"Hahaha, kalau sedang mengunyah makanan. Kamu jangan tertawa, Bryan. Untung saja kamu tidak mati karena tersedak. Hahaha, aku akan sangat kerepotan jika itu terjadi." Shazia malah ngeledek Bryan yang masih merasakan sakit di bagian tenggorokannya.
"Terus saja tertawa, hahaha," ucap Bryan sedang meledek dirinya sendiri.
Setelah menyelesaikan kegiatan di meja makan. Shazia langsung bersiap untuk membersihkan dirinya dan bergegas pergi ke kampus. Sedangkan, Bryan langsung balik ke Indonesia. Salam perpisahan pun membuat Shazia merasa sedih. Karena hari-harinya akan terasa sepi kembali.
"Bryan, kamu harus berjanji akan sering mengunjungiku disini, ya!" ucap Shazia dengan tubuh yang masih memeluk tubuh Bryan.
"Iya, Adik. Aku akan sering mengunjungimu disini." Bryan langsung mengecup bibir Shazia.
Shazia langsung mengerucutkan bibirnya setelah mendapat kecupan manis dari Bryan. "Kamu berapa lama lagi akan mengunjungiku, Kak?" Shazia sebenarnya tidak rela jika ditinggalkan sendiri oleh Bryan.
"Kalau ada waktu luang, aku akan mengunjungimu, Adik. Tapi, aku tidak bisa janji dalam waktu dekat ini akan mengunjungimu. Karena aku masih mau mengerjakan proyek besar. Aku akan selalu menghubungimu, ya," ucap Bryan seraya kembali mengecup bibir Shazia.
"Baik, Kakak. Aku akan pegang janjimu itu, ya. Jika kamu membohongiku, aku tidak akan berbicara lagi dengan kamu." Shazia kembali memeluk erat tubuh Bryan.
"Ya sudah, ayo kita pergi. Kamu akan terlambat masuk kelas jika seperti ini. Dan aku juga akan ketinggalan pesawat.
Setelah mengantar Bryan ke bandara. Shazia langsung pergi ke kampus. Zayn tak sengaja melihat Shazia di taman kampus.
"Hai, kenapa kamu tampak murung seperti itu? Apakah ada masalah?" tanya Zayn merasa penasaran.
Shazia langsung memberikan tugas makalah Zayn. "Ini tugas kamu. Aku tidak apa-apa, Zayn. Ya sudah, kalau begitu aku mau masuk ke kelas dulu, ya." Shazia langsung meninggalkan Zayn begitu saja.
Zayn hanya terdiam tak berdaya melihat kepergian Shazia. Zayn langsung mengirimkan pesan singkat kepada Shazia. Ia mengatakan akan mentraktir Shazia makan siang setelah jam kuliah pertama sudah selesai. Shazia pun hanya membalas emoticon oke.
Selama jam pelajaran kuliah, Shazia menjadi tidak fokus. Sampai jam kuliah selesai, Shazia masih dalam kondisi yang tak bersemangat. Selepas dosen keluar dari ruangan kelas. Zayn langsung masuk ke dalam kelas Shazia tanpa permisi. Betapa kagetnya Shazia melihat hal tersebut.
"Zayn, kenapa kamu masuk ke dalam.kelasku?" tanya Shazia yang sudah merasa malu.
Zayn langsung merangkul lengan Shazia. "Ayo, kita makan bersama," ajak Zayn dengan sedikit menarik lengan Shazia.
Semua teman-teman Shazia yang ada di dalam kelas langsung bersorak melihat hal tersebut. Bagaimana tidak bersorak, Zayn merupakan anak paling populer di kampus tersebut. Bukan hanya mahasiswa abadi. Ketampanan Zayn yang lebih membuat semakin terkenal. Shazia hanya tersenyum melihat kelakuan Zayn di siang itu.
Setelah sampai di kantin kampus. Zayn langsung memesan makanan yang juga tidak Shazia sukai. Namun, untuk menghargai Zayn. Akhirnya, Shazia terpaksa memakan makanan itu. Shazia pun langsung ingin memuntahkan isi perutnya setelah memakan makanan itu.
"Zayn, aku mau ke toilet sebentar." Shazia langsung berlari ke toilet yang ada di dekat kantin. "Sumpah, Zayn! Kau hampir membunuhku. Kenapa kamu tidak menanyakan makanan apa yang tidak bisa aku makan? Uek!" Shazia kembali memuntahkan isi perutnya. Setelah selesai, Shazia kembali duduk di depan Zayn.
Zayn langsung menghentikan kunyahnya setelah melihat wajah pucat Shazia. "Kamu kenapa? Kamu sakit? Mau aku antar ke rumah sakit?" tanya Zayn yang merasa khawatir.
"Ti–tidak perlu! Aku tidak sakit. Aku hanya tidak bisa memakan makanan yang kamu pesan, Zayn. Maaf karena aku harus mengatakan hal itu kepadamu," jelas Shazia agar Zayn tidak memaksanya untuk kembali menyantap makanan itu.
Zayn spontan mengambil makanan yang ada di hadapan Shazia. "Bu–bukannya semua wanita suka salad, ya?"
"Aku tidak menyukainya, Zayn. Ada mayonaise di dalamnya. Aku sangat tidak menyukainya." Shazia kembali ingin memuntahkan isi perutnya. Namun, Shazia sebisa mungkin menahan rasa mualnya itu.
"Shazia, maafkan aku. Aku tidak mengetahui itu," ucap Zayn dengan rasa bersalahnya.
Shazia kembali berbicara di dalam hatinya. "Kenapa kau tidak menanyakan kepada ku terlebih dahulu, Zayn?! Argh! Menyebalkan sekali." Shazia langsung meminum sebotol air mineral yang ada di hadapannya. "It's okay. No problem, Zayn." Shazia sedikit menyembunyikan rasa kesalnya kepada Zayn.
