shazia langsung mengela nafas panjang. "Ah, syukurlah. Aku pikir aku yang berjalan sendiri sampai ke dalam kamar. Kalau itu sampai terjadi, aku akan segera memeriksakan diriku ke dokter. Itu sangat berbahaya sekali. Apa lagi di belakang apartemenku ini danau. Bisa-bisa aku berjalan sampai kesana nanti. Argh, aku sampai syok tadi." kedua mata Shazia masih membesar ketika berbicara.
Bryan tak henti tertawa ketika mendengar perkataan Shazia. Alhasil, Bryan pun tersedak. Shazia langsung memberikan Bryan air mineral.