Zayn juga sangat berterima kasih atas bantuan dari Shazia. Berkat Shazia, kini Zayn berhasil lulus dari mata kuliah yang selama ini mengganggunya untuk naik ke kelas atas. Shazia hanya tersenyum canggung mendengar semua perkataan Zayn.
"Zayn, kalau begitu aku pamit duluan, ya. Aku ada kerjaan lain yang harus aku selesaikan dengan segera. Maaf ya, Zayn. Bukanya aku tidak mau berlama-lama mengobrol dengan kamu. Tapi, aku ada kerjaan lain," jelas Shazia agar Zayn tidak merasa tersinggung.
Padahal Shazia memang tidak ingin terus berdekatan dengan Zayn. Karena ia menjadi tidak tenang. Semua mahasiswa yang ada disana malah membuat sebuah gosip dan mengatakan bahwa mereka berdua sedang berpacaran. Hal tersebut membuat Shazia tertekan. Karena tujuannya melanjutkan studi ke luar negeri untuk menenangkan pikirannya. Bukan malah membuat jiwanya kembali terguncang.
Setelah berhasil melepaskan diri dari Zayn. Shazia kembali teringat dengan Harshad. Rasanya ia ingin sekali menghubungi Harshad pada saat itu. Namun, hal itu tidak mungkin ia lakukan. Shazia kini dirundung dilema. Jiwanya kembali merasakan kegundahan. Shazia pun langsung merebahkan tubuhnya di atas rumput yang ada di taman kampus.
"Aku sangat menginginkan kehidupan yang bahagia. Bersama dengan yang aku cintai dan—"
Zayn tiba-tiba muncul di samping Shazia dan menghentikan perkataan Shazia. "Dan apa?" sosor Zayn sekaligus membuat Shazia terperanjat.
"Zayn? Kenapa kamu ada di sini? Kamu mengikutiku, ya?" Shazia malah kembali bertanya kepada Zayn.
"Tidak, aku tidak mengikutimu. Aku hanya tidak sengaja lewat di sini dan melihatmu terbaring ditempat ini. Aku juga dulu sering melakukan ini. Rasanya jiwaku kembali tenang. Coba deh, kamu pejamkan mata dan rasakan hembusan angin yang ada di sini. Kamu akan merasakan ketenangan yang luar biasa," titah Zayn.
Shazia turut mengikuti perintah dari Zayn. Memang benar yang dikatakan oleh Zayn. Jiwa Shazia kembali tenang dan sesekali Shazia membuka sebelah matanya untuk melihat Zayn yang juga berbaring di sebelahnya.
"Tampan sekali, ops. Kenapa aku mengatakan ini? Ti–tidak! Jangan terbawa perasaan Shazia. Ingat, tujuanmu datang ke tempat ini." Shazia kembali menutup sebelah matanya nya.
Malam harinya, Shazia kembali mendapat pesan dari Zayn. Hal tersebut membuat Shazia merasa kesal. Ia pun mengabaikan pesan singkat dari Zayn. Shazia kembali melanjutkan pekerjaan rumahnya. Namun, Zayn lagi-lagi mengganggu aktivitas Shazia. Zayn tanpa tahu aturan kembali menghubungi Shazia. Shazia yang kesal pun langsung mematikan ponselnya.
"Zayn, kamu itu memangnya tidak punya kerjaan lain selain mengganggu kehidupanku, ya? Argh, menyebalkan sekali kamu Zayn. Aku bisa tidak siap mengerjakan tugasku ini kalau kamu terus mengganggu hidupku!" gerutu Shazia setelah mematikan ponselnya.
Karena moodnya sudah rusak. Shazia akhirnya menghentikan aktivitasnya. Shazia pun kembali masuk ke dalam kamarnya. Shazia menjadi gelisah ketika melihat jam yang terpajang di dinding kamarnya. Sudah hampir tengah malam. Tetapi, Shazia belum juga menyelesaikan tugas kuliahnya.
"Argh! Semua kekacauan ini karenamu Zayn! Aku akan menyalahkanmu jika nilaiku turun. Tidak akan aku maafkan kamu," ancam Shazia dengan wajah yang sudah mengerut.
Shazia akhirnya kembali keluar dari dalam kamarnya. Ia pun kembali melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda. Shazia pun mendapat pesan email dari Bryan. Bryan mengatakan bahwa tadi siang keluarga Harshad datang sembari membicarakan perihal perjodohan yang akan dilakukan dalam waktu dekat ini. Shazia langsung tersenyum spontan membaca dan mengetahui jabar bahagia itu.
"Hahaha, Freya! Jiwamu akan terguncang setelah mengetahui berita baik ini. Hahaha!" Shazia langsung membalas pesan dari Bryan.
[Terima kasih atas kebaikanmu untuk memberitahu kabar baik ini, Bryan.]
[Iya, Adik. Tapi, kamu juga bisa menolak perjodohan ini. Jika, kamu merasa keberatan, Dik.]
[Tentu saja aku sangat menerima kabar baik ini. Inilah yang aku inginkan, Bryan.]
Bryan langsung tersentak setelah membaca pesan dari Shazia. Karena setahu Bryan, Harshad dan Freya masih berhubungan baik. Ia juga sering bertemu dengan mereka di departemen store. Meskipun mengetahui hal itu. Bryan tidak mau memberitahu siapapun karena menurutnya hal itu akan menyakiti hati Shazia. Bryan pun langsung menutup layar persegi empat yang ada di hadapannya. Sedangkan, Shazia merasa sangat bahagia mendengar kabar tersebut. Shazia semakin bersemangat setelah mendengar kabar baik tersebut